Mohon tunggu...
Sumire Chan
Sumire Chan Mohon Tunggu... Guru - www.rumpunsemesta.wordpress.com

Pengajar dan Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

E-mail untuk Ayah

8 Januari 2021   20:57 Diperbarui: 8 Januari 2021   21:04 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang pria paruh baya tertegun asik dengan lamunannya di sebuah ruang kerja. Ia baru menyadari sebuah email telah masuk di pemberitahuan dalam sekian hari ke belakang.

Sudah beberapa jam ia berada di sana, namun ia masih betah berpakaian kerja dengan topi ciri khas seorang diplomat. Sebuah tas kerja, sebuah koper di pojokan ruang juga jam dinding besar yang tepat berdentang lima kali menunjukan sore itu tepat pukul 17.00  WIB.

new email from anaanandita_fauzy@gmail.com.

Fauzy adalah namanya yang ia patenkan bersanding dengan nama belakang anak perempuan satu-satunya yang kini tengah beranjak dewasa. Fauzy Abraham, seorang senior diplomat yang selalu loyal dengan tugasnya. Mengetahui email tersebut, membuat wajah pria itu pucat pasi. Ada apa gerangan? Surat ini seperti mengisyaratkan arti lain. Ada apa dengan ini semua?

Tiga bulan yang lalu Fauzy yang seorang diplomat melaksanakna tugasnya ke luar negeri. Di musim pandemi yang begitu marak, ini menjadi suatu persoalan sangat pelik. Akan tetapi loyalitas pekerjaan adalah nomor satu, sedangkan urusan lainnya sudah pasti diduakan. Itulah Fauzy. Hal itu pula yang membuatnya sekian lama sendiri. Istrinya tak tahan selalu merasa diduakan dengan pekerjaan.

Kepergian Fauzy ke luar negeri membuatnya terisolasi. Tak tanggung-tanggung Fauzy terisolasi selama tiga bulan lebih. Sungguh, kejadian ini tak pernah ia duga. Meninggalkan anak perempuannya di Jakarta, sendiri.

Hingga kepulangannya, Fauzy tak pernah menjumpai anak perempuannya. Bukannya ia tak mencari. Ke pelosok-pelosok ia mengabari. Entah alasan seperti apa yang membuat dia pergi tanpa kabar juga tanpa berita yang menjadikannya bermakna. Hari ini dengan tiba-tiba, tanpa sebuah ulasan dan ingatan Fauzy mendapatkan sebuah email darinya.

Kalimat pertama pada surat elektronik itu berbunyi,

Dear Ayah,

Selamat siang! Selamat Sore! Selamat Malam!

Kuucapkan semuanya, kapanpun ayah membacanya. Semoga ayah selalu sehat!

Sebelumnya aku meminta maaf padamu. Ketidakhadiranku saat kepulanganmu pasti membuatmu cemas. Setelah kurang lebih tiga bulan kita tidak bertemu, begtiu banyak hal yang sudah terjadi denganku juga negeri kita. 

Kuyakinkan pula padamu, bahwa aku menulis ini dengan keadaan teramat sadar juga 100% sehat. Hatiku sedang riang bagaikan bunga pada fase teramat mekar. Di luaran sana, orang-orang mungkin sedang sedikit tersiksa dengan sebuah pandemi yang sedang melanda. Sebuah virus bernama corona ditakuti dimana-mana, Kabar buruknya sampai saat ini belum ada sosok super hero dari negeri manapun yang sanggup memberantasnya. Semuanya hanya lelucon, yang dikatakan mereka hanya guyonan. Mungkinkah ini kesengajaan untuk menghilangkan nyawa-nyawa yang menambah padat populasi manusia di negeri kita ayah? Ataukah memang ini sudah rencana Tuhan yang kesekian?? Seperti kita, Tuhan menunda mempertemukan kita untuk mempertemukan aku dengan dia. 

Ayah, rupanya ketika ayah membaca ini aku sudah tidak berada di Jakarta lagi. Di usiaku yang orang-orang bilang sudah tidak muda lagi. Aku masih belum berhasil menemukan pria idaman itu. Sosok pria yang kuagungkan dalam bayangan semuanya berlalu seperti hanya simfoni yang pekat. Gelap. Padahal duniaku memang sudah gelap. Semenjak ibu pergi dengan pria idamannya. Terkadang aku pun menginginkan demikian. Tapi tidak untuk meninggalkan ayah. Aku mencintai ayah bahkan sebelum aku melihatmu. Tanganmu yang kokoh selalu mengelusku dengan lembut lewat perut ibu. Saat itu aku sungguh  merasa nyaman.  Namun demikian, aku adalah satu dari sekian makhluk yang tidak betah di zona nyaman.

Sebelumnya hari-hariku dipenuhi sebuah pengambilan keputusan. Aku, mencintai dia- pria lain selain dirimu. Dan ini bukan rasa cinta yang biasa dirasakan seorang anak pada ayahnya. Ini rasa cinta seorang perempuan kepada lelaki pujaanya. Kumohon, ayah jangan sedih, karena aku tidak akan benar-benar meninggalkmu. Bahkan jika ayah setuju aku ingin sekali membawamu, memperkenalkan ayah dan dia dengan segera.

 

Tanpa sadar, air mata pria paruh baya itu menetes. Fauzy menghela nafas teramat panjang, menahannya dalam rasa lelah juga tak percaya. Sebenarnya ia tak ingin melanjutkan membaca email tersebut. Rasa lelah dalam perjalanan pulang membuatnya sedikit lemas. Namun rasa ingin tahu terhadap keadaan anak perempuannya mengalahkan segalanya. Pria itu berjalan tergopoh, menaruh tas kerjanya. Ia membuka kaca mata tuanya, mengusapkan sebuah tisu pada matanya yang sayu. Fauzy merebahkan badannya dalam kasur di ruangan depan.

Slide pertama baru selesai dibaca. Nampak lembar-lembar berikutnya masih dipenuhi dengan tulisan bahkan beberapa lampiran. Berat rasanya. Tapi, pada akhirnya ia kembali menggeser jarinya dalam monitor handphone yang ia genggam.

 

Ayahku yang sabar hatinya,

Sungguh dari dulu aku tahu bahwa hatimu teramat mulia. Lagi-lagi semenjak ibu meninggalkan kita kemudian menikah dengan pria pemilik tambang emas itu, aku mempelajari banyak hal. Dari sana aku mengetahui kesabaranmu yang begitu luas. Tapi bukan itu yang akan kuceritakan. Dengan kebaikanmu yang begitu ikhlas, aku hanya ingin mengatakan kalau aku ingin mengikuti jejak ibu. Padamu aku juga belajar bahwa keikhlasan tidak harus kita ungkapkan sebagaimana surat Al-Ikhlas yang tidak pernah melantukan kata ikhlas. Segala yang terjadi adalah kuasa dan kehednak Tuhan, dengan tokoh utama manusia yang tetap senantiasa harus berusaha.

Tiga bulan yang lalu aku bertemu ibu. Ia menggengdong seorang bayi yang sangat mungil. Seketika aku menghampiri ibu dan bercakap-cakap dengannya. Dan ternyata, pria pemilik tambang itu telah tewas. Ia adalah satu dari sekian korban kecelakaan pesawat yang mayat-mayatnya tidak pernah ditemukan itu. Apa ayah ingat sewaktu kita menonton TV dengan pemberitaan ini?? Dengan cerita demikian, kupikir ibu menjadi kaya raya sebagai pewaris kekayaan suaminya. Ternyata tidak!

Ibu bilang, ibu hanya menikah siri dengan almarhum. Sebab itu, ibu tidak bisa menuntut apa-apa. Surat kawin saja tidak punya. Saksi-saksi yang menikahkan juga tidak aja. Begitulah kata ibu. Kini ibu sibuk berjualan dengan menggendong adikku yang mungil. Kuketahui, pada sebuah pasar Kosambi setiap hari ibu menjaga kios kelontongnya. Begitulah ayah, aku benar-benar banyak belajar. Tentang kemuliaan hatimu, kesabaranmu juga tentang rasa tamak dan hawa nafsu.

Ah ayah, rupanya itu hanya sekelumit cerita tentang ibu yang selalu merasa diduakan dengan pekerjaanmu. Mantan istrimu yang dulu sangat kau cintai. Kembali ke tujuan utamaku mengirim email ini. Kepergianmu ke Italy  yang menjadikanmu terisolasi itu membawa banyak perubahan besar. Italy menjadi salah satu negara dengan tingkat kematian atas corona yang tinggi. Begitupun dengan negara asalmu. Setelah sekolah-sekolah dan Perguruan tinggi diliburkan. Aku banyak menghabis kan waktu di kamar. Bagi seorang introvert sepertiku, ini tentu menjadi kenyamanan tersendiri. Aku bisa menggali segala hal yang mungkin bagi seorang ekstrovert ini begitu menyebalkan. Di lantai rumah ini aku berkenalan dengannya ayah. 

Dalam sebuah aplikasi ojek online aku mengatahui namanya. Setelah pertemuan pertama berlanjut menjadi pertemuan kedua, tiga, empat dan selanjutnya. Bisa kau bayangkan, aku sungguh mencintainya ayah. Mungkin bagimu perkenalanku singkat. Selama tiga bulan ayah di Italy. Selama itu pula aku jatuh cinta padanya. Di hari pertama engkau pergi, di hari itu pula aku mulai jatuh hati. Lalu, bulan depan katanya, ia ingin menikahiku. Dengan senang hati aku langsung menjawab iya tanpa persetujuanmu. Sebab, dulu telah kupikirkan kemungkinan terburuk darimu. Terkurung di negeri orang dengan kondisi pandemi yang luar biasa. Aku sudah sangat putus harapan.

Lelaki itu hampir saja jatuh dari kursinya. Sebelum melanjutkan membaca lebih jauh, ia merebahkan diri dalam sebuah kasur menuju kamar pribadinya dengan langkah tertatih. Ia menghela nafas panjang, seakan tak mempercayai dengan semua hal yang ada di surat elektronik itu. Beberapa kali ia menggelengkan kepala. Tak percaya. Mengusap-ngusap wajah dengan geraman kecil. Mungkin saja jika bukan dalam sebuah apartement ia ingin teriak kemudian berlari kencang. Tak lama ia kembali menatap layar handphonenya.

Ayahku yang baik hatinya,

Dari banyak kejadian kita banyak belajar. Maafkan anakmu ini. Kuputuskan, aku akan mengikuti jejak ibu. Menikah siri dengannya adalah cara dan pilihan terbaik dengan situasi dan kondisi saat ini. Mungkin ini juga akan sedikit membuatmu kaget. Pria yang kucintai dan hendak menikahiku itu, umurnya tak jauh berbeda denganmu. Mungkin bagi sebagian orang dia sudah agak tua. Tapi bagiku, yang mana orang-orang sekitarku juga sering mencelakau dengan sebutan perawan tua tentu itu bukanlah sebuah masalah besar. Bagiku ini adalah pertolongan Tuhan. Aku yakin dia adalah pasangan terbaik yang Tuhan kirimkan untukku. Ini adalah jawaban dari doa-doaku selama ini.

Dia sangat ramah. Nanti kalau ayah bertemu dengannya aku yakin ayah akan sangat menyukainya. Atau paling tidak ayah juga bisa berbisnis dengannya. Kuberitahu sekarang dia seorang pebisnis yang handal. Pekerjaan sebagai driver online hanya sebatas mengisi waktu kosong dan kejenuhannya. Pekerjaan utamanya adalah pemasok ganja paling luas di negeri kita. Selain itu, dia juga seorang seniman yang sangat luwes. Kuketahui dari gambar tato di tubuhnya. Pada punggungnnya nampak tato seorang perempuan bersayap, sebuah tato bunga pada lenganya. Lehernya juga dipenuhi dengan gambar-gambar abstrak yang mana aku belum bisa mencernanya dengan baik. Begitu pula dengan tindikan di telinga, hidung, bibir, juga di kuku kelingkingnya. Semua nampak begitu artistik, bernilai seni tinggi untukku yang seorang awam ini. Aku benar-benar sangat memujanya.

Istrinya juga tidak berkeberatan dengan kehadiranku. Ia bahkan mengucap banyak terima kasih. Dia berjanji untuk mengurus segala hal keperluannku juga pernikahannku dengan suaminya itu. Semua ia lakukan demi mendapatkan seorang anak yang sempurna. Ketiga anaknya yang telah lahir semuanya cacat fisik. Ia pikir, mungkin karena ia juga tidak memiliki fisik yang sempurna. Makanya ketika istrinya mengetahui hubungan kami. Ia malah terkesan senang sekali.

Aku benar-benar sangat terpesona dengannya. Dia juga sangat menyayangiku. Istrinya saja diberi modal untuk menjadi seorang rentenir. Begitu pula dengan kehidupanku nanti, sehingga ayah tidak perlu khawatir dengan keadaan ekonomi kita nanti.

 

Ayah sayang...

Pada bagian akhir email-ku ini aku melampirkan beberapa foto. Foto anakmu ini yang semakin cantik dan berisi, foto dia, juga foto-foto kami menjelang persiapan pernikahan nanti. Ayah jangan kaget dengan tampangnya yang perlente itu, dengan rambut panjang dan kumis melingkarnya. Juga dengan tindik dan tato yang kuceritakan tadi.

Oh iya, dia juga baru sembuh dari sebuah penyakit mematikan ayah. Katanya sewaktu dua bulan yg lalu dia bertemu denganku, dia baru saja sembuh dari sakit HIV. Menurutnya Tuhan selalu baik dengannya. Penyakit mematikan itu tidak memberi dampak buruk baginya. Dia bisa sembuh begitu saja. Karena itu, kepulangannya seminggu yang lalu dari kota berzona merah tidak membuatnya risih dengan pandemi virus yang sedang merebak. Dia hanua merasa sedikit batuk sesak tanpa gejala lain yang berarti. Kalaupun dia saat ini telah suspect terkena virus corona, tentu itu bukanlah masalah besar. Bukankah sebenarnya China telah menemukan penawarnya? Hanya tinggal diproses saja.  Lalu aku,  sudah siap sedia dengan puluhan masker juga selalu rajin mencuci tangan. Jadi, dengan ceritaku yang panjang lebar ini, aku yakin ayah pasti akan sangat mengerti. Sehingga, ayah tidak perlu khawatir denganku, bukan?

 

Ayah...

Ini bukanlah surat perpisahan dariku. Ini adalah awal langkahku untuk menyempurnakan ibadah. Aku sangat mengharapkan restumu. Aku juga sudah menceritakan ini semua pada ibu. Dan ibu setuju. Sungguh aku tidak ingin melihat ayah bolak balik ke luar negeri lagi. Nanti setelah aku dan dia menikah. Jika ayah setuju, tinggalah bersama kami.

Ayah..

Hari ini usiaku tepat 20 tahun. Aku sudah lebih dari dewasa untuk bisa memutuskan mana perihal yang baik dan buruk. Aku sangat mengharapkan kedatangamu hari Minggu, tanggal 20 nanti di alamat yang sudah kutuliskan di bawah. Aku akan menikah siri di rumah perempuan itu. Rumah istri dari calon suamiku. Aku tidak peduli dengan urusan hukum bahkan kisahku ke depannya nanti atau bahkan bernasib seperti ibu sekalipun. Aku hanya mau hidup di saat ini dengan senang hati.

 

Salam manis,

Anakmu yang selalu cantik

 

 

 

Anandita

Spontan tubuh pria tua itu roboh. Surat elektronik itu membuat tenggorokannya tercekat. Buru-buru ia melihat kalender di mejanya. Buru-buru ia mengambil tas kecil kemudian berlari menembus batas waktu. Jangan sampai esok hari lebih dahulu datang sebelum ia jemput.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun