September 2025 ini dimulai babak pertandingan seru antara Presiden dan Kapolri. Presiden membentuk Komite reformasi polisi. Kapolri tak mau kalah.
Ini  duel panjang antara Presiden dan Kapolri. Sejak zaman presiden Gus Dur.
Skor selalu 1 : 0 untuk Kapolri.
Kenapa? Karena lawannya bukan kepentingan rakyat tapi kepentingan politik presiden sendiri. Presiden perlu polisi.
Polisi Paling Aneh di Dunia
Polisi Indonesia, polisi paling aneh di dunia.
Struktur organisasinya plek ketiplek tentara.
Jenjangan pangkatnya 20. Ya, dua puluh!
Padahal di Jepang cuma 10, di Korea juga 10, di Amerika hanya 8, di Inggris juga 8.
Di sini, wah, polisi berpangkat jenderal. Sama dengan tentara.
Di dunia, polisi tidak ada yang berpangkat jenderal.
Paling tinggi komisaris kepala. Itu standar dunia.
Tapi di sini, jenderal polisi biar sama gagahnya dengan jenderal tentara.
Polisi kok jenderal?
Ya, hanya di Indonesia.
Slogan yang Terbalik
Slogannya: "Mengayomi, melindungi, melayani masyarakat."
Faktanya: "Merepresi, menakuti, membunuh rakyat."
Katanya untuk melindungi, praktiknya untuk melumpuhkan.
Katanya untuk melayani, prakteknya untuk menakuti.
Katanya untuk mengayomi, prakteknya untuk menggebuki.
Ironi ini sudah jadi kemuakan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
 Inilah yang dituntut rakyat untuk direformasi.
Warisan BKR, Bukan Belanda
Kata orang, polisi Indonesia warisan polisi kolonial Belanda.
Salah. Polisi kita warisan zaman perang revolusi.
Awalnya di bawah BKR. Institusi yang mewadahi tentara, polisi, laskar dan rakyat melawan Belanda. Makanya polisi pegang senjata.
Lalu diteruskan jadi polisi bersenjata di era Soekarno. Menjadi bagian dari angkatan bersenjata.
Pertanyaan sederhana: polisi kok bersenjata?
Aneh kan?
Di negara normal, polisi itu sipil. Bukan institusi yang bersenjata sebagaimana tentara.
Senjatanya pena dan pasal-pasal hukum. Paling keras ya borgol.
Tapi di sini, polisi pegang senjata api.
Untuk apa?
Untuk menembak rakyat.
Untuk membunuh rakyat.
Untuk membunuh sesama polisi.
Untuk membunuh tentara pesaingnya.
Untuk melindungi cukong-cukong yang ngasih cuan.
Institusi Superbody
Di negara lain, polisi itu institusi administrasi negara sebagai bagian dari birokrasi sipil.
Maka ditaruh di bawah Kementerian Dalam Negeri.
Atau, di bawah Kementerian Hukum.
Jadi ada menteri sipil yang bertanggung jawab sehingga otoritasnya di bawah menteri yang sipil.
Tapi di Indonesia?
Polisi berdiri sendiri.
Sebagai lembaga superbody.
Kewenangannya merambah ke semua kementerian:
ke Kementerian Perhubungan, karena urusan lalu lintas,
ke Kementerian Keuangan, karena urusan pajak dan bea cukai,
ke Kementerian Pendidikan, karena urusan demo mahasiswa,
Ke Kementerian Kelautan karena ada keamanan laut,
Ke Kementerian Desa karena ada dana desa,
bahkan ke Kementerian Pertanian, kalau ada sengketa pupuk.
Singkat kata: polisi ada di mana-mana.
Tangan panjangnya menjulur ke segala sektor.
Superbody tanpa lawan tanding.
Rakyat pun bingung: Ka polisi ini menteri, menteri koordinator, atau perdana menteri. Institusinya setingkat menteri atau MPR lembaga tertinggi negara yang bisa ke mana-mana dan tidak bisa dikontrol?
Presiden-Presiden vs  Ka Polri
Tahun 1999--2000, Gus Dur mencoba mereformasi polisi.
Tapi disekak-star oleh jenderal-jenderal polisi.
Gus Dur keok, nyerah telak kepada Kapolri.
Megawati?
Bukannya mereformasi, malah memanfaatkan polisi untuk periode kedua.
Tetapi gagal total karena rakyat yang baru saja bereuforia reformasi memprotes dengan keras.
SBY?
Pilih jalan aman.
Status quo.
Tidak maju, tidak mundur, yang penting periode kedua aman Sulaiman.
Lalu Jokowi?
Makin gila.
Polisi benar-benar dijadikan alat kekuasaan politik dirinya.
Bukan dibikin civilization policing. Tapi diperkuat sebagai state policing: alat kekuasaan yang sah untuk menakuti, mengancam, dan membunuh rakyat demi kepentingan politiknya.
Dan kini, Prabowo ngajak duel dengan Kapolri.
Mau apa dia?
Serius kah
Atau hanya gimmick saja.
Nyerah telak kepada Kapolri sebagaimana Gus Dur?
Memanfaatkan polisi untuk periode kedua sebagaimana Megawati?
Mau status quo ala SBY?
Atau mau lebih gila daripada  Jokowi?
Pertandingan baru dimulai.
Rakyat harap-harap cemas.
Hasilnya seperti apa.
Bisa jadi penonton kecewa berat.
Karena pemenangnya Kapolri lagi.
Penonton tumpah ruah di lapangan.
Marah besar.
Atas nama reformasi polisi membasmi.
Rumah Sakit penuh orang bermata pedih karena terkena gas air mata.
Ibu-ibu menangis karena meratapi anaknya yang pulang tinggal nama.
Para aktivis HAM sibuk menengok orang-orang yang ditahan polisi.
Rakyat mendukung lagi Prabowo menjadi presiden periode kedua dengan suara 80%.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI