Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Analis aktuaria - narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan / Email: cevan7005@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Belajar dari Pemilu 2024, Mewujudkan Teknis Pemilu yang Lebih Baik di 2029

14 Februari 2024   19:22 Diperbarui: 15 Februari 2024   03:00 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panitia Pemungutan Suara (PPS) membantu pemilih untuk memasukkan surat suara saat simulasi pemungutan suara Pemilu 2024 di halaman Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Rabu (17/1/2024). Foto: KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN 

Penyelenggaraan pemilihan anggota legislatif yang dilakukan bersamaan dengan pemilihan presiden dan wakil presiden membuat surat suara yang harus dicoblos di Pemilu hari ini mungkin jadi yang terbanyak sepanjang sejarah, sampai lima surat jika daerah kita memiliki DPRD untuk kabupaten/kota. Banyaknya yang sudah membuat sebagian pemilih merasa lebih kompleks (atau dengan bahasa lainnya, ribet) di tengah kondisi yang juga kurang bersahabat karena sebagian wilayah Tanah Air dilanda banjir. Apa yang bisa ditingkatkan di hajatan pesta demokrasi ke depannya? Langsung saja dijabarkan poin-poinnya.

Pemilih masih bingung dengan teknis pencoblosan yang sah

Berbeda dengan pasangan calon pemimpin negara yang sedikit dan tentunya para pemilih sudah hafal nomor urut masing-masing, pemilu legislatif melibatkan calon yang lebih banyak, lembaga yang lebih banyak, dan warga tidak mengenal amat kecuali ada calon yang turun berkampanye menemui mereka, mengenal baik dan percaya pada calon tertentu, atau warga memang aktif mencari pilihan dengan melihat-lihat baliho di sekitar rumahnya dan melakukan riset sosok lebih lanjut. 

Kampanye di media membuat masyarakat mungkin jatuh hati pada sosok dari suatu partai yang bukan di calon anggota legislatif atau bukan peserta pemilu di dapilnya, tetapi kemudian dikonversi menjadi keinginan untuk memilih partai itu tanpa tahu sosok mana yang terbaik. Meskipun surat undangan Pemilu jelas memperbolehkan untuk mencoblos partainya saja, tetap kebingungan sah tidaknya hal ini masih terjadi sampai sesaat sebelum melakukan pilihan apalagi ketika tidak ada informasi ulang yang diberikan di TPS.

Demikian pula yang sudah punya pilihan sosok tertentu, bingung apakah harus mencoblos di nama atau nomor ketika sebenarnya keduanya diperbolehkan. Sosialisasi ke depannya perlu dilakukan lebih baik mengingat Pemilu adalah ajang sehari dalam lima tahun dan harus diakui, banyak di antara kita kurang membaca surat undangan Pemilu. Di luar TPS, poster panduan bisa diberikan sebagai petunjuk sebelum pemilih akan menyalurkan hak pilihnya.

Partisipasi Pemilu. Foto: dokumen pribadi
Partisipasi Pemilu. Foto: dokumen pribadi

Kertas suara Pemilu terlalu besar

Membuka kertas suara secara utuh, memeriksa keabsahannya untuk digunakan, mencoblos di posisi yang pas, dan melipatnya kembali menjadi lebih rumit ketika ukuran kertas suara Pemilu terlalu besar. Di satu sisi, ukuran baris untuk mencoblos calon anggota legislatif pas-pasan sehingga jika tidak hati-hati bisa keluar batas. 

Menulis kembali nama calon anggota legislatif atau bahkan menyertakan fotonya juga di surat suara menjadi tidak terlalu penting bagi mereka yang datang sudah dengan pilihan mantap, ketika mereka yang belum punya pilihan akan makin dibuat bingung di bilik suara dan memperlambat pergantian dengan pemilih lain. Padahal, informasi terkait nama, foto, nomor urut, dan tempat tinggal calon anggota sudah diberikan pada poster yang bisa dilihat sebelum masuk ke bilik suara. Situs web pun tersedia untuk riset sebelum hari Pemilu.

Kertas suara yang besar ini ujungnya membuat meja pencoblosan terasa kurang panjang dan panel bilik suara pas-pasan. Mencoblos posisi tertentu menjadi lebih merepotkan dan memakan waktu karena bantal pencoblosan yang kecil dan perlu menggerakkan surat suara. 

Ke depannya mungkin KPU dapat mempertimbangkan cukup memberikan nomor dan logo partai dengan nomor urut calon saja di bawahnya. Selain bisa menghemat ukuran surat suara, memudahkan pemilih, dan mengurangi biaya Pemilu, ini bisa mendidik pemilih untuk siap dengan pilihannya sebelum masuk ke bilik suara dan bukan baru menentukan pilihan instan di saat-saat terakhir sehingga waktu antre pun berkurang.

Tak perlu lagi memberikan surat undangan Pemilu secara fisik

Ke depannya, kita akan beralih ke identitas kependudukan digital alias tidak lagi mengandalkan KTP fisik. Kita berharap surat undangan Pemilu secara fisik juga nantinya bisa digantikan dengan surat undangan digital yang dikirimkan ke email atau nomor ponsel yang berkaitan dengan pemilih tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun