Mohon tunggu...
Cecep Gaos
Cecep Gaos Mohon Tunggu... Guru - Guru pecinta literasi

Guru Kota Padi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengembangkan Student’s Leadership Melalui Budaya Sekolah

11 November 2015   12:14 Diperbarui: 28 Maret 2017   07:00 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Kullukum roo’in wakullukum mas’ulun ‘an ro’iyyatihi yang artinya“Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu (pemimpin) akan dimintakan pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya”(Al hadis).

Hadis di atas menegaskan bahwa setiap individu adalah pemimpin. Pemimpin tidak hanya melekat pada seseorang yang memiliki jabatan, kedudukan, ataupun posisi yang lebih tinggi dari orang lain. Akan tetapi setiap individu manusia adalah pemimpin, minimal pemimpin untuk dirinya sendiri. Dengan demikian, label pemimpin pun melekat pada siswa sebagai seorang individu.

Stephen R. Covey (2008), seorang pakar kepemimpinan, berasumsi bahwa setiap anak atau siswa memiliki potensi besar yang unik, bakat yang harus dikeluarkan, dan kualitas kepemimpinan sejati. Menurut UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik atau siswa adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan diri mereka melalui proses pendidikan pada jalur dan jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Sedangkan menurut pendekatan sosial, siswa adalah anggota masyarakat yang sedang disiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang lebih baik.

Sebagai anggota masyarakat, dia berada dalam lingkungankeluarga, masyarakat sekitarnya, dan masyarakat yang lebih luas. siswa perlu disiapkan agar pada waktunya mampu melaksanakan perannya dalam dunia kerja dan dapat menyesuaikan diri dari masyarakat. Sementara itu, menurut pendekatan psikologis, siswa adalah suatu organisme yang sedang tumbuh dan berkembang.

Siswa memiliki berbagai potensi manusiawi, seperti: bakat, minat, kebutuhan, sosial, emosional, personal, dan kemampuan jasmaniah. Potensi-potensi itu perlu dikembangkan melalui proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah, sehingga terjadi perkembangan secara menyeluruh menjadi manusia seutuhnya. 

Setiap siswa mempunyai kekuatan untuk menjadi seorang pemimpin. Student’s leadership (kepemimpinan siswa) bisa dikembangkan melalui budaya sekolah. Budaya sekolah adalah tradisi, nilai, norma dan kebijakan yang menjadi acuan dan keyakinan suatu sekolah yang dikembangkan dan digunakan bersama melalui kepemimpinan kepala sekolah (Fisher: 2012).

Menurut Akhmad Sudrajat (2010) budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah.

Budaya sekolah dibangun atas dasar sistem-sistem nilai yang dianut oleh semua warga sekolah yang menjadi ciri khas. Oleh karenanya, dalam merancang cetak biru kepemimpinan diperlukan kebiasaan-kebiasaan yang menjadi budaya sekolah yang pada akhirnya menjelma menjadi sebuah model. Kebiasaan-kebiasaan baik yang mampu mengembangkan jiwa kepemimpinan siswa sangat diperlukan. Berkaca pada budaya sekolah yang dikembangkan oleh Sekolah Dasar A.B. Combs North Carolina Amerika Serikat, sebagaimana dikemukakan oleh Covey (2008:56-57) melalui model The Leader in Me, kebiasaan-kebiasaan yang dikembangkan mampu membantu siswa dalam menemukan kekuatannya sendiri untuk menjadi seorang pemimpin sesuai dengan bakat dan minatnya masing-masing.

Kebiasaan-kebiasaan yang dikembangkan dikenal dengan istilah The 7 Habits of Highly Effective People (Tujuh Kebiasaan Orang yang Sangat Efektif). Tiga kebiasaan pertama adalah Be Proactive atau Jadilah Proaktif, Begin with the End in Mind atau Mulai dengan Tujuan Akhir, dan Put First Things First atau Dahulukan yang Utama. Tiga kebiasaan pertama tersebut merupakan kombinasi yang dapat membantu siswa menjadi lebih mandiri. Ketiganya mencakup keterampilan manajemen waktu, keterampilan merencanakan, keterampilan menetapkan tujuan, dan keterampilan organisasi dasar lain yang penting untuk kemandirian, atau kepemimpinan diri.

Kebiasaan ketiga berikutnya adalah Think Win-Win atau Berpikir Menang-Menang, Seek First to Understand, Then to be Understood atau Berusaha Memahami Dulu, Kemudian Berusaha Dipahami, dan Synergize atau Wujudkan Sinergi. Ketiga kebiasaan ini mencakup wawasan mengenai cara berkomunikasi secara efektif dan cara menyeimbangkan keberanian dengan pertimbangan, serta cara memecahkan masalah bersama-sama.

Kebiasaan yang terakhir yaitu Sharpen the Saw atau Mengasah Gergaji. Kebiasaan ini meliputi semua kebiasaan lain dengan merangkul prinsip pembaruan. Ini adalah kebiasaan yang menjaga kebugaran guna menghadapi dunia masa kini di empat wilayah penting: fisik, sosial-emosional, mental, dan spiritual. Tujuh kebiasaan tersebut disusun berdasarkan urutan yang logis menjadi model progresif yang berurut.

Jiwa kepemimpinan sangatlah perlu ditanamkan dan dikembangkan sejak dini pada siswa. Peranan sekolah sangat vital dalam mengembangkan kepemimpinan siswa. Kepemimpinan siswa bisa dikembangkan melalui kebiasaan-kebiasaan yang diterapkan dalam budaya sekolah yang mampu menggali potensi dan bakat kepemimpinan dalam diri setiap individu siswa.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun