Mohon tunggu...
Carni Sitiani
Carni Sitiani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Memasak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tak Sekedar Telanjang: Filosofi Tubuh dalam Budaya Mentawai Kuno

30 Juli 2025   14:37 Diperbarui: 30 Juli 2025   14:37 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: pria Mentawai  mengenakan pakaian adat tradisional yang sederhana. Sumber: Dokumen pribadi: Carni Sitiani

Bagi sebagian orang luar, penampilan fisik suku Mentawai kuno sering dianggap "primitif" hanya karena mereka bertelanjang dada, bertato, dan hidup dekat dengan alam. 

Tapi pandangan semacam itu sesungguhnya terlalu dangkal. Ketelanjangan dalam budaya Mentawai bukanlah bentuk kemunduran, melainkan pernyataan filosofis yang dalam.

 Dalam kepercayaan tradisional mereka, tubuh adalah bagian tak terpisahkan dari semesta bukan hanya sebagai wadah jasmani, tetapi juga sebagai simbol keterhubungan antara manusia, alam, dan roh leluhur.

Dalam sistem kepercayaan Arat Sabulungan, manusia adalah bagian dari alam. Oleh karena itu, tubuh yang terbuka mencerminkan keterbukaan jiwa terhadap alam dan kehidupan. 

Tidak ada batas artifisial antara manusia dan lingkungan. Pakaian, dalam pandangan mereka, adalah sesuatu yang justru dapat mengganggu harmoni ini. 

Maka bertelanjang bukan berarti tak tahu malu, tetapi justru bentuk penghormatan terhadap kodrat manusia sebagai makhluk alamiah. Ketelanjangan menjadi simbol kejujuran tak ada yang disembunyikan, tak ada kepalsuan.

Lebih dari itu, tubuh juga menjadi media ekspresi budaya melalui tato. Tato Mentawai bukan sekadar hiasan, tapi narasi hidup yang tertulis di kulit. 

Setiap motif mencerminkan sesuatu kedewasaan, kemampuan berburu, hubungan spiritual, atau status dalam masyarakat. 

Proses pembuatannya pun tidak sembarangan; dilakukan secara tradisional dengan alat-alat alami, melalui upacara yang penuh makna. 

Dalam arti tertentu, setiap tubuh adalah sebuah buku terbuka yang menyimpan sejarah hidup pemiliknya.

Di tengah budaya modern yang kerap menindas tubuh dengan standar kecantikan, kosmetik, dan citra media sosial, filosofi tubuh orang Mentawai justru terasa membebaskan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun