Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Berani Berkata "Tidak" pada Senior, Solusi Toxic Positivity Trap

4 Agustus 2021   13:43 Diperbarui: 5 Agustus 2021   20:41 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berani katakan

Dinamika di tempat kerja sering berubah-ubah mengikuti perubahan situasi dan kondisi baik internal maupun eksternal perusahaan.

Perubahan sekecil apapun tentu saja memberi pengaruh kepada sistem kerja perusahaan secara keseluruhan.

Pengaruh yang ditimbulkan terhadap internal bisa baik atau buruk, seperti contoh biasanya berbentuk tekanan kerja, tambahan tugas, dan revisi target (goals).

Akibatnya team work diminta untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Termasuk kesediaan untuk bekerja dengan jam kerja lebih.

Nah, biasanya kondisi ini kerap memunculkan masalah baru di lingkungan unit kerja!

Masalah baru diantaranya; tensi kerja meningkat (ini sering menjadi penganggu kenyamanan pekerja), tim mengalami goncangan, adaptasi berjalan lamban.


Adanya tugas tambahan karena penetapan target-target baru yang sebelumnya tidak diprediksi membuat orang-orang harus menyiapkan energi ekstra untuk bekerja.

Sehingga, dan pada banyak kasus, karyawan senior sering kali "memanfaatkan" junior untuk menuntaskan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tugas/tanggung jawab mereka.

Pemanfaatan junior alias asas manfaat (begitu sering di-istilahkan), dengan tujuan memperalat tanpa aturan yang jelas orang lain termasuk tindakan keliru.

Perilaku senior itu mengatasnamakan kerjasama tim, padahal itu tanggung jawab individu (personal).

Trik tersebut digunakan untuk mengelabui junior, seolah-olah perintah senior wajib dilaksanakan tanpa ada pertanyaan mengapa, bagaimana, dan seterusnya.

Mungkin bagi sebagian junior yang merasa takut akan langsung melaksanakannya tanpa tedeng aling-aling. Manut tanpa nuntut apapun.

Saking takutnya, sampai-sampai tugas pokok sendiri ditinggalkan demi memenuhi keinginan senior yang tidak peduli pada beban tugas junior nya.

Lalu bagaimana menyikapi ambisi senior seperti itu?

Langkah pertama dan terpenting yaitu memahami situasi dan kondisi diri saat itu. Apakah kita dalam keadaan free atau keteteran dengan beban tugas sendiri.

Sehingga ada dua kemungkinan pilihan sikap yang dapat dipertimbangkan untuk merespons keinginan senior tadi agar adanya win-win solution.

Sikap pertama adalah menerima keinginan senior untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawab dia oleh kita (baca: junior).

Sikap ini tentu sangat menyenangkan senior apalagi jika senior yang malas bekerja, tidak bisa bekerja, dengan sejuta alasan.

Sebab di jaman sekarang banyak senior yang beralasan gagap teknologi sehingga menjadi hambatan dalam menyelesaikan pekerjaan nya.

Apalagi jika senior di kantor itu tergolong generasi x atau kelahiran 80-an kebawah. Seperti di lingkungan kantor pemerintah banyak PNS yang sudah berusia mature sedang beban kerja tidak memperhatikan faktor usia.

Begitu pula di sekolah-sekolah banyak guru-guru senior yang lebih sering mengelak pekerjaan dan melimpahkan ke guru muda dengan alasan tidak bisa teknologi.

Maka bila sikap junior menerima berarti tidak ada masalah. Namun konsekuensi nya adalah pekerjaan menjadi bertambah (double job). Sementara pendapatan tidak bertambah.

Boleh jadi, hitung-hitung membantu senior dan mengumpulkan amal untuk akhirat dengan menolong orang lain.

Tapi bagaimana jika "pemaksaan" oleh senior?

Disini lah junior harus berani menolak dan berkata tidak!

Keberanian untuk berkata tidak bukan berarti membangun permusuhan dengan rekan kerja, apalagi dengan senior.

Bagaimana pun hubungan kerja sama junior-senior itu dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.

Akan tetapi untuk kebutuhan profesional.

Maka sikap jelas junior untuk menolak pekerjaan yang bukan tanggung-jawabnya merupakan bentuk menjaga integritas dihadapan senior yang malas bekerja.

Jadi tidak ada kesalahan apabila sikap penolakan yang seperti itu dilakukan, sepanjang tidak menyinggung etika dan perasaan senior sebagai "kakak kelas".

Jika pun senior tidak suka, itu lumrah dan wajar sebagai manusia.

Kata orang bijak, manusia itu tergolong makhluk pemangsa. Sifatnya suka menaklukkan orang lain untuk tunduk dibawah kekuasaan dan kendalinya.

Oleh karena cocok dengan beragam opini kompasianer, tidak selalu harus atau serba positif.

Sekali-sekali perlu juga bersikap negatif untuk kebaikan diri meski terpaksa agar emosi lebih seimbang.

Mengungkapkan apa yang tidak disukai pada orang lain bukanlah kesalahan. Justru itu akan menjadi sebuah sikap terbuka agar orang mengenali kita.

Begitu pula kita tidak perlu terjebak pada Toxic Positivity (Toxic Positivity Trap) agar selalu terlihat positif di mata orang lain.

Padahal hanya semu atau penuh dengan keterpaksaan. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun