Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Hal yang Tidak Menyenangkan sebagai Karyawan Tetap

15 Oktober 2018   14:54 Diperbarui: 15 Oktober 2018   15:28 931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: fingerspot.com

Dunia ini memang aneh, kadang orang sebut gila alias edan. Kalimat itu meluncur dari mulut seseorang bukan tanpa dasar. Aneh maksudnya sesuatu yang jarang terjadi atau langka. Sedangkan edan bin gila, karena sesuatu yang terjadi seakan-akan di luar nalar manusia sehat.

Itulah patron kalimat aneh, edan alias gila yang diucapkan oleh orang-orang. Berarti pula kejadian seperti itu pernah terjadi atau bahkan sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga kalimat aneh, gila alias edan sudah menjadi lazim untuk menggambarkan sebuah peristiwa.

Kalau begitu sebut saja konteks judul tulisan ini. Kata mereka, aneh! Kok ada pula perasaan tidak senang ketika sudah menjadi karyawan tetap pada sebuah perusahaan atau kantor misalnya. Bukankah seharusnya orang menjadi tenang dan damai hidupnya karena tidak perlu repot-repot lagi mencari kerja? Hmm, itulah kelirunya orang-orang yang berpikir seperti demikian.

Tapi baiklah, sementera belum ada argumentasi lain, pendapat di atas kita terima dulu. Tapi apakah benar karyawan tetap merupakan sebuah ikatan yang menyenangkan? Jawabannya, belum tentu. Artinya sangat tergantung siapa orangnya, kerja di perusahaan apa, jam kerjanya bagaimana, tanggung jawabnya sebesar apa, resikonya,  karirnya, dan macam varibel lain yang saling tergantung.

Ambillah satu contoh, misalnya siapa orangnya yang bahagia karena status karyawan tetap. Terus terang memang kebanyakan orang yang mencari kerja ingin statusnya jelas, bahkan sesegera mungkin dapat menjadi pegawai tetap. Capek cari-cari kerja baru kalau misalnya sebagai karwayan kontrak, honorer atau status yang tidak jelas apalagi.

Jadi dengan status pegawai tetap berarti posisinya aman, begitu asumsi kebanyakan orang. Barangkali ada juga yang berpikir kalau sudah karyawan tetap tidak ada pemutusan hubungan kerja, dapat tunjungan macam-macam, dan fasilitas lainnya sebagai hak karyawan. Oke, bolehlah jika itu benar-benar diberikan oleh perusahaan pemberi kerja. Tapi apa semua perusahaan mempunyai standar yang sama? Tidak!

Bagi saya pribadi menjadi karyawan lepas justru lebih membahagiakan daripada karyawan tetap dengan jam kerja yang ketat. Sebagai freelancer, waktu dan jam kerja bisa kita atur sendiri. Paling sekali-sekali perlu menyesuaikan saja dengan kebutuhan dan tuntutan pekerjaan. Dan biasanya bersifat temporer.

Bekerja lepas bagi saya lebih memacu kreativitas dan produktivitas. Karena pikiran kita juga tidak tertekan oleh struktur organisasi yang kadang-kadang terjadi konflik interest. Dengan begitu banyak ide yang muncul dari pikiran kita yang merdeka dari "perbudakan" atasan. Ya, karena freelancer yang bekerja sebagai profesional seringkali menjadi self employee.

Produkvitas juga menjadi prioritas, hal ini karena berkaitan dengan revenue yang diterima. Nah, jika kita bekerja sendiri tentu seluruh pendapatan menjadi target sendiri pula. Bukan berarti bahwa bekerja lepas orang yang sulit berbagi atau egois, bukan. Justru pekerja lepas itu mereka memberikan seluruh waktunya kepada orang lain secara bebas. Kapan saja dan di mana saja go on.

Dan yang paling penting bekerja mandiri atau bukan pegawai siapa-siapa, membuat hidup menjadi lebih bertanggung jawab terhadap apa yang kita kerjakan. Juga dapat membagi waktu untuk berbagai kepentingan, baik untuk kerja, waktu untuk keluarga, bahkan waktu bersosialisasi. Semua bisa dikondisikan sesuai kebutuhan.

Namun berbeda halnya dengan status karyawan tetap. Apalagi jika masih pada posisi staf, hidup seseorang di kantor di bawah kendali atasan. Sikapnya selalu dituntut untuk manut dan taat pada atasannya melebihi kepatuhannya kepada suami atau orang tua mereka sekalipun. Tidak percaya? Buktikan saja sendiri.

Namanya bawahan harus bisa diatur-atur. Dasarnya sih manajemen, dengan alasan manajerial itulah karwayan tetap level rendah dikendalikan sesuai keinginan perusahaan dan atasannya. Bayangkan kalau pikiran kita saja sudah tidak bebas berpikir karena dibatasi oleh SOP dan ribuan aturan yang berlaku. Suntukkan?

Wah, sungguh tidak enak banget. Mau membantah dianggap tidak memiliki etika, menolak perintahnya berlaku pasal melawan atasan dengan sengaja dan berencana, yang hukumannya berat loh.

Lalu, ya memang tidak ada pilihan. Para manajer kadung terdoktrin oleh teori manajemen yang pernah ia pelajari dan tanpa peninjauan ulang, apalagi penyesuaian. Yang ada hanyalah menerapkan mentah-mentah konsep manajemen tersebut.

Sehingga kehidupan di sebuah kantor, organisasi, perusahan ibarat dunia robotik berjalan. Manusia diikat dengan sistem yang membuat mereka bergerak ke satu arah sesuai keinginan pemegang remote. Lihatlah betapa banyak orang kemudian jenuh, stress, bahkan hilang akal sehat saat menjalani sebuah tuntutan pekerjaan. Pernahkah kita berpikir kenapa?

Hal lainnya yang membuat tidak enak menjadi karyawan tetap, manakala terjadi persaingan tidak sehat didalamnya. Prinsip anak tiri dan anak kandung mulai berlaku. Biasanya dimulai dari kebijakan sang atasan yang cenderung membela karyawan yang disukainya secara tidak profesional. 

Kinerja secara objektif sering tidak diketahuinya. Atasan yang egois dan goblok seperti ini hanya mementingkan dirinya sendiri. Ia sering menyandarkan harapannya pada orang lain sesuai nafsu ia saja. 

Akibatnya para staf yang benar-benar bekerja menjadi tidak terlihat dimatanya. Justeru orang lain yang dia berikan apresiasi. Sungguh ini kondisi paling tidak menyenangkan sebagai karyawan tetap. Sebab, mundur salah, bertahan pun menderita.

Inilah soal duka cita berstatus pegawai atau karyawan tetap yang tidak lagi merdeka menentukan hidupnya di kantor. Hampir tidak ada ruang untuk mengekpresikan keinginan pribadi dalam sebuah perencanaan perusahaan. Semuanya harus tunduk pada komitmen yang ada dan disepakati walaupun bukan hasil konsensus bersama.

Meskipun begitu tidak semua pula terdapat hal-hal yang tidak menyenangkan sebagai karyawan tetap. Mungkin saja pengalaman dan pandangan orang lain justru sebaliknya. Tidak enak menjadi tenaga kerja lepas, karena gajinya tidak tetap. Nah bisa jadikan? Jadi apa yang saya tuangkan ini hanya sebagai suatu perspektif.

Kesimpulannya, memang ada positif dan negatif jika menjadi karyawan tetap sebagaimana pula halnya sebagai tenaga kerja lepas atau freelancer. Semuanya terserah kepada orang yang menjalaninya.

Salam***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun