Mohon tunggu...
Candra Permadi
Candra Permadi Mohon Tunggu... r/n

r/n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Draft NBA 2025, Panggung Para Pemain Muda Bisa Nembak

16 Juli 2025   22:25 Diperbarui: 19 Juli 2025   12:11 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam permainan basket NBA belakangan, seorang point guard serbabisa,  yang rata-rata bertinggi mendekati 198 cm (atau lebih), pada dasarnya menjadi pelayan seorang big man jago ngeblok (yang biasanya juga otomatis jago ngedunk) plus tiga pemain yaitu shooting guard, small forward, dan power forward yang rata-rata dituntut untuk bisa menutup ruang gerak pemain lawan mulai dari area tiga angka, memotong umpan pemain lawan, menusuk, bergerak menyelinap tanpa bola di antara penjagaan pemain lawan, mengumpan, menembak, menyelesaikan serangan di bawah jaring, bahkan mungkin mengeblok bola seperti tugas borongan para point guard serbabisa tadi. Bahkan jika postur dan skill mendukung, big man  yang rata-rata bertinggi antara 208-213 cm (bahkan lebih) juga bisa ikut bermain di lima posisi sekaligus seperti empat pemain lainnya, sebagaimana peran Victor Wembanyama (221 cm) atau rookie NBA tahun ini Cooper Flagg (206 cm) yang digadang-gadang (oleh para pengamat dan penikmat pertandingan basket) setidaknya meraih satu cincin juara NBA, bahkan sebelum pemain yang bersangkutan melakoni pertandingan NBA pertamanya, sepanjang pemain yang bersangkutan mampu menjaga kebugaran dan sikap/ profesionalitas di dalam dan luar lapangan (berikut tim mereka masing-masing).

Potensi permainan cair ala Bub Carrington (7), Kyshawn George (18), Alex Sarr (20) dan rookie Tre Johnson (12), dan Will Riley

Menariknya, meski narasi cenderung berpihak pada para pemain yang beberapa waktu lalu akrab disebut unicorn tersebut (karena keunikan skill dan postur pemain yang bersangkutan), para pemain yang cenderung mampu beradaptasi dengan perkembangan permainan NBA dari waktu ke waktu justru adalah para pemain yang senantiasa mengasah kemampuan menembak, berikut kemampuan membaca permainan dan pergerakan pemain lawan sebagaimana para pemain yang menjadi wajah draft NBA 2009 seperti Steph Curry, James Harden, Jrue Holiday, atau Demar DeRozan, meski harus diakui umpan-umpan memikat ala Ricky Rubio dan permainan komplet ala Blake Griffin, yang boleh jadi menjadi cikal bakal permainan ala unicorn, turut memberi warna tersendiri bagi permainan basket secara umum, bahkan hingga sekarang.

Ikoniknya beberapa draft NBA, termasuk angkatan 1996 (yang diwakili Allen Iverson, Kobe Bryant, Steve Nash, Ray Allen, atau Peja Stojakovic), 2003 (dengan Lebron James, Carmelo Anthony, dan Dwyane Wade-nya) atau 2009 justru menggambarkan bahwa para pemain yang permainannya mampu berkembang dari tiap draft cenderung tidak banyak. Antara lima sampai delapan pemain tiap angkatan terbilang cukup bagus lantaran kebanyakan lebih sering kurang dari itu, bahkan sebelum draft NBA dibatasi menjadi hanya dua putaran sejak tahun 1989, di mana tiap tim berhak memilih dua pemain sepanjang draft tim bersangkutan tidak terbang ke tim lain sebagai bagian transaksi pertukaran pemain atau pertukaran urutan draft seperti lima draft yang dimiliki Brooklyn Nets musim ini yang dua di antaranya didapatkan dari New York Knicks dan Houston Rockets. 

Tidak seperti kebiasaan tim NBA belakangan pada umumnya, alih-alih digunakan sebagai alat tukar untuk mendatangkan pemain yang lebih matang atau setidaknya sebagian ditukarkan dengan draft tahun(-tahun) mendatang dari tim lain, kelima draft tersebut justru digunakan Nets untuk mendatangkan lima rookie sekaligus yang sekilas sama-sama bertipe playmaker dengan finishing prima (kecuali mungkin big man jangkung Danny Wolf yang juga bisa jadi secondary playmaker sekaligus screener  berkat postur, visi dan jump shot lumayan), yang meski terkesan kurang jago tembak, kelimanya, di atas kertas, bisa langsung berkontribusi di atas lapangan sejak hari pertama kompetisi tanpa ekspetasi berlebihan yang rata-rata disematkan pada para draft awal NBA, termasuk juga musim ini, yang rata-rata masih perlu mengasah beberapa skill potensialnya.
Kebetulan, meski tidak sepenuhnya sama, Nets pernah melakukan hal serupa lewat beberapa pemain relatif muda yang turut memperkuat tim tersebut pada musim 2017-18 seperti Jarret Allen (Cleveland Cavaliers), Caris LeVert (Detroit Pistons), D'Angelo Russel (Dallas Mavericks), atau Spencer Dinwiddie (Charlotte Hornets), yang meski akhirnya dilepas juga, misal Russel yang dikirim ke Golden State Warriors demi mendapatkan jasa superstar Kevin Durant (2019), keempat atau setidaknya tiga nama terakhir, meski tidak selalu menonjol,  sudah bertualang, minimal sebagai pemain cadangan rutin produktif setidaknya pada dua tim berbeda, sebelum sama-sama bermain untuk tim baru musim depan. Terlebih sebagai tim muda, kepingan komposisi pemain Nets belum selengkap tim-tim yang memulai proses peremajaan tim lebih awal, meski boleh jadi Nets juga terinspirasi oleh gaya permainan Indiana Pacers yang diperkuat banyak pemain bertipe serupa, yang skema permainannya, setidaknya sudah diperlihatkan Nets, selama kompetisi Summer League (yang sedang berlangsung saat ini). 


Terlepas dari itu semua, meski tidak selalu, sejauh berada di papan bawah, tim-tim yang kerap mendatangkan pemain dengan postur dan/atau gaya permainan yang khas, seperti halnya Nets, (kadang) Orlando Magic, Charlotte Hornets atau Washington Wizard kerap menjadi penyumbang pemain bagi tim-tim kompetitif untuk melengkapi kepingan permainan yang dibutuhkan, dengan istilah seller untuk tim yang melepas pemain yang menjadi incaran, serta buyer untuk tim yang kelak mendatangkan pemain yang menjadi incaran tersebut. 

Kuncinya tinggal niat awal. Apakah tim-tim tersebut sedari awal memang berniat menjadi seller (para rookie) dari awal seperti halnya Nets era rookie Jarret Allen cs atau "terpaksa" menjadi seller lantaran penampilan pemain kelak justru lebih matang ketimbang penampilan tim itu sendiri seperti halnya para alumni tim papan bawah yang rata-rata tampil konsisten setidaknya di babak semifinal (final wilayah) NBA sebagai role player atau rotasi rutin tim bersangkutan. #CalebMartin #PJWashington #BobyPortis 

Rekan sekaligus penerus Rudy Gobert di Minnesota Timberwolves dan timnas Perancis

Kehadiran para pemain yang gaya bermainnya dibutuhkan nyaris seluruh tim NBA seperti halnya para alumni dan rookie Nets tadi, terutama pada tim-tim kompetitif membuat para pemain muda kurang mendapat jam terbang seperti halnya pemain Detroit Pistons, Ron Holland (draft NBA no. 5, 2004) atau duo Houston Rockets, Reed Sheppard (2, 2004) atau Cam Whitmore (20, 2003) yang pindah ke Washington Wizard demi mendapat kesempatan bermain lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun