Mohon tunggu...
Geovanny Calvin Pala
Geovanny Calvin Pala Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pencinta dan penggiat sastra. Berbekal ilmu Filsafat yang telah ia rampungkan di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero, ia kini mengajar di SMAS Seminari San Dominggo Hokeng. Penggemar karya-karya Ayu Utami ini mengisi waktu luangnya dengan menghasilkan berbagai tulisan di media-media. Baginya, menulis bukan merupakan usaha untuk mencari isi kebenaran, melainkan untuk melatih cara berpikir demi mendekati kebenaran.

Seorang pencinta dan penggiat sastra. Berbekal ilmu Filsafat yang telah ia rampungkan di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero, ia kini mengajar di SMAS Seminari San Dominggo Hokeng. Penggemar karya-karya Ayu Utami ini mengisi waktu luangnya dengan menghasilkan berbagai tulisan di media-media. Baginya, menulis bukan merupakan usaha untuk mencari isi kebenaran, melainkan untuk melatih cara berpikir demi mendekati kebenaran.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Si Botak yang Bero(n)tak

3 Desember 2019   09:12 Diperbarui: 3 Desember 2019   09:22 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
clipart-library.com

Si botak bero(n)tak

Semoga helai-helai gugur si botak tak senilai gugur helai amarahnya

Rambut yang dulu berpintal-pintal ikal dan kini tak berbekal,

tanggallah sudah sutra milik otak

Si botak berotak, merindu sejumput yang bertabur di tanah

Tempat kemarin kutemukan berpunuk helai kegeraman sisa cukuran penjagal

Tak juga muram durja, ia pun berontak....

Ke mana rerumputan ikal itu?

Kerimbunan yang sempat basah oleh ketuban dan diusap oleh makhluk tak botak beralfabet "i"..."b"..."u"

Si botak berotak memandang siang yang menanak ubun dan otak

Segundul itulah kemarahannya, sebab nasibnya adalah sebuah rindu pada helai yang tak kunjung pulang

Semalam suntuk ia tak mampu tidur memikirkan cibiran anak-anak kampung sebelah

Otaknya telanjang, klinis, berkilat.......

Lihat, busana ubun-ubunnya tersingkap,

Bagai punya kelamin di atas kepala, ditumpangkanlah telapak menutupi ubun, terbirit menyisir gang-gang desa

Kini dipungutlah helai-helai geram-keram menghinggapi otak

Si botak pun berontak karena berotak

(Bilik kata, Nitapleat, 20 November 2019)

Penantian Pena

Pagi yang kental, selepas malam menyantap lelah

Kubangunkanmu dengan sebatang pena

Sebab kaulah itu tulisan yang belum pula tertulis

Sejak pena belum bergegas,

Seperti itulah rupa rinduku,

Kau ganjil yang belum tergenapi, sabda yang belum menjelma

Hidupku adalah mimpi-mimpi tentangmu

Sukmamulah yang kukejar di ujung keringat lelah pikiran

Dengan peluh nan limbung

Hingga pelupuk menunduk,

Tak kunjung kau terbentuk

Sebab rinduku menembus malam-malam suntuk,

Sangkarkan kau di atas lembar-lembar penantian................

(Bilik kata, Nitapleat, 20 November 2019)

Pecandu Kebebasan

Pekik buruh di Senin gemuruh

berduyun-duyun pejuang keluar dari sunyi desa

dengan bambu di tangan dan candu di dada

pedih perih tak buat terantuk

sebab kebebasan adalah candu tanpa pemberhentian

ia kegaduhan di tengah senyapnya bilik-bilik pabrik batu

ratapan ibu-ibu di antara sorak tawa pasar....

cacian remaja kumuh melawan anak-anak berseragam klinis

Lamat-lamat.... batu, besi, dan kayu berdesing hengkang dari kepalan-kepalan para pencandu

Dengan jengah, seorang pejuang bertitah: "Candu atas kebebasan adalah candu atas penindasan baru".

(Nita, 20 November 2019)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun