Mohon tunggu...
Calvin JordanSimanjuntak
Calvin JordanSimanjuntak Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Swasta D.I.Yogyakarta

Mahasiswa, D.I.Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Budaya Sapaan, Kenali Dulu Budayanya Agar Tidak Shock

29 September 2020   23:20 Diperbarui: 27 Mei 2021   11:48 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenali Dulu Budayanya Agar Tidak Shock (ABC)

"Budaya sapaan selalu diajarkan oleh orang tua kita. Budaya sapaan masuk dalam salah satu bentuk tata krama dalam bersikap."

Di Indonesia terdapat banyak jenis budaya sapaan yang berasal dari berbagai daerah; Akang, Teteh, Aa (Sunda); Mas, Mba, Pakdhe, Budhe (Jawa), Babe, Enyak, Engkong (Betawi). 

Beragam jenis sapaan itu bertujuan untk menghormati orang yang lebih tua dari kita. Di negara lain terdapat hal sejenis yaitu keigo. Menurut Terada (1984), Orang Jepang menyebut keigo sebagai bahasa yang mengungkapkan rasa hormat terhadap lawan bicara atau orang ketiga (Iqbal, 2018). 

Sementara orang barat sering sekali memanggil orang yang lebih tua dengan panggilan nama saja. Namun bukan berarti cara tersebut salah. Hal di atas di sebut dengan kesantunan dalam berbahasa, yang terkadang menimbulkan perbedaan persepsi mengenai santun atau tidak penggunaan bahasa di dalam suatu negara. 

Kesantunan (politeness) dalam berkomunikasi adalah hal-hal yang berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan bentuk kebahasaan dan cara berbahasa tertentu yang dianggap dan disepakati sebagai bentuk dan cara yang sopan oleh suatu masyarakat tutur (Rahayu, 2017).

Baca juga : Sapaan Menjadikan Seseorang Itu Berarti

Persepsi

Saat kita pertama kali berkunjung ke luar negeri dan menemukan orang berbicara dengan orang yang lebih tua hanya menggunakan nama saja, mungkin kita akan kaget. 

Hal tersebut wajar biasanya kita memanggil baik orang yang lebih tua maupun orang asing menggunakan sapaan seperti mas, mba, pak, bu, teteh, akang, aa dan sebagainya. 

Alasan yang dapat memperkuat hal tersebut adalah perbedaan budaya, budaya Indonesia selalu mengajarkan untuk memanggil orang yang lebih tua dengan sapaan baik Pak, Bu, Mas, maupun Mba. 

Kalau begitu berarti salah dong? Jawabannya tidak. Orang Indonesia memandang itu salah karena budaya mereka tidak mengajarkan itu, sedangkan budaya mereka mengajarkan hal tersebut sehingga wajar mereka melakukannya. Hal tersebut yang di sebut persepsi.

Baca juga : Persepsi, Sensasi, dan Atensi

British author and scholar, C.S. Lewis, has provided a more practical view of perception, and one that introduces the role of culture: “What you see and what you hear depends a great deal on where you are standing. It also depends on what sort of person you are.” (Samovar, Porter, McDaniel, & Roy, 2017).

Persepsi dapat dikatakan sebagai cara melihat dunia dan di sini budaya ikut berperan juga. Hal tersebut sesuai dengan maksud C.S. Lewis, apa yang kita lihat dan apa yang kamu dengar tergantung pada di mana kamu berdiri atau kita akan mendapat informasi yang sesuai dengan tempat kita berdiri hal itu dapat membentuk kita seperti apa. 

Melihat hal tersebut wajar saja orang Indonesia akan terlihat sedikit kaget melihat cara orang barat berkomunikasi dengan orang yang lebih tua darinya. 

Culture Shock mungkin hal tersebut menggambarkan mengapa orang mengganggap perbedaan cara menyapa berarti salah. Kita mungkin kaget dan seolah merasa hal tersebut lancing padahal hal tersebut wajar di sana.

Para advokat yang mendukung langkah ini yakin jika memanggil guru langsung dengan namanya maka akan menciptakan hubungan yang lebih pribadi, menghilangkan batasan bahasa, dan menempatkan siswa dalam posisi yang lebih baik untuk bertanggung jawab atas kegiatan belajar mereka sendiri, serta merasa lebih percaya diri untuk bertanya pada orang dewasa (Nursalikah, 2018).

Baca juga : Apa Itu Realitas? Antara Persepsi atau Konstruksi?

Mungkin peristiwa tersebut dapat menggambarkan alasan mengapa mereka memanggil orang yang lebih tua dengan nama secara langsung, yaitu ingin lebih dekat dan tidak ingin terkesan membatasi relasi. Jadi jangan menganggap hal itu salah dan kita perlu mengerti terdapat perbedaan cara dalam menyapa di dunia.

Daftar Pustaka

Iqbal, C. I. (2018). BUDAYA KOMUNIKASI DALAM MASYARAKAT JEPANG CULTURAL COMMUNICATION IN JAPANESE SOCIETY. WALASUJI, 9(1), 113-127. Retrieved from https://jurnalwalasuji.kemdikbud.go.id/index.php/walasuji/article/download/25/11

Nursalikah, A. (2018, Februari 1). Home>News>Internasional. Retrieved from Republika.co.id: https://republika.co.id/berita/internasional/abc-australia-network/18/02/01/p3h1un366-australia-bolehkan-murid-panggil-langsung-nama-gurunya

Rahayu, T. (2017). Kesantunan Berbahasa sebagai Cerminan Karakter Bangsa. Journal of Language learning and Research (JOLLAR), 1(1), 24-31. Retrieved from https://journal.uhamka.ac.id/index.php/jollar/article/view/1243

Samovar, L. A., Porter, R. E., McDaniel, E. R., & Roy, C. S. (2017). Communication Between Cultures (9 ed.). Boston: Cengage Learning.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun