"Lanjut lah.. Cerbungnya seru!"
"Lanjut!"
Semangat semakin membara mengaliri sukmaku!. Bukan hanya menulis di akun, aku juga menulisnya di buku kosong dengan pensil (agar kalau salah bisa dihapus). Khusus dibuku tulis, agar dibaca oleh teman-teman di sekolah. Kemudian, aku membiarkan mereka menulis kritik dan saran dihalaman buku bagian belakang.
Tragedi memalukan terjadi. Salah seorang temanku di sekolah. Saat guru sedang menjelaskan materi pelajaran, justru ia malah asyik membaca buku cerita mahakarya ku. Ia menyelipkannya di loker bawah meja kelas. Awalnya, bapak guru hanya mengabaikannya saja karena tidak ketahuan. Mak jegageg! Kau ketahuan. Pak guru meminta bukunya. Temanku yang kampret harus memberikannya mau tidak mau. Pak guru pun membacanya.Â
"Oalah... Ini yang bikin bukunya Nahdiya Purnama toh?"
Aku hanya meringis menahan malu. Pak guru tidak marah, kemudian ia mengembalikan bukunya pada temanku. Syukurlah! Teman-teman yang begitu antusias. Kadang kala, saat benakku mulai buntu dan mampus, aku meminta saran lanjutan ceritanya.
"Lanjutannya kira-kira enaknya gimana ya?"
Ada yang menanggapinya, ada pula yang hanya diam tak berkutik. Waktu demi waktu semakin berputar, trend kian memudar dan lenyap. Kini, buku ceritanya ikutan lenyap pula. Ia hilang entah kemana. Padahal, aku sudah membuatnya. Menjadi lebih dari 10 lembar buku dengan 100% tulisan tanganku sendiri. Serta, terdiri dari lebih dari lima judul cerita, sayang sekali!.
Memasuki SMA, aku mempunyai banyak kenalan di sekolah. Rata-rata dari mereka adalah anak kelas bahasa. Mereka suka membaca novel dan membuat puisi. Aku kerap melihat mereka memposting seperti kata-kata bijak dan puisi di media sosial. Pada masa ini, media sosial yang paling digandrungi adalah Facebook. Aku membaca beberapa puisi yang mereka posting di Facebook. Aku takjub! Mereka dapat merangkai kalimat-kalimat dengan estetik dan menyusunnya menjadi satu karya.
Aku tertarik untuk mencobanya. Meski masih menggunakan kalimat-kalimat yang mudah dipahami banyak orang. Lama-lama, aku semakin tertarik untuk mempelajari puisi lebih mendalam, terkait struktur penulisannya. Sejak saat itu hingga kini, menulis karya sastra menjadi hobiku. Paling sering aku menulis puisi. Menulis puisi bagai kias isi sanubari dan benak. Aku tidak bisa hidup tanpa puisi. Puisi telah menyatu dalam urat nadiku.
-TAMAT-