Impairment dalam praktik keuangan negara dan korporasi modern menjadi langkah penting yang harus dilakukan sebelum penghapusan buku dan penghapusan tagih atas suatu aset.Â
Konsep impairment merujuk pada penurunan nilai tercatat aset ketika nilai tersebut tidak lagi dapat dipulihkan, akibat perubahan kondisi pasar, kinerja operasional, atau faktor ekonomi eksternal lainnya.
Baca juga:
- Regulatory carve-out: Keuangan Negara dalam UU BUMN NO. 1/2025, Hak Istimewa dan Administrative Regime
- Kebijakan Strategis ESG BUMN dan Relevansinya dengan Prinsip-prinsip Corporate Governance
- Ujian Kemandirian BUMN
- Larangan Benturan Kepentingan Tapi Bukan Penyelenggara Negara
- Tugas Mulia Danantara Mewujudkan Demokrasi Ekonomi (Bag.1)
- Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KNyD), Legenda Keuangan Negara (Bag.1)
Impairment ini sejalan dengan prinsip kehati-hatian (prudence) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Keuangan Negara, yang mana akuntansi keuangan negara dan pengelolaan aset diwajibkan untuk mencerminkan nilai wajar berdasarkan informasi terbaru yang relevan dan dapat diandalkan.Â
UU ini menegaskan bahwa entitas pengelola keuangan negara, termasuk Badan Usaha Milik Negara, wajib mengakui dan mengukur aset serta liabilitas berdasarkan substansi ekonominya, bukan semata-mata formalitas hukumnya.Â
Dalam konteks tersebut, impairment berfungsi sebagai instrumen pertama untuk memastikan bahwa laporan keuangan memberikan gambaran yang jujur dan wajar tentang posisi keuangan.
Impairment berbeda secara mendasar dari hapus buku dan hapus tagih. Saat impairment dilakukan, aset masih tercatat di neraca, namun nilainya sudah disesuaikan berdasarkan estimasi nilai yang dapat dipulihkan.Â
Ini adalah langkah konservatif yang mengantisipasi potensi kerugian. Sebaliknya, hapus buku merupakan tindakan akuntansi untuk mengeliminasi aset dari neraca karena manfaat ekonominya dianggap sudah sepenuhnya hilang.Â
Setelah hapus buku, jika ada keputusan manajemen atau peraturan yang membebaskan debitur dari kewajiban pembayaran, maka terjadi hapus tagih.Â
Dalam kerangka pengelolaan keuangan negara berdasarkan UU 1/2025, setiap tahapan ini harus didukung oleh analisis risiko, penilaian independen, dan persetujuan otoritas berwenang, untuk menghindari terjadinya moral hazard, manipulasi laporan keuangan, atau kerugian yang tidak perlu.
Salah satu peristiwa yang menariik dalam Teori Akuntansi adalah tentang praktik perusahaan-perusahaan besar, seperti Enron dan WorldCom, yang gagal melakukan impairment terhadap aset tidak berwujud dan investasi mereka secara tepat waktu.Â