Mohon tunggu...
Ruslan Effendi
Ruslan Effendi Mohon Tunggu... Akuntan - Pemerhati Anggaran, Politik Ekonomi, Bahasa

Penulis pada International Journal of Public Administration

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Paradoks Otonomi: Tatkala Kebebasanmu Itu dalam Kebebasanku

20 November 2020   08:13 Diperbarui: 20 November 2020   08:23 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paradoks. Foto kiri: http://www.disiniajatempatnya.com, kanan: http://patersan.blogspot.com

Otonomi daerah di Indonesia menarik untuk direnungkan. Otonomi yang oleh beberapa ahli disebut otonomi big bang memiliki konsekuensi dengan berbagai penyesuaian. Penyesuaian-penyesuaian ini saya sebut sebagai bentuk perubahan sosial yang dapat dilihat dari penggunaan bahasa.

Mengapa tertarik dengan penggunaan bahasa? Pada masa sekarang ini bermacam-macam individu bekerja dalam berbagai disiplin ilmu mulai mengenali cara-cara di mana perubahan dalam penggunaan bahasa terkait dengan proses sosial dan budaya yang lebih luas, dan  karenanya mulai menghargai pentingnya menggunakan analisis bahasa sebagai  metode untuk mempelajari perubahan sosial. Bahasa itu menandakan realitas di pengertian mengkonstruksi makna untuk itu, bukan wacana dalam hubungan pasif dengan realitas, dengan bahasa hanya mengacu pada objek yg dianggap diberikan dlm kenyataan. 

Nah kemudian muncul analisis wacana yang disebut analisis wacana kritis (AWK). Pendekatan untuk analisis wacana berdasarkan linguistik. Pandangan referensial tentang hubungan antara bahasa dan kenyataan umumnya telah diandaikan dalam linguistik dan bahasa merupakan bagian yang tidak dapat direduksi dari kehidupan sosial, yang secara dialektis saling berhubungan dengan  unsur-unsur kehidupan sosial lainnya, sehingga analisis dan  penelitian sosial harus selalu memperhatikan bahasa. Ini berarti bahwa salah  satu cara produktif melakukan kajian sosial adalah melalui fokus pada bahasa, menggunakan beberapa bentuk analisis wacana. Ini bukan masalah mereduksi kehidupan sosial menjadi bahasa, mengatakan bahwa segala sesuatu adalah wacana, sebenarnya bukan begitu.

Sebaliknya, ini adalah salah satu strategi analitis di antara banyak, dan sering kali masuk akal utk menggunakan analisis wacana dalam hubungannya dengan bentuk analisis lain, misal etnografi atau bentuk analisis kelembagaan.

Pada kesempatan ini saya memberikan contoh sekelumit penggunaan bahasa dalam konteks otonomi. Apa definisi otonomi? Menurut kamus Merriam-Webster, otonomi bermakna:

1: the quality or state of being self-governing especially : the right of self-government The territory was granted autonomy;2 : self-directing freedom and especially moral independence personal autonomy; 3 : a self-governing state.

Self-government bermakna pemerintah di bawah kendali dan arahan penduduk suatu unit politik daripada oleh otoritas luar. self-governing bermakna memiliki kendali atau aturan atas diri sendiri, dan Self-directing bermakna mengarahkan atau mengelola (sesuatu, seperti pekerjaan, studi, atau investasi seseorang) untuk atau oleh diri sendiri.

 Bagaimana otonomi daerah di Indonesia? Dalam kurun waktu lima belas tahun, sudah ada tiga undang-undang (UU) tentang pemerintahan daerah. bagaimana definisi otonomi daerah dalam tiga UU pemerintahan daerah   tersebut?

UU 22 Tahun 1999

Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 

UU 32 Tahun 2004

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 

UU 23 TAHUN 2014

Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Perubahan dari UU 22 Tahun 1999 ke UU 32 Tahun 2004

Kewenangan daerah diganti dengan hak, wewenang, dan kewajiban. Ini berkaitan dengan kasus-kasun munculnya raja kecil pada awal otonomi. (munculnya raja kecil, mengindikasikan adanya raja besar (you know me so well lah). 

"Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri" diganti dengan

"mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat." Dengan frasa "Prakarsa sendiri" menjadikan Pusat tidak enjoy. Maka frasa itu dihapus. 

Perubahan UU 32 Tahun 2004 ke UU 23 Tahun 2014

Pada perubahan ini frasa "sesuai dengan peraturan perundang-undangan" diganti dengan frasa "dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia."

Konsep negara kesatuan yang baru dimunculkan ini sebenarnya sudah ada pada UU yang awal yang menyatakan:

"bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah."

Lalu mengapa dipertegas lagi? Saya melihat penggunaan bahasa pada sisi hubungan kekuasaan. Narasi-narasi yang berbunyi kemandirian, prakarsa sendiri kreativitas atau apapun dari daerah harus mengikuti pusat. Nah kenapa otonomi?

Ini baru sekilas tentang konsep "otonomi". Nah konsep-konsep  yang lain seperti transfer keuangan, pemberhentian kepala daerah akan menarik untuk direnungkan.

 

Demikian, semoga bermanfaat

 

RE

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun