Mohon tunggu...
Hadi Saksono
Hadi Saksono Mohon Tunggu... Jurnalis

Historia Magistra Vitae (Sejarah adalah guru bagi kehidupan)

Selanjutnya

Tutup

Humor Artikel Utama

Berkembangnya Komedi Kritik dan Tersumbatnya Saluran Aspirasi

5 September 2025   20:50 Diperbarui: 6 September 2025   14:08 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wah! Lama-lama robot ini bisa lebih pintar dari kita, Don.

Iya, bener! Lama-lama die jadi kite, kite jadi die. Cuman die ada kurangnya satu, gak bisa protes.

Siapa bilang? Bisa kalau boleh.

Eh, sama juga bohong.

Dalam artikel Humor Berkelas adalah Mengkritik terbit di Kompas, 22 Maret 1996, Dono melihat sejak tahun 1980-an hingga 1990-an, masyarakat berkembang semakin kritis. Tuntutan masyarakat terhadap pelawak menjadi tinggi. "Istilahnya sekarang ini, ikut berperan mendidik bangsa," tulis Dono.

Ini membuat beban pelawak kian berat. Mereka tak hanya harus lucu, melainkan juga mesti cerdas dan kritis terhadap keadaan sosial dan politik di sekitarnya. "Maka berbanggalah wahai pelawak, Anda telah menggantikan peran kaum intelektual," kelakar pria yang juga dikenal sebagai pengajar di almamaternya ini.

Memasuki dekade kedua era milenium, pamor lawak berkelompok kian pudar dan makin tergantikan oleh komedian tunggal. Di masa ini, para pelakonnya pun kerap membawakan tema-tema kritik sosial, termasuk soal kegelisahan terhadap perilaku petinggi negeri.

Termasuk juga yang dibawakan oleh komedian Ate, yang saya tuliskan di awal tulisan ini.

Anggota DPR Bonnie Triyana, seperti dikutip Tempo, menyambut positif kritik pedas yang disampaikan dengan berbalut humor oleh para komika. Menurut anggota Fraksi PDI Perjuangan ini, apa yang disampaikan oleh para komika tak ubahnya gaya humor Warkop DKI di masa lalu, melalui penampilan di atas pentas atau di dalam film.

"Sepanjang nggak melempar granat, menembak dengan pistol, atau menusuk orang, nggak ada masalah. Silakan kritik DPR dengan keras lewat lelucon," ujarnya.

Sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Asep Suryana, seperti dikutip Tempo, menilai pejabat publik cenderung menyukai kritik yang dilontarkan oleh komedian ketimbang demonstran. Sebab kritik dari komedian cenderung tak memberi 'ancaman' langsung bagi institusi ataupun jabatan seseorang. Tentunya karena kritik oleh komedian atau komika lebih kental unsur hiburan ketimbang tekanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun