Pati, sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang biasanya ramai dari pemberitaan media massa skala nasional, mendadak disebut namanya oleh sejumlah warta berita dengan cakupan seantero negeri, setidaknya dalam beberapa hari terakhir.
Bermula dari kebijakan Bupati Pati, Sudewo, yang telah menetapkan kenaikan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB P2) untuk tahun ini, sebesar maksimal 250%.
Argumen Sudewo, angka signifikan besaran kenaikan pajak daerah tersebut ditetapkan karena sudah 14 tahun Pemerintah Kabupaten Pati tidak pernah memperbarui nilai jual objek pajak (NJOP). Sang bupati pun mengeklaim, keputusannya ini bukan diambil olehnya secara sepihak, namun sudah melalui musyawarah bersama para kepala desa serta tokoh masyarakat.
Sudewo menjelaskan penyesuaian NJOP dan PBB dilakukan, karena kondisi keuangan Kabupaten Pati yang sangat terbatas. Pendapatan asli daerah (PAD) Pati hanya menyumbang 14% dari total APBD, sementara belanja pegawai mencapai 47%.
"Sisa untuk belanja modal sangat kecil. Kami harus bekerja keras meningkatkan pendapatan daerah, agar pembangunan terus berjalan," ujar Sudewo dikutip CNN Indonesia Kamis 7 Agustus 2025.
Namun kebijakan penaikan PBB P2 tersebut, justru memicu polemik hingga gelombang penolakan besar-besaran, yang dilakukan masyarakat setempat secara masif. Sekelompok masyarakat bahkan membangun posko untuk menggalang 'kekuatan' dukungan unjuk rasa besar-besaran yang menurut rencana akan digelar pada 13 Agustus 2025 mendatang.
Sejumlah unggahan di media sosial Instagram, X, dan Tiktok pun menggambarkan, ketegangan sempat terjadi ketika pada 5 Agustus 2025 lalu, posko penerimaan bantuan yang dibuka di depan Kantor Bupati tersebut tersebut sempat diminta untuk dipindah, namun massa menolak. Hingga terjadi kericuhan saat Penjabat Sekretaris Daerah Pati Riyoso meminta Satpol PP memindahkan barang-barang yang ada di posko termasuk barang-barang donasi rencana unjuk rasa 13 Agustus.
Ketegangan antara pemimpin dan masyarakat Pati pun kini mereda, setelah Sudewo akhirnya membatalkan kebijakan kenaikan PBB-P2. Dalam keterangannya yang dikutip sejumlsh media pada Jumat 8 Agustus 2025. Sudewo selain membatalkan kebijakan kenaikan PBB P2, juga dan akan mengembalikan uang sisa dari warga yang sudah telanjur membayar.
Kader Partai Gerindra ini menyebut, pembatalan kebijakan dilakukan, setelah pihaknya mencermati perkembangan situasi di wilayahnya setelah kebijakan itu diberlakukan.
Bagi Sudewo, yang terpenting saat ini adalah kondusifitas di wilayah yang dipimpinnya itu.
Baiklah. Sekilas memang kebijakan kenaikan pajak merupakan hal lazim yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Dan dalam kasus di Pati, menurut undang-undang, penyesuaian NJOP seharusnya dilakukan minimal sekali setiap tiga tahun.