Mohon tunggu...
cak boyo
cak boyo Mohon Tunggu... Full Time Blogger - isi pikiran e cak boyo

cak boyo senengan e mlaku-mlaku, cangkruk karo crito-crito, senengan e moto-moto, saiki no poto hoax jarene, cak boyo ya seneng nulis, sing santuy ya mocone.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Cerito Corona nang Suroboyo

9 Mei 2020   09:59 Diperbarui: 9 Mei 2020   09:51 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Surabaya Tak Siap Tangani Pandemik Virus Coroba

Halo dulur-dulurku, ketemu lagi karo Cak Boyo. Kali iki Cak Boyo gak jalan-jalan koyok biasanya, soale Surabaya nerapno pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sejak tanggal 28 Maret hingga 14 hari ke depan. Nah, tapi jangan khawatir, saiki cak Boyo Cak Boyo pengen refleksi titik yog opo critone COVID-19 iso masuk ke Kota Surabaya. Check this out! (keminggris rek)

Awale tanggal 17 Maret 2020. Pemerintah pusat melalui juru bicara Presiden RI untuk penanganan dan pencegahan COVID-19, Achmad Yurianto, ngumumno lek wes enam pasien terkonfirmasi virus corona sing spesimennya berasal dari Laboratorium Universitas Airlangga. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200317194057-20-484338/enam-pasien-positif-corona-dirawat-di-surabaya)

Enam pasien tersebut disebut di rawat ndek rumah sakit di Surabaya. Cak Boyo kaget dengar berita itu. Ini karena selama ini Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, Pemerintah Kota Surabaya, maupun Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya gak pernah ngomong lek misal e nang Surabaya sudah ada pasien positif COVID-19.

Sakdurunge kabar Surabaya ada 6 yang positif beredar, keberadaann dua orang Pasien Dalam Pemantauan (PDP) di Malang yang meninggal dadi isu yang santer nang Suroboyo maupun Jawa Timur.

Tapi rek, seg iling tangal 3 maret bu risma ngomong opo? Hehe.

Bu Risma ngomong lek nang suroboyo mudah-mudahan gak bakal onok seng kenek coronoa, soale rakyat e mangan soto karo rawon :D (https://www.ayosurabaya.com/read/2020/03/03/1347/surabaya-belum-ada-suspect-corona-risma-karena-makan-soto-dan-rawon)
Tapi ya jenenge persiapan menghadapi kemungkinan terburuk kudune bu Risma nduwe strategi seh gak sampek kecolongan sampek akeh koyok saiki huuhu...

Ha, seng rame maneh pas iku pernyataan Risma soal pengobatan dan permintaan tes corona di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) itu gratis. Jelas saja pernyataan  itu membuat jumlah permintaan tes corona di RSUA membludak, sehari bisa muncul sekitar 200 permintaan tes corona.

Gak mek nggae heboh, pernyataan Risma itu nggarai RSUA berkali-kali RSUA kudu mengeluarkan pernyataan bantahan dan pengertian jika tes corona gak gratis rek.

Setelah pemerintah pusat ngabarno lek wes 6 seng positif COVID-19 seng dirawat di rumah sakit di Surabaya, Ketua Institute of Tropical Disease (ITD) Universitas Airlangga, Prof. Maria Lucia Inge Lusida dr., M.Kes., Ph.D., SpMK, membenarkan keberadaan 6 paisen positif itu. Tapi, Lucia tak menjelaskan detail posisi 6 pasien itu dirawat di mana, yang jelas mereka dirawat di salah satu rumah sakit di Surabaya.

Cak Boyo pas kerungu kabar itu langsung coba ngontak beberapa konco seng berada di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya. Tapi, sayangnya roto-roto meneng gak gelem njawab. Lalu ada satu kawan yang bercerita jika keenam pasien itu bukan warga Surabaya, tapi warga luar Surabaya.

"Infonya bukan orang Surabaya tapi daerah," jare salah siji koncone Cak Boyo. Iku pun gak menjelaskan detail keenam pasien iku berasal dari mana. Saat itu setelah pengumuman resmi belum ada penjelasan resmi Pemkot Surabaya maupun Risma selaku Wali Kota Surabaya.

Iso ditebak, durung onok penjelasan resmi dari pemerintah, jelas membuat kabar itu menjadi liar dan simpang siur. Malam tanggal 17 Maret 2020 penjelasan resmi pemerintah pun muncul dari Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Saat itu Khofifah menjelaskan bagaimana kondisi pasien dan bagaimana kondisi keluarga pasien yang terpapar corona. Yups, pernyataan Khofifah adalah satu-satunya pernyataan dari pemerintah yang muncul terkait 6 pasien itu, hingga hari berganti tak ada sama sekali pernyataan yang keluar dari Pemkot Surabaya atau pun Risma. Risma ngilang.

Risma dan Pemkot Surabaya belum bersuara apa-apa sehari setelah pengumuman 6 pasien yang positif itu. Padahal pada tanggal 18 Maret 2020 pasien yang positif corona wes bertambah menjadi satu orang, dadi jumlahnya wes 7 pasien positif COVID-19. Jenenge bu Risma baru muncul tanggal 19 Maret 2020. yap, bu Risma muncul soale nang Twitter beritane wes dadi tranding topic. Tapi aneh e wes akeh warganet yang apresiasi kerja Risma di Surabaya untuk penanganan COVID-19, padahal sampai tanggal itu Risma seg emoh muncul di depan publik, masih menghilang.

Ndelok itu Cak Boyo hanya bisa tertawa saja dan berpikir ini pasti kelakuan buzzer-buzzer yang membuat nama Bu Risma menjadi trending di Twitter. Namanya juga muncul ketika tiba-tiba ada postingan dari salah satu akun Twitter yang menyebut jika Risma telah memesan human strelization, semacam bilik gae  orang seng masuk kotak trus disemprot cairan desinkfectan buat sterilisasi, pesene e nang Rektor ITTelkom Surabaya.

Jelas ae informasi itu menjadi viral nang ndi-ndi, tapi risma, pancet durung ketok. Belakangan ada kabar jika pembuatan bilik itu sengaja dimunculkan untuk kepentingan branding saja. Tapi karena viral isu soal  bilik itu tetap digeber habis-habisan, bahkan Risma muncul di hadapan publik untuk mencoba sendiri bilik pesanannya itu. Akhire, Bu Risma muncul rek.

Pemkot Surabaya terus memprduksi sterilization tunnel sendiri. Rencananya akan dekek nang di setiap sudut Kota Surabaya. Harapane sih isok dipakai masyarakat umum untuk mencegah corona, tapi kenyataannya cara ini gak isok menekan jumlah pasien positif corona di Surabaya. Hal ini ditambah kemudian organisasi kesehatan dunia WHO melarang cairan disinfektan ini digunakan dengan cara menyemprotkan pada tubuh karena dinilai berbahaya.

Wah, padahal bilik disinfektan dan penyemprotan disinfektan semakin sering dilakukan Pemkot Surabaya ke rumah-rumah dengan menggunakan mobil pemadam kebakaran. Kalau ada imbauan dari WHO seperti itu berarti selama ini penyemprotan disinfektan yang dilakukan Pemkot Surabaya sia-sia dong? Kenapa kok gak dikaji terlebih dahulu efeknya seperti apa?

Tapi rek, ojok lali, sak durunge gercep e bu Risma nggawe dapur umum gaes. Tapi ya ngunu seh, gae opo trusan hehe...

Heboh disinfektan yang tidak disarankan WHO jadi mengingatkan Cak Boyo soal keberadaan masker. Semua sudah tahu jika pandemik virus corona ini membuat harga masker naik drastis. Tak hanya di Surabaya, hampir di seluruh Indonesia masker tergolong barang langka dan jika ada harganya selangit.

Sebetulnya, Risma telah menimbun masker dua bulan sebelum ada pasien positif corona di Surabaya. Alasannya sih saat itu, agar Surabaya tak kekurangan masker ketika virus corona ada di Surabaya.

Risma siap membagikan seluruh masker yang ditimbunnya itu kepada masyarakat ketika memang diperlukan. Ada sekitar 9.892 masker yang ditimbun. Tapi, setelah semakin banyaknya pasien corona di Surabaya nyatanya masker-masker yang kata Risma telah dibagi melalui kelurahan hingga puskesmas itu tak pernah diberikan kepada masyarakat, bahkan masyarakat Surabaya kesulitan mencari masker. Karena itulah Cak Boyo bertanya-tanya ke mana kah masker yang telah ditimbun Risma? Padalah selain masyarakat tenaga medis di Surabaya juga kekurangan masker lho. Ada yang tahu maskernya di mana?  

Semakin hari semakin banyak pasien positif corona di Surabaya menunjukkan apa yang dilakukan Pemkot Surabaya untuk mencegah menyebarnya virus corona tak ada hasilnya. Penyemprotan disinfektan hingga pembuatan dapur umum di Bali Kota yang justru panen kritik karena dianggap malah mengumpulkan orang banyak dalam satu tempat, menjadi hal yang sia-sia.

Belum lagi pembuatan wastafel di setiap sudut Kota Surabaya yang belakangan ini kondisi wastafelnya banyak yang rusak menggambarkan jika apa yang dilakukan Risma sia-sia. Risma yang hampir setiap hari turun ke jalan untuk sosialisasi physical distancing atau untuk menyemprot disinfektan di jalan-jalan protokol Surabaya, hanya untuk mengejar sensasi belaka tanpa tahu apakah yang dilakukannya sudah efektif atau tidak untuk mencegah penyebaran virus corona.

Penutupan Pasar Kapasan dan Pusat Grosir Surabaya selama 14 hari setelah ditemukan ada yang positif corona memang sempat menuai banyak apresiasi. Tapi, soal kompensasi bagi pedagang yang diberikan Pemkot Surabaya sebagai dampak penutupan kedua pasar itu tak bisa diberikan oleh Pemkot Surabaya. Jika pasar dengan mudah ditutup Pemkot, lain halnya dengan pusat-pusat perbelanjaan yang ada di Surabaya. Mal-mal di Surabaya seolah-olah tak terkena efek penutupan maupun PSBB yang telah diterapkan di Surabaya. Mal-mal masih buka dengan leluasa, bahkan ketika PGS kembali ditutup untuk kedua kalinya dan Pasar PPI Krembangan ditutup ketika PSBB berlangsung, mal-mal juga masih buka.

Kondisi semakin miris ketika PSBB sudah berlangsung, sembako yang mestinya segera diberikan kepada masyarakat yang masuk dalam MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) atau masyarakat yang terdampak PSBB juga mengalami keterlambatan penyalurannya. Banyak kresek-kresek yang berisi paketan sembako masih tertahan di kelurahan. Itu pun isinya yang berasal dari pemberian beberapa komunitas masyarakat dan pengusaha Surabaya. Sedangkan sembako dari Pemkot Surabaya yang berasal dari APBD sebesar Rp161 miliar belum jelas kapan dikeluarkan. Mudah-mudahan saja itu dana tidak disalahgunakan ya.

Bahkan, bansos sebesar 10 ribu paket sembako bantuan dari pemerintah pusat pun juga belum disalurkan. Padahal, paket sembakonya sudah datang. Alasan Risma sih masih menunggu hasil verifikasi data MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) yang diajukan ke Kementerian Sosial (Kemensos) untuk daftar penerima Bantuan Sosial Tunai. Ya, mudah-mudahan Cak Boyo sebagai rakyat kecil berharap bantuan itu segera disalurkan, kasihan warga Surabaya yang tak berpenghasilan karena terdampak virus corona. Mereka butuh makan, butuh bertahan hidup di tengah kondisi yang semakin sulit seperti saat ini.

Masalah yang terbaru selain yang telah disebutkan, adalah munculnya klaster penularan corona di Surabaya, melalui pabrik rokok Sampoerna. Yups, baru-baru ini ada dua pegawai PDP dari pabrik rokok Sampoerna yang memaksakan diri untuk tetap masuk bekerja. Dua PDP itu sebetulnya sudah positif terkena COVID-19 dan telah meninggal dunia.

Nah, keberadaan dua PDP yang kemudian menjadi positif itu sebetulnya telah diketahui oleh Pemkot Surabaya dalam hal ini Dinkes Surabaya. Dinkes Kota Surabaya tahu ada karyawan Sampoerna yang positif dari laporan pabrik rokok Samporena pada 14 April 2020. Namun, Dinkes Surabaya tak segera melapor ke Tim Gugus Tugas COVID-19.

Akibatnya, kalian pasti tahu sendiri ratusan karyawan harus menjalan karantina. Mereka juga harus mengikuti serangkaian pemeriksaan rapid test dan tes swab atau metode polymerase chain reaction (PCR) di laboratorium. Total ada 165 karyawan yang telah diambil swabnya untuk dilakukan PCR. Tak selesai disitu tracing dan rapid test juga dilakukan pada 323 karyawan lainnya. Hasilnya, 100 karyawan tersebut reaktif atau dinyatakan positif rapid test. Ya dari kelalaian Pemkot Surabaya ratusan orang dicurigai telah terpapar virus corona.

Lek wes ngono, Cak Boyo mek iso berdoa nang Tuhan YME, agar Kota Surabaya segera terbebas dari virus corona. Cak Boyo juga berdoa agar pemerintah kota tak melakukan tindakan yang sia-sia lagi dan melakukan blunder lagi.. Aamiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun