Seperti sistem konvensional, penggunaan IIoT tidak sepenuhnya menghilangkan kemungkinan cacat produksi. Namun, sebagian besar percaya bahwa IIoT membantu mengurangi persentase risiko cacat produksi. Oleh karena itu, penting untuk tetap waspada terhadap kemungkinan kesalahan atau kelalaian, yang dapat terjadi bahkan jika industri telah menerapkan IIoT. Industri harus menyadari bahwa kesalahan produksi dapat berdampak negatif pada pelanggan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi reputasi perusahaan.
- Risiko kesalahan perangkat lunak
Jika teknologi IIoT tidak diinstal dengan benar di sistem operasi perusahaan, seperti kesalahan dalam penggunaan algoritma atau parameter manufaktur, hal ini dapat menyebabkan kerusakan, kegagalan mesin produksi, pemborosan bahan baku, dan kesalahan produksi. Ada risiko lain yang terkait dengan kelainan mesin, seperti kenaikan suhu berlebihan, risiko ledakan, atau bahkan kerusakan mesin.
- Risiko kecelakaan karyawan di lingkungan kerja
Ketika semuanya terjadi secara otomatis, pelatihan, prosedur dan memastikan keselamatan karyawan menjadi sangat penting. Kegagalan dalam memberikan pelatihan yang memadai atau mematuhi SOP dapat menyebabkan penyimpangan serius seperti kecelakaan kerja. Jika hal ini terjadi, dampaknya akan menghambat sistem produksi dan mempengaruhi kinerja usaha secara keseluruhan.
Dampak keselurahan Internet of Things dari berbagai aspek dapat dipaparkan sebagai berikut:
A. Peningkatan ekonomi dan kemajuan IoT akan membuka banyak peluang bagi penggunanya, bagi industri dan berdampak besar pada ekonomi. Meski pertumbuhan IoT akan sangat cepat di negara-negara maju, terkait dengan baiknya infrastruktur internet dan besarnya kapital, namun IoT juga berpeluang di negara-negara sedang berkembang. Dari sudut pandang ekonomi, diharapkan demografi dan kecenderungan pasar akan memicu peluang. Misal: karena demografinya, negara sedang berkembang seperti Cina mempunyai potensi jumlah pengguna IoT yang besar, sementara pertumbuhan ekonomi dunia mulai bergeser ke negara sedang berkembang dan aplikasi IoT pada industri seperti pabrik, diharapkan akan mendorong terciptanya nilai ekonomi. Jika inovasi dan aplikasi teknologinya terealisasi, implementasi IOT berperan penting dalam perkembangan sosial untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDG) yang disusun oleh PBB sebagai target menuju kesejahteraan, kehormatan dan kesetaraan bagi seluruh penduduk bumi, terutama bagi negara miskin dan belum berkembang. Sebagai contoh: untuk mencapai salah satu target SDG yaitu pertanian yang berkelanjutan, IoT diimplementasikan dalam mengatur siklus panen, mengatasi ancaman penyakit dan membangkitkan data melalui panen otomatis, distribusi logistik and pengawasan kualitas. Pertanian cerdas ini diharapkan dapat meningkatkan keberlanjutan dan produktivitas pangan agar dapat memenuhi kebutuhan pangan yang aman, berkualitas dan terjangkau bagi setiap orang terutama bagi mereka di negara sedang berkembang. Dalam target bidang kesehatan, pengiriman paket dengan temperature terjaga seperti vaksin, akan lebih terjamin dan efisien serta tepat sasaran ketika dilakukan dengan teknologi IoT yang melengkapi kendaraan pengangkut dengan sensor dan monitor suhu serta lokasi. Diharapkan vaksin dapat tiba di lokasi tujuan dalam keadaan baik. Banyak aplikasi lain yang menguntungkan bagi masyarakat di negara-negara sedang berkembang, seperti: monitor cuaca, pemeriksaan keamanan makanan, analisa kualitas air dan udara, dan deteksi bencana. Dari contoh di atas terlihat dampak IoT sebagai alat untuk mencapai target SDG dan mendorong kemajuan dan meningkatkan kesejahteraan. Namun banyak tantangan yang harus diselesaikan terutama menyangkut infrastruktur dan kemampuan teknis pada negara sedang berkembang.
B. Mengubah proses dan model bisnis. Pada bisnis konvensional, pemeliharaan peralatan pada dilakukan secara berkala, Pada IoT, berkat data harian yang dikumpulkan secara kontinu, pemeliharaan menjadi dapat diprediksi sehingga dapat mengurangi down time. Model-model bisnis konvensional lainya, akan ikut mengalami perubahan atau akan mati. Dengan memanfaatkan data, Netflix perusahaan penyedia film secara daring, mulai menggantikan bioskop meski tanpa memiliki satu buah film pun. Gojek yang pada tahun ini dinobatkan oleh Forbes sebagai salah satu dari 56 perusahaan yang mengubah dunia, telah memberikan dampak sosial yang positif melalui strategi bisnis utama dan inovasinya. Gojek tidak memiliki armada maupun industri kecil dan menengah yang menjadi bagian dari layanan Gojek. Model bisnis ojek konvensional diubah menjadi berbasis aplikasi, dengan Gojek sebagai penyedia platform. Jual beli daring yang mengubah cara orang bertransaksi, menjadi transaksi tanpa tatap muka. IoT juga akan mengubah cara berbisnis dan model bisnis, yang semula dari perusahaan ke konsumen menuju perusahaan ke perusahaan (Bussiness to Bussiness; B2B), yaitu dengan melakukan pertukaran produk, serta layanan dan informasi antar perusahaan.
C. Keamanan dan privasi Dengan visinya sebagai ubiquitous network yang menghubungkan benda-benda cerdas ke dalam jaringan, maka akan sangat banyak data dan informasi yang dikumpulkan, dipertukarkan dan dibuka. Data yang dikumpulkan dapat berupa lokasi keberadaan, jalur yang dilewati, kesehatan, kebiasaan sehari-hari, pola belanja, dan berbagai data hasil pembacaan lingkungan. Penyalahgunaan terhadap data semacam ini akan mengancam privasi dan mengancam peralatan maupun sistem itu sendiri. Beberapa kasus peretasan telah pernah dilaporkan [3,7] dan berdampak menurunkan kepercayaan publik pada IoT. Untuk mengatasi masalah privasi dan meningkatkan perlindungan terhadap data, digunakan prinsip Privacy by Design (PbD) yaitu sebuah pendekatan terhadap perencanaan sistem yang mempertimbangkan privasi di sepanjang proses rekayasanya. PbD diadopsi dari pendekatan berdasarkan resiko yang mengidentifikasikan dampak proyek terhadap privasi individu dan memeriksa bagaimana manusia dan proses komputer dapat dirancang untuk memitigasi resiko tersebut. Mengikuti prinsip PbD, telah dikembangkan berbagai metode untuk melindungi data yang disebut dengan Privacy-Enhancing Technologies (PETs), seperti tag killing, blocker tag, privacy bit, watchdog tag, dan dan privacy preference dan enkripsi.
D. Standar dan interoperabilitas. Untuk mendapat manfaat maksimum dari berbagai sistem dan teknologi IoT, perlu adanya integrasi dari berbagai sistem tersebut. Interoperabilitas atau kemampuan untuk bekerja sama antar sistem menjadi tantangan pada sistem IoT karena belum adanya standar yang mengaturnya, sehingga masing-masing industri membuat sistemnya sendiri. Akibatnya data yang dihasilkan oleh sensor dan aktuator dari sebuah sistem tidak dapat langsung dianalisa dan dimanfaatkan oleh sistem yang lain. Sebagai contoh: untuk memaksimalkan potensi IoT dalam optimalisasi sistem pengaturan lalu lintas, maka sistem tersebut harus dapat membaca dan menganalisa data bukan saja dari kamera lalu lintas, namun juga data dari kendaraan dan meteran parkir, disamping data dari sensor cuaca. Sehingga jika terjadi kemacetan akibat banjir di suatu lokasi misalnya maka sistem dapat mengumpulkan dan menganalisa data-data tersebut dan dapat dengan segera mengalihkan arus lalu lintas. Tanpa standar format data, maka interoperabilitas tidak dapat tercapai. Selain itu tanpa standart, pengguna tidak memiliki kebebasan dalam memilih produk untuk membangun sistemnya sendiri. Secara umum ada dua cara agar sistem digital dapat saling dioperasikan yaitu: dengan membuat standar antar muka yang dapat diterima luas sebagai sebuah bahasa yang umum bagi sistem yang berbeda di dalam jaringan data, atau dengan menggunakan sistem agregasi atau translasi seperti middleware sebagai perantara sistem dengan aplikasi. Beberapa negara dan kawasan telah memasukkan IoT dalam riset nasional. Komisi Eropa lewat Cluster of European Research Projects on the Internet of Things (CERP-IoT) telah melakukan kegiatan riset untuk menghadapi tantangan IoT melalui proyek "Internet connected and inter-connected world of objects". Di Amerika, MIT Auto-ID Laboratory adalah pioneer dalam melakukan riset mengenai teknologi pelabelan dan jaringan sensor nirkabel.
E. Kebutuhan energi yang besar. Konsumsi energi yang besar. Jaringan IoT yang melibatkan big data membutuhkan pusat pengolah data yang besar, yang memerlukan konsumsi energi yang juga masif. Pembuatan ribuan peralatan dan perangkat keras IoT juga akan membutuhkan energi yang besar. Kebutuhan energi ini akan menambah masalah pada sektor energi yang kita hadapi saat ini. Untuk mengantisipasinya, peralatan dan sistem IoT harus dirancang dengan penggunaan energi dan sumber daya yang berkelanjutan.
F. Teknologi disruptif IoT adalah sebuah teknologi yang menurut US National Intelligence Council (NIC) termasuk salah satu dari 6 teknologi sipil disruptif. Digitalisasi dan otomasi yang terjadi karena penerapan IoT, akan menciptakan sistem dengan keandalan yang tinggi dan berkurangnya intervensi manusia, namun akan terjadi kekacauan jika terjadi kegagalan pada sistem. Otomasi juga berdampak pada hilangnya tugas-tugas manual, sehinga akan banyak orang kehilangan pekerjaan. Amazon telah mulai menggantikan tugas kurir pengirim barang dengan Amazone drone, mobil tanpa pengemudi menghilangkan pekerjaan supir, call center digantikan oleh jutaan informasi yang tersedia di internet, yang dapat diakses dengan perintah suara seperti Siri pada iPhone dan Google talk. Di Indonesia, penyedia jasa call center terbesar Elnusa Yellow pages sudah menutup layanan pusat panggilan penyedia informasi akibat semakin sedikitnya orang yang memerlukan layanan mereka. Kasus lain adalah ketika ojek konvensional tersingkirkan oleh ojek berbasis aplikasi. Banyak pekerjaan dasar dan manual yang akan hilang, sebaliknya akan muncul pekerjaan dan keahlian-keahlian baru yang dibutuhkan seperti: kemampuan meyelesaikan persoalan yang komplek, berpikir kritis, kreativitas, manajemen manusia, fleksibilitas kognitif, dan analisis big data. Pesatnya kemajuan teknologi ICT termasuk IoT di dalamnya akan memperdalam ketidak setaraan dan memperlebar kesenjangan digital diantara negara-negara maju dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi, dengan negara yang sedang berkembang. Negara-negara dengan tingkat kesejahteraan tinggi seperti Inggris, Jerman, Korea dan Jepang mengadopsi teknologi dengan cepat. Sementara negara-negara dunia ketiga di benua Afrika dan sebagian Asia, menjadi semakin tertinggal. Pada tingkat negara, kesenjangan ini juga diakibatkan oleh perbedaan tingkat ekonomi, pendidikan, ketrampilan dan kesejahteraan di antara masyarakat. Dampak ini perlu diwaspadai mengingat ketidaksetaraan adalah salah satu faktor pencetus terjadinya tindakan kriminal bahkan terorisme.
Kesimpulan