Setelah dipetik kelopaknya, bunga itu selalu selalu mekar kembali. Satu hal yang barangkali akan ia sampaikan, seandainya mampu berbicara, Kembalilah lagi ... ambil yang ada padaku, semuanya.
Tapi kenapa kita tak pernah mampu paham, bahwa ia adalah perwujudan kasih sayang dari Sang Maha Penyayang. Perempuan itu, yang telah memetik kelopak bunga itu, yang kemudian menanggalkan helai demi helainya ke permukaan kolam di dekat tempat bunga itu tumbuh, tampak terobati, walau sedikit, dengan kelopak bunga itu. Kenyataan selalu menyayat-sobek kain tenun suci yang biasa kusebut kasih sayang.
Angin menguraikan rambut panjang perempuan itu, hingga sedikit menyentuh permukaan air kolam. Lantas dipandangnya, wajah sendunya yang terpantul dari kolam itu seraya menambah riak di sana---melalui air matanya.
Apa pula yang sebabkan perempuan itu menangis, apa pula yang sebabkan ia terima dilahirkan sebagai perempuan---siapa pula yang memintanya. Dihitungnya helaian kelopak yang mengambang penuh sahaja di permukaan air kolam itu, ketika mereka dilumuri cahaya jingga matahari yang siap berpulang. Kau belum seberapa!
Bibirnya tetap terkunci rapat, tapi mata adalah seorang pencerita yang fasih. Tak ada yang dilewatkannya ketika sudah berbicara. Robek hati ini ....
Senjakala sudah membalutkan selimut gelap ke tubuhnya. Wajah perempuan itu sedikit demi sedikit hilang dari cermin jernih alam raya.
(Tiba-tiba suara bising motor datang
dimatikannya mesin motor itu oleh
seorang pemuda yang merapikan rambutnya setelah dilepas
dari helm full-face.)
"Noela ...!
Sedang apa kau di sana?"