Keempat, Minimnya Sosialisasi dan Edukasi. Publik, khususnya para pelaku usaha, tidak teredukasi dengan baik mengenai kewajiban membayar royalti. Mereka sering kali tidak tahu harus membayar ke siapa, berapa biayanya, atau apa manfaatnya. Alhasil, ketika ditagih, yang terjadi bukanlah kerja sama, melainkan sengketa yang berujung ke jalur hukum---seperti yang dialami Mie Gacoan.
Solusi di Tengah Kekisruhan
Melihat masalah yang ada, jelas bahwa Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang tidak kecil. Tapi, bisa ditegaskan bahwa transparansi adalah kunci. LMKN perlu membangun sistem database yang akurat dan dapat diakses, baik oleh musisi maupun pengguna musik. Model pembagian royalti harus dijelaskan secara rinci.
Selain itu, edukasi publik harus menjadi prioritas. LMKN harus secara proaktif menjalin komunikasi dengan para pelaku usaha, menjelaskan pentingnya royalti dan memfasilitasi pembayaran secara mudah dan damai.
Kasus Mie Gacoan adalah alarm keras bagi industri musik Indonesia. Sudah saatnya semua pihak---pencipta lagu, LMK, LMKN, dan pemerintah---duduk bersama untuk menciptakan sistem yang tidak hanya melindungi hak cipta di atas kertas, tetapi juga berjalan efektif, transparan, dan adil di lapangan.
Esensi Persoalan
Ada korelasi yang sangat kuat dan esensial antara kekisruhan dunia royalti hak cipta musik dengan persoalan penegakan hukum di Indonesia. Kasus-kasus seperti Mie Gacoan adalah cerminan langsung dari bagaimana sistem hukum dan penegakan hukum gagal beradaptasi dengan dinamika industri kreatif.
Berikut adalah beberapa korelasi utama yang menjelaskan persoalan ini:
1. Lemahnya Implementasi Undang-Undang
Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 yang secara jelas mengatur kewajiban pembayaran royalti. Namun, implementasinya di lapangan masih sangat lemah. Hal ini menunjukkan bahwa memiliki peraturan yang baik saja tidak cukup tanpa penegakan yang efektif. Pihak berwenang, termasuk polisi dan kejaksaan, sering kali tidak memiliki pemahaman yang mendalam mengenai kompleksitas hak cipta musik, yang bisa berujung pada penanganan kasus yang tidak tepat.
2. Jalur Hukum sebagai Jalan Pintas