Dunia akademisi Banten berduka. Prof. Dr. HMA. Tihami, MA., guru besar UIN Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten, tokoh pendidikan Banten, dan ulama kharismatik, telah berpulang ke Rahmatullah pada Jumat, 5 September 2025. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, kolega, mahasiswa, serta masyarakat Banten yang selama ini merasakan sentuhan ilmu dan kearifannya.
Kabar duka ini dengan cepat menyebar melalui grup-grup WhatsApp dan media sosial lainnya, mengalirkan ucapan belasungkawa dan doa dari berbagai kalangan. Bagi saya, kepergian Prof. Tihami adalah kehilangan besar. Perkenalan sejak bangku Madrasah Aliyah, melihatnya sebagai tokoh akademik Banten, hingga akhirnya menjadi dosen pembimbing tesis saya, adalah rangkaian pengalaman berharga yang tak terlupakan.
Prof. Tihami bukan sekadar nama besar di dunia pendidikan Banten. Jejaknya terukir dalam perjalanan panjang dunia pendidikan Banten, dari guru Madrasah Ibtidaiyah hingga menjadi Rektor IAIN SMH Banten (yang sebelumnya bernama STAIN). Beliau adalah sosok yang pernah digadang-gadang menjadi pemimpin Banten di awal-awal pembentukan provinsi ini. Karya-karyanya, mulai dari tesis tentang kiai dan jawara hingga disertasinya tentang pemikiran Fiqh al-Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani, menjadi rujukan penting dalam kajian keislaman dan kebudayaan Banten.
Selain aktif di dunia akademik, Prof. Tihami juga dikenal sebagai narasumber yang mumpuni dalam berbagai forum keislaman, baik di lingkungan kampus maupun lembaga keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banten. Karir akademiknya yang gemilang dimulai dari bawah, mengajar di berbagai tingkatan pendidikan sebelum akhirnya menjadi guru besar dan rektor.
Beliau adalah sosok yang sangat menginspirasi. Pengalaman saya menimba ilmu di Pascasarjana IAIN SMH Banten (2012-2014), dengan Prof. Tihami sebagai pengampu mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam bersama Dr. Mufti Ali, menjadi salah satu momen berkesan. Namun, yang paling membekas adalah saat Prof. Tihami menjadi dosen pembimbing tesis saya.
Ketelitian beliau membaca dan mengoreksi naskah tesis saya sangat luar biasa. Setiap dua minggu sekali saya menyetorkan naskah, dan pekan berikutnya catatan, masukan, dan revisi telah beliau tuliskan dengan rapi di lembaran naskah tesis saya. Saya berpikir, di usianya yang sudah tidak muda lagi, beliau masih sangat semangat membimbing saya, mahasiswanya, dengan penuh tanggung jawab.
Tesis saya yang berjudul Pendidikan Multikultural dalam Perspektif Pendidikan Islam menjadi saksi bisu dedikasi Prof. Tihami. Saya masih ingat betul pesan-pesan beliau untuk memperkaya literatur dan memperdalam pemahaman. "Semangat terus belajar ya, membaca itu kuncinya. Kembali lagi ke sini jika bab berikutnya sudah selesai, saya akan baca dan koreksi. Bair cepet selesai tesisnya." Demikian ucapan yang selalu terngiang di benak saya.
Bahkan, saat sidang tesis, Prof. Tihami sempat menguji dan mendiskusikan alasan IAIN SMH Banten tidak menerima mahasiswa non-Muslim, sebuah pertanyaan krusial yang berkaitan erat dengan tema tesis saya yang diangkat. Penjelasan beliau yang penuh hikmah dan argumentasi yang tepat, memberikan pemahaman yang mendalam bagi saya.
Setelah sidang selesai, beliau memberikan beberapa 'wejangan' selain mengucapkan selamat. Beliau selalu memotivasi untuk terus belajar. Setelah wisuda pada tahun 2014, saya jarang bertemu langsung, namun sesekali mengunjungi kampus untuk salat Jumat dan bersilaturahmi. Prof. Tihami selalu menyapa dengan hangat dan masih mengenali saya.
Prof. Tihami adalah sosok orang tua, teladan, dan inspirasi. Kepakaran beliau di bidang fikih dan antropologi menjadi suluh penerang bagi bangsa dan agama. Beliau meninggalkan warisan ilmu dan kearifan yang tak ternilai harganya.