Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kisah Transpuan Pertama di Jagat Sepak Bola Wanita

18 Oktober 2022   05:05 Diperbarui: 18 Oktober 2022   05:04 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Martine Delaney. FOTO: Peter Mathew/news.com.au

JIKA di Indonesia ada Hendrika Mayora sebagai transpuan pertama yang menjadi pejabat publik, maka di jagat sepak bola ada Martine Delaney. Dia adalah transpuan pertama yang bertanding di kompetisi wanita.

Kejadian ini terjadi di Tasmania pada pertengahan tahun 2005. Kala itu dunia sepak bola di negara-pulau bagian Australia tersebut dibuat geger oleh kehadiran seorang transpuan.

Ya, Delaney-lah pangkal kegegeran itu. Pasalnya, selama lebih dari 25 tahun sebelumnya Delaney berkecimpung di liga pria. Nama yang dia pakai di liga wanita hanya berbeda sedikit dengan namanya semasa bermain di liga pria.

Saat bermain sebagai seorang pria, Delaney memakai nama depan Martin. Martin Delaney. Ketika kemudian turun di liga wanita, dia mengusung nama depan baru, Martine. Ya, hanya beda huruf 'e' saja. Dari Martin menjadi Martine.

Delaney yang lahir pada 1958 memang sempat menjadi penyerang di klub Metro Claremont sejak tahun 1970-an. Skill-nya bagus, tetapi naluri kewanitaannya membuat Delaney cenderung bersikap feminin di atas lapangan.

Contoh kecil, rambutnya sengaja dia biarkan panjang terurai. Ciri yang semakin membuatnya berbeda dengan pemain pria lainnya yang rata-rata berpotongan rambut pendek.

Diam-diam, rupanya kondisi tersebut membuat Delaney terganggu secara psikologis. Sebab dia selalu merasa kalau dirinya adalah seorang perempuan. Ketika masuk lapangan hijau, Delaney harus berperan sebagai pria. Di sanalah dia merasa tertekan.

Tak tahan terus-terusan tersiksa batin, Delaney memutuskan untuk melakukan operasi kelamin pada 2003. Statusnya lantas disahkan sebagai seorang wanita oleh pengadilan di Hobart, ibukota Tasmania.

Diprotes Lawan

Mengingat usianya yang telah mencapai angka 47, mulanya Delaney memutuskan untuk berhenti bermain sepak bola. Namun beberapa rekan wanitanya meminta dia kembali bermain.

Tak cuma ajakan dari teman-teman sesama pesepak bola, satu tawaran untuk Delaney juga datang dari klub Clarence United. Jadilah transpuan ini merumput kembali, tetapi di kompetisi wanita.

Debut Delaney sebagai "pesepak bola wanita" terhitung sukses. Dua bulan pertama membela Clarence United, dia mencetak enam gol. Sedikit banyak sumbangsihnya tersebut membantu mengerek posisi klub beranjak naik ke posisi tiga klasemen.

Namun masalah muncul beberapa saat kemudian. Sebagian pemain lawan mengenali Martine Delaney sebagai Martin Delaney yang dulu bermain di liga pria.

Protes pun lantas bermunculan ke Soccer Tasmania, otoritas sepakbola salah satu negara bagian Australia itu. Salah satu pihak yang melancarkan protes adalah klub South Hobart.

South Hobart pantas tidak terima dengan kehadiran Delaney di kompetisi wanita. Klub ini pernah dipermalukan 1-6 oleh Clarence United. Dalam pertandingan itu Delaney menyumbangkan dua gol dan dua assist.

Protes tersebut segera ditanggapi oleh Soccer Tasmania. Chief Executive (waktu itu) Martin Shaw menyatakan bahwa status Delaney di kompetisi wanita adalah sah secara hukum.

Ingat, Delaney telah melakukan operasi ganti kelamin dan statusnya sebagai perempuan pun dilegalkan oleh pengadilan. Namun demikian Soccer Tasmania telah terlebih dahulu berdiskusi dengan federasi sepak bola Australia (dulu FFA).

Shaw juga menegaskan bahwa FFA tidak punya aturan khusus mengenai waria. Namun jika mengacu pada aturan Komisi Olahraga Australia, seorang transpuan boleh berkompetisi di kelompok wanita. Bahkan hingga di ajang Olimpiade sekalipun.

Berdasarkan aturan itulah FFA memberi rekomendasi pada Soccer Tasmania untuk mengizinkan Delaney bermain di liga wanita bersama Clarence United. Shaw menekankan, melarang Delaney bermain di liga wanita bertentangan dengan sikap anti diskriminasi.

Biarpun tidak menyalahi aturan, kehadiran Delaney di liga wanita tetap saja menuai perdebatan. Selain South Hobart, sedikitnya ada dua klub wanita lain yang juga menyatakan keberatan atas partisipasi transpuan tersebut.

Dasar protes tersebut, mereka beranggapan secara genetik Delaney tetaplah seorang pria. Karena itu Delaney mempunyai fisik lebih kuat dibandingkan lawan-lawannya yang wanita. Tak heran jika di usianya yang hampir berkepala lima dia tetap tampil dominan.

Delaney tentu saja menampik anggapan itu. Dia menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak mempunyai keunggulan dan juga keuntungan secara fisik dibanding pemain wanita lainnya. Katanya, beberapa wanita yang pernah berhadapan dengannya justru memiliki otot lebih besar darinya.

Banjir Dukungan

Tak cuma banyak menerima kritik, Delaney juga didukung oleh banyak pihak. Dukungan terbesar tentu saja datang dari klubnya, Clarence United, dan rekan-rekannya satu tim yang membelanya 100%.

Beberapa pihak yang bersimpati pada Delaney juga memberikan dukungan moral saat bertemu transpuan itu di tempat-tempat umum. Sementara Delaney sendiri menyikapi pro-kontra atas kasusnya ini dengan santai.

Senada dengan Shaw, Delaney memakai aturan Komite Olahraga Australia sebagai landasan argumen. Katanya, jika saja dia masih muda dan cukup kuat, dia bahkan sah untuk turun di kelas wanita pada Olimpiade. Jadi, kenapa di liga wanita Tasmania statusnya dipermasalahkan?

Mei 2013, Delaney sempat terkapar di lapangan karena mendapat serangan jantung saat tengah bermain. Kala itu dia membela tim wanita Tilford Zebras. Dalam sebuah pertandingan, Delaney mendadak jatuh dan tak bergerak usai memberi operan yang berujung gol.

"Aku tak bisa mengingat apa-apa. Yang aku tahu hanyalah aku baru saja memberi operan dan gol tercipta, lalu tiba-tiba saja aku terjatuh," kenang Delaney kepada Tasmania Mercury.

Kontan saja pemain kedua tim jadi kelabakan. Salah seorang pemain bernama Kate Chambers, seorang anggota kepolisian, lantas melakukan pertolongan pertama sebelum Delaney dilarikan ke rumah sakit di Hobart.

Delaney masih aktif bermain sepakbola hingga di usia nyaris kepala enam. Di luar lapangan, dia aktif dalam menyuarakan dan mengadvokasi isu-isu transeksual dan transgender di Tasmania dan Australia.

Dalam kegiatan advokasinya tersebut, Delaney pernah berpolemik dengan sebuah gereja yang secara terang-terangan menentang pernikahan sesama jenis. Sebuah isu yang memang pada masa itu sangat sensitif bahkan bagi warga Australia yang berkebudayaan Barat sekalipun.

Usaha-usaha yang dilakukan Delaney membuatnya diganjar penghargaan Honour Roll of Women pada Maret 2021 (sumber). Ini sebuah award yang diberikan kepada sosok manapun di Tasmania yang dianggap memberikan kontribusi luar biasa bagi negara bagian tersebut.

Kontribusi besar apa memangnya? Sejak 2004, Delaney memperjuangkan agar pilihan jenis kelamin pada akta kelahiran di Tasmania menjadi tidak wajib. Opsional saja, terserah mau diisi atau tidak.

Perjuangan Delaney menuai hasil ketika sebuah aturan baru mengenai hal tersebut terbit pada 2019. Inilah yang membuatnya diganjar Honour Roll of Women. Menariknya, Delaney adalah transgender pertama yang mendapatkan penghargaan khusus bagi perempuan tersebut.

Butuh Kepastian

Berangkat dari kasus Delaney, mustinya FIFA sudah sejak lama membentuk panel untuk membuat aturan bagi kaum pesepak bola transgender. Setidaknya memberi kepastian apakah seorang transpuan seperti Delaney boleh berkompetisi di liga wanita, juga sebaliknya.

Kalangan transgender pun musti berbesar hati kalau aturan ternyata tidak berpihak pada mereka. Misalnya aturan terbaru asosiasi renang dunia, (Fdration internationale de natation, Fina), Juni 2022 lalu.

Dalam aturan tersebut ada larangan bagi transpuan untuk turut serta di kompetisi wanita. Kecuali si atlet transpuan dapat membuktikan jika dirinya belum pernah mengalami pubertas sebagai seorang pria (sumber).

Aturan itu didukung oleh 71% pemilih dari 152 federasi nasional anggota Fina. Voting digelar di Budapest, menyusul satu laporan dari panel sains FINA.

Panel tersebut menemukan fakta bahwa seorang transpuan masih memiliki keunggulan signifikan atas perempuan alamiah. Sekalipun hormon testoteron dalam tubuh mereka sudah berkurang akibat tindakan medis dalam proses transisi gender, keunggulan itu tetap tersisa.

Alasan sama menjadi dasar kritik atas keberhasilan Lia Thomas menjuarai kompetisi renang tingkat mahasiswa di Amerika Serikat (sumber). Kisah perenang tersebut mirip Delaney. Dia sempat bertanding di kompetisi pria selama tiga tahun, sebelum kemudian pindah ke kompetisi wanita usai menjalani transisi gender.

Tak lama setelah larangan Fina tadi giliran The International Rugby League (IRL), asosiasi rugbi seluruh dunia, yang mengambil sikap sama. Namun aturan terbaru mereka masih bersifat sementara sampai ada ujian klinis lanjutan yang lebih valid (sumber).

Balik lagi ke sepak bola, federasi Jerman (DFB) sudah melangkah mendahului FIFA terkait isu ini. Berbeda sikap dengan Fina dan IRL, DFB mengizinkan pesepak bola transpuan bertanding di kompetisi wanita. Aturan baru tersebut bakal diterapkan mulai musim 2022/2023 (sumber).

Akan tetapi aturan itu hanya berlaku di kompetisi yunior, futsal dan amatir. Tidak di kompetisi profesional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun