Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Hanya Jokowi yang Independen

23 Februari 2021   15:31 Diperbarui: 23 Februari 2021   15:34 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi (Dok Theconversation.com)

Sistemnya dibuat satu. Dari pintu Presiden semuanya. KPU mengawal kepentingan siapa?, umumnya alibinya ya demi demokrasi dan kedaulatan rakyat. Itu semua retorika kosong. 

Yang betul, tentu KPU mengamankan kepentingan dari orang-orang di atasnya. Jika ada perintah KPU harus memenangkan salah satu calon di Pilkada, apapun problem yang dihadapinya. Komisioner KPU akan mati-matian memenangkan calon tersebut.

Apalagi perintah yang disertai janji atas sesuatu. Hierarki dari KPU juga begitu. Dari pusat sampai ke daerah-daerah dalam dikendalikan sekali saja. Seperti itu pula Bawaslu tetap sentralistik. 

Berapa lama lagi, ketika Presiden memerintah Ketua KPU RI dan Bawaslu RI untuk memenangkan salah satu calon Kepala Daerah. Dengan dijamin dukungan dari lembaga lain, sudah pasti kemenangan dapat didesainnya dengan matang, dan mantap. Jangan percaya yang namanya lembaga independen.

Soal independen secara tertulis, tekstual benar. Tetatpi sudah pada tahap implementasinya, tidak lagi independen. Kemewahan independen malah dijadikan jargon, pelindung atau selimut untuk menangkis segala hal negatif yang dilakukan lembaga-lembaga tersebut. Semua kendali tertinggi ada pada Presiden. Bohong-bohongan itu independensi kelembagaan.

Bahkan independennya Presidenpun, kadang kala dapat diintervensi. Apalagi hanya sekelas KPK dan MK. Mudah sekali diatur. Ketua Umum Parpol, pimpinan DPR, MPR, DPD RI, pemilik modal, apalagi Presiden begitu mudahnya mengendalikan lembaga-lembaga yang diberi label independen ini. Jangan berharap lebih terhadap independensi.

Siapa bilang lembaga tersebut independen?, sedangkan Komisioner atau personil yang mendiami lembaga itu adalah individu-individu yang diseleksi dari kader parpol. 

Rutenya dari dapur parpol dan dapur Istana. Jadi cukup melibatkan Presiden dan Ketua Umum-Ketua Umum parpol, semua solusi politik dapat dicapai. Sebaiknya lembaga seperti MK dan KPK dibubarkan saja.

Sebab untuk keputusan politik. Sengketa Pilkada untuk mencari keadilan ke MK, hanya menjadi sepenggal cara untuk memperlambat kekalahan. Kalau oknum-oknum yang berada di lembaga independen itu bandit, tetap saja independensi menjadi tidak beharga. Perubahan kesadaran total harus dilakukan. Bukan 'merekayasa' lembaga bahwa seolah-olah lembaga itu sangat suci, mandiri tak diintervensi.

Begitupun KPK. Selama kasus-kasus mega proyek atau kasus korupsi super jumbo belum dituntaskan, lembaga seperti KPK ini tidak ada gunanya. Hanya menjadi sarang, sekaligus tempat untuk mewariskan dendam politik semata. 

Ketika pada pemerintahan kali ini kasus tertentu belum mampu dirampungkan, akan diwariskan ke pemerintahan setelahnya. Kasus korupsi menjadi bargaining politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun