Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi Berkemajuan, Jadilah Mansuia Terakhir

15 Mei 2020   21:04 Diperbarui: 16 Mei 2020   10:34 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bicara dalam skala perkembangan politik di daerah. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) memang bersentuhan erat dengan kompetisi dan kompromi kepentingan. Kental persaingan politik lokal sering kali membawa-bawa politik aliran. Pada tingkat kecenderungan pemilih acapkali masyarakat bersifat pragmatis.  

Yang didahulukan mereka adalah memilih pemimpin yang dapat memberikan sesuatu. Disaat itu juga, tak berfikir jangka panjang. Jika tidak begitu, masyarakat lebih tertarik memilih kandidat Kepala Daerah yang mereka kenal. Dua arus kepentingan pemilih ini sering berbenturan. Diantara memilih calon pemimpin berduit dan kandidat yang dikenal. Tentunya, masing-masing mempunyai alasan.

Lepas dari itu, supaya tidak berlarut. Kita mengajak masyarakat agar lebih mengutamakan hal pokok, ketimbang bungkusan (tampilan). Melihat visi misi atau program dan rekam jejak dari figur yang akan dipilih masyarakat, itu lebih bermanfaat. Ketimbang, rebut, ribet serta sibuk sesuatu yang bersifat operasional (teknis).

Diantara yang teknis yakni kandidat Kepala Daerah yang berduit, kaya raya tapi miskin ide dan pengalaman bekerja. Termasuk mereka politisi yang mengandalkan paras cantik atau ganteng semata. Menghipnotis masyarakat dengan penampilan. Itu tidak penting. Masyarakat itu butuh kebijakan yang berpihak pada mereka.

Masyarakat memerlukan pemimpin yang berpihak. Peduli dan tidak kikir dalam kebijakannya pro pada kepentingan publik. Para calon Kepala Daerah dan segenap kader partai politik, pemerhati sosial juga harus memberi edukasi politik pada masyarakat. Jangan berdiam diri, apalagi ikut arus. Dibutuhkan masyarakat itu pemimpin yang mampu memberi keadilan, sekaligus kemakmuran.

Kalau Francis Fukuyama melahirkan tesis ''akhir sejarah'', maka masyarakat kekinian harus memunculkan semboyang stop pembodohan tersistematis dalam politik. Pembodohan dimaksud yaitu praktek politik materialistik. Masyarakat memberi ruang dan cepat lupa ingatan, lalu memilih lagi politisi yang ''mandul''. Politisi yang sejak menjadi wakil rakyat dan Kepala Daerah tak mampu berkontribusi.

Mereka yang sejak diberi amanah hanya diam saja. Tak punya karya monumental, kaku dalam memanfaatkan momentum untuk mewujudkan terobosan yang menguntungkan masyarakat. Sejatinya, mereka yang tidak punya prestasi saat diberi kesempatan, tidak diberikan lagi peluang. Jangan masyarakat mau dihargai dengan politik transaksional.

Tentu kepentingan bersama kita melahirkan demokrasi yang berkemajuan. Bukan sebatas kata-kata dan konseptual. Tapi pemahaman yang membumi, bermasyarakat dan mampu diamalkan masyarakat. Semangat gotong royong sebagai warisan para pendiri Negara ini harus disemangati ulang. Daur ulang kalau dinilai menjadi metode terbaik, ya dilakukan saja. Intinya kita menghendaki demokrasi yang maju.

Pemahaman berkemajuan perlu ditularkan. Tidak bersifat komunitas semata. Hal ini bertujuan agar masyarakat juga mengerti tentang perjuangan bersama tersebut. Mereka tahu apa yang harus dilakukan. Bukan dipaksa menjadi peramai semata, pelengkap dan lain sebagainya. Karena kalau begitu, hanya melahirkan kepincangan mewujudkan demokrasi berkemajuan. Kesadaran semua yang diperoleh, tidak total.

Manusia Terakhir

Jadilah manusia terakhir dalam mengukir sejarah. Sebagai masyarakat Indonesia kita beruntung diberi kelebihan dengan potensi sumber daya alam yang luas dan melimpah. Belum lagi manusianya rata-rata memiliki kemampuan yang berkualitas. Itu kekayaan kita, jangan membuat minder. Yang nantinya dapat merendahkan wibawa bangsa kita di mata dunia Internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun