Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi Sampai Mati

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Tolak Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa

23 Januari 2023   19:30 Diperbarui: 31 Januari 2023   07:31 1459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SESUAI amanat Undang-undang Nomor 6 tahun 2014, tentang Desa, khususnya pasal 39 jelas mengatakan Kepala Desa memegang jabatan 6 tahun. Terhitung sejak ditetapkan atau dilantik.

Kemudian, dalam ayat 2 menyebutkan. Sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Kepala Desa menjabat paling lama 3 kali masa jabatan. Baik itu secara berturut-turut atau tidak berturut turut. Jika ditotal, lamanya masa Kepala Desa 18 tahun.

Kini mencuat tuntutan sejumlah Kepala Desa yang meminta agar masa jabatan Kepala Desa dalam 1 periode ditambah menjadi 9 tahun. Misalkan ditetapkan pemerintah, maka seorang Kepala Desa berpotensi memimpin Desa kurang lebih 27 tahun.

Sebuah kondisi yang nyaris sama dengan era orde baru. Ikhtiar yang dilakukan di pasca reformasi ialah untuk pembaharuan. Sirkulasi Kepemimpinan jangan dihambat. Beri ruang untuk proses regenerasi kepemimpinan di Desa. Termasuk mengatur masa jabatan sebagai bagian dari agenda reformasi. Tak boleh ada peluang kekuasaan absolut.

Kepemimpin di Desa memerlukan penyegaran. Bahkan, masa jabatan Kepala Desa idealnya diperpendek menjadi 5 tahun saja. Atau bahkan cukup 3 tahun. Dan dapat diberi kesempatan menjadi calon kembali minimal 2 kali. Biar ruang demokrasi benar-benar dirasakan seluruh komponen rakyat di Desa.

Atas berbagai pertimbangan, maka struktur pemerintahan di Desa harus efektif dan minimalis. Menyehatkan dan menyelamatkan demokrasi dari kepungan politik dinasti. Menurut saya, wacana penambahan masa jabatan Kepala Desa argumentasi dan dalilnya dapat dipatahkan. Tidak prioritas.

Tuntutan para pendemo yang hanya segelintir orang itu, tak perlu digubris. Tidak perlu didramatisir. Menjadi wacana politik yang meluas akhirnya, hingga ramai dibicarakan publik. Bahkan, Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, Menteri Kemendes PDTT, Abdul Halim Iskan, dan beberapa politisi juga telah angkat bicara mendukung tuntutan tersebut.

Harus proporsional ditanggapi. Kita sedang memasuki tahun politik 2024, ini bertanda manuver para pendemo juga perlu diperiksa apa motifnya. Apakah murni dari rakyat? Ataukah didompleng, ada agenda titipan? Kepala Desa amat rawan dimanfaatkan berbagai pihak.

Meminta penambahan jabatan di tahun politik, rasanya tak akan lepas dari kecurigaan publik. Usulan perpanjangan jabatan Kepala Desa jangan dibaca sepenggal sebatas yang terungkap dipublik. Paket wacana Presiden tiga periode juga tentu akan terlacak di sini.

Kalau menambah masa jabatan dengan alasan efektivitas memimpin, menyelesaikan gejolak pasca Pilkades, rasanya terlalu lemah argumentasi tersebut.

Problemnya bukan pada lama atau sedikitnya masa kepemimpinan, melainkan pada kualitas leadership seorang Kepala Desa.

Apalagi yang ikut demo itu hanya 1.000-an orang, jauh dari klaim representasi rakyat. Apalagi seolah-olah mewakili 81.616 Desa (baca, data BPS). Sungguh begitu jomplang. Tidaklah mewakili Desa tentunya. Belum lagi jika ditelanjangi jauh ke belakang. Aspirasi segelintir Kepala Desa ini lebih didominasi atas semangat mobilisasi.

Dalam konteks demokrasi, permintaan segelintir Kepala Desa adalah wajar dan sah-sah saja. Namun bukan berarti langsung disetujui. Masih banyak aspek yang perlu dipertimbangkan. Karena menambah masa jabatan Kepala Desa juga berpeluang menambah masalah, KKN, dan penyalahgunaan kewenangan di Desa.

Akan muncul raja-raja kecil di Desa. Penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) juga sensitif dengan penyimpangan. Ada pula case, bantuan pemerintah hannya diterima atau diberikan kepada keluarga Kepala Desa. Kepala Desa dan kroni-kroninya yang merasakan manfaat bantuan.

Kepala Desa yang menjabat malah membuat jarak. Membajak demokrasi. Mendiskriminasi rakyat dalam kebijakannya. Ini yang perlu serius dicarikan jalan keluarnya. Bukan menambah masa jabatan. Apalagi penambahan masa jabatan, selain "memfasilitasi" monopoli kekuasaan, juga membuat langgeng politik dinasti di Desa.

Soal mentalitas dan kemampuan memimpin dari Kepala Desa yang harus dipoles atau ditraining ulang. Menambah masa jabatan selama apapun, jika Kepala Desa minim kemampuan, ya sama saja. Bahkan, yang terlahir yaitu mudharat.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui jumlah Desa adalah 81616. Aspirasi segelintir Kepala Desa atau Kades itu batal demi kekuatan legitimasi rakyat. Bisa disimpulkan, itu hanya suara sebagian kecil Kades yang karena kepentingan politiknya.

Selain itu, dibeberapa media massa, seperti Wartaekonomi.co.id, Sabtu, 21 Januari 2023, memuat berita dengan judul "Presiden Jokowi Setuju Soal Perpanjangan Masa Jabatan kades Jadi 9 Tahun, Pengamat: Ini Manuver Politik Pengkondisian 3 Periode!", memuat argumentasi pakar yang mendukung agar perpanjangan masa jabatan Kepala Desa dilakukan. (Tanggapan Jokowi pun bisa dibaca di sini)

Dengan alasan pembangunan Desa lebih maksimal. Ditambah lagi dengan adanya gelombang protes yang mencuat. Seperti Budiman Sudjatmiko, politisi PDI Perjuangan disebut melempar bola panas terkait perpanjangan masa jabatan Kepala Desa yang disebutnya telah disetujui Presiden Jokowi.

Budiman dituding terlalu berani mengatasnamakan Presiden Jokowi. Yang dikatakan menyetujui usulan perpanjangan masa jabatan Kepala Desa.

"Jadi saya berani katakan, meski saya tak wakili kepala-kepala desa itu tapi karena saya diajak bicara, beliau setuju dengan tuntutan (masa jabatan 9 tahun) itu. Tinggal nanti dibicarakan di DPR," begitu kata Budiman, sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Minggu, 22 Januari 2023.

Selanjutnya, sesuai berita yang berjudul "Apdesi Mengaku Tegur Budiman Sudjatmiko Karena Lempar Bola Panas ke Jokowi soal Masa Jabatan Kades", Budiman menuturkan, perpanjangan masa jabatan Kades merupakan salah satu poin tuntutan dari 1.500 kepala desa yang berunjuk rasa.

Tak berhenti disitu. Beberapa partai politik dinilai memanfaatkan isu ini. Praktik dagang dan dagelan politik dilakukan. Saling memanfaatkan keadaan, saling merebut perhatian rakyat. Tentu karena kepentingannya adalah Pemilu 2024. Itu artinya, cara politisasi tengah dilakukan.

Di lain sisi, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia menyebut, partai politik "menggoda" para Kades dengan perpanjangan masa jabatan untuk menarik empati mereka jelang Pemilu 2024. Hal tersebut diutarakan Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Apdesi, Asri Anas.

Para kades yang turun di depan gedung DPR menuntut perpanjangan masa jabatan tergoda dengan tawaran partai politik. PDI Perjuangan dan Partai Kebangkitan Bangsa disinyalir menggoda, menompleng isu ini. Akhirnya, makin viral dan menjadi framing pemberitaan media massa.

Tentu dengan kompensasi tertentu. Tidak gratis, tidak bebas nilai. Berbagai kondisi ikut memberi pengaruh atas perjuangan 1000-an Kepala Desa ini, hal ini mengharuskan pemerintah perlu menimbang secara matang. Jangan terburu-buru menyetujui apa yang diminta terkait penambahan masa periode jabatan Kepala Desa tersebut.

JANGAN BIARKAN KORUPSI MEKAR DARI DESA

Pemerintah pusat mesti lebih selektif lagi. Dimana pembangunan harus berjalan berkelanjutan, tapi perimbangan juga wajib dilakukan. Antara realisasi program, evaluasi, dan pengawasan ekstra guna memastikan program pemerintah berjalan secara baik di Desa merupakan bagian penting.

Jangan sampai ADD menjadi malapetaka bagi pemerintah Desa. Membuat stakeholder di Desa bertengkar. Padahal, yang diharapkan Presiden Jokowi ialah proses pembangunan berjalan dengan efektif. Rakyat dapat menikmati pembangunan secara adil dan merata.

Ketika lengah, lalu pemerintah (Presiden dan DPR) menyepakati penambahan masa jabatan Kepala Desa tanpa mempertimbangkan dimensi lainnya. Hal itu akan menambah masalah di Desa. Dapat diprediksi, penambahan masa jabatan Kepala Desa akan membuat kompetisi Pilkades makin memanas.

Politisi dari tiap partai politik akan turun merebut kekuatan di Desa. Alhasil, rakyat yang harusnya dibiarkan merayakan demokrasi dengan kesantunannya, akan tercoreng dengan politik uang. Kecurangan dan upaya menghalalkan segala cara akan terjadi. Cita-cita kesejahteraan makin jauh dirasakan rakyat.

Itu sebabnya, wacana penambahan masa jabatan Kepala Desa menjadi 9 tahun per satu periode segera dihentikan. Layak ditolak usulan tersebut. Lagian, apa yang disuarakan itu tidak urgen untuk pembangunan di Desa. 

Lebih baik, para kepala Desa diberikan pembekalan, dibelaki keahlian manajemen kepemimpinan yang mumpuni. Ketimbang menambah masa jabatan. Lamanya Kades memimpin Desa akan mendorongnya korupsi.

Harus berbagai pendekatan dilakukan para pembuat aturan. Jangan biarkan korupsi menjalar, apalagi tumbuh dari Desa. Itu akan membuat tata kelola pemerintahan tercemar, merusak seluruh sendi kehidupan rakyat. Lebih baik mencegah, daripada mengobati.

Bung Amas (Dokpri)
Bung Amas (Dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun