2. Resiliensi yang lebih kuat memungkinkan mahasiswa menghadapi tekanan akademik dengan lebih baik (Tiatri & Sahrani, 2017).
3. Optimisme akademik yang lebih tinggi membantu mahasiswa memandang masa depan dengan harapan positif (Ahkam M. A, 2021).
4. Perilaku sosial positif, seperti altruisme, kreativitas, dan kerja sama tim (Cohen & Pressman, 2006).
5. Karakteristik kepribadian yang sehat, yang mendukung perkembangan akademik dan sosial (Mashford-Scott et al., 2012).
Sehingga dalam hal ini, school well-being yang tinggi menjadi dasar yang memungkinkan mahasiswa tidak hanya sukses secara akademik, tetapi juga secara sosial dan emosional.
Studi menunjukkan bahwa school well-being yang tinggi mampu meningkatkan adversity intelligence (kemampuan menghadapi kesulitan), resiliensi, optimisme, hingga membentuk karakter yang toleran, kreatif, dan altruistik. Mahasiswa dengan kesejahteraan akademik yang baik cenderung percaya diri, mudah bekerja sama, dan memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi dalam konteks perkuliahan.Â
Konsekuensi dari School Well-Being yang Rendah
Sebaliknya, jika school well-being rendah, dampaknya bisa sangat serius: stres akademik, berkurangnya motivasi belajar, keinginan untuk keluar dari kampus, bahkan kecenderungan melakukan pelanggaran sosial.
Dalam hal ini mengidentifikasi dua problem utama yang timbul dari rendahnya school well-being dan secara implisit menyoroti pentingnya dukungan sosial sebagai solusi. Artikel ini akan menguraikan lebih lanjut konsekuensi-konsekuensi tersebut dan mengapa dukungan sosial menjadi krusial dalam mengatasi masalah ini.
Problem Pertama
"Penurunan school Well-Being dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti berkurangnya minat belajar, kesulitan melihat, dan bahkan ketidakmampuan untuk keluar dari perguruan tinggi." School well-being merujuk pada kondisi psikologis, emosional, dan sosial yang positif di lingkungan sekolah. Ketika kondisi ini menurun, dampaknya bisa sangat luas dan merugikan, yaitu :