Mohon tunggu...
Bunda Hanna
Bunda Hanna Mohon Tunggu...

seorang ibu rumah tangga

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Gawan Bayi

5 Februari 2012   17:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:01 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi masyarakat Jawa, utamanya daerah asal saya, Jawa Timur, kata-kata 'Gawan Bayi' pasti familiar di telinga kita. Kata yang kurang lebih bermakna 'karakter khas' sedari kecil, sehingga seakan-akan sebuah 'tanda' yang ada sejak lahir, yang dibawa oleh bayi.

Atau, mungkin ada yang lebih paham makna kata-kata tersebut?

Hmm, ...

Saya sering diolok-olok oleh saudara atau teman-teman saya. Katanya saya mempunyai gawan bayi yang aneh. Padahal, saya menganggapnya biasa-biasa saja.

Saya terlahir tidak jijik-an (gampang jijik) juga tidak penakut. Maka, tak heran jika ketika saya merantau dan bertempat tinggal di sebuah perumahan baru, saya menjadi tukang memandikan mayat, siapa dan bagaimanapun kondisi mayat tersebut. Tentu mayatnya perempuan. Kalau mayatnya laki-laki, pada awalnya saya hanya memberikan instruksi kepada para laki-laki. Tapi sekarang tidak perlu lagi, mengingat laki-laki di lingkungan saya sudah pinter-pinter dalam menyelenggarakan jenazah. Paling-paling saya kebagian menyiapkan kain kafannya.

Untuk 'Gawan Bayi' yang satu ini, sepertinya saya warisi dari bapak saya. Saya ingat, bapak selalu terdepan dalam penyelenggaraan jenazah di lingkungan saya. Bahkan pernah, ketika ada mayat tetangga yang sudah 5 hari membusuk karena tidak diketahui meninggalnya, tak ada seorangpun yang mau menjamahnya. Hanya  Bapak yang sudi mengurusnya. Beliau urus mayat tersebut sebagaimana mestinya, tanpa ada ekspresi jijik sama sekali.

Atau pernah suatu ketika, jaman saya masih berusia SD, tetangga yang menderita tumor ganas di punggungnya meninggal dengan meninggalkan aroma yang tentu saja sangat tidak sedap. Tak ada yang berani mendekat. Orang-orang hanya sibuk berbisik dan sesekali mengucap mantra 'amit-amit jabang bayi'. Namun, Bapak tak segan membersihkan badan almarhum dan mengurusnya hingga selesai.

Ah, ... Bapak.

Dan setelah usai semua tugas-tugasnya, Bapak tak akan berkurang nafsu makannya. Hehehe, ...

Meski demikian, Bapak paling tidak bisa mendengar orang membuang dahak ketika Beliau makan. Pasti Beliau akan menghentikan aktifitas makannya, sembari menahan rasa ingin muntahnya. Juga ketika mendengar orang atau anak yang 'sentrap sentrup' memelihara ingus pileknya. Saya tahu, Beliau benci setengah mati.

Nah, semua itu 'plek' dengan saya. Saya juga jijik sekali dengan semua itu. Plus, langsung mual jika melihat orang kumur-kumur kemudian airnya langsung ditelan. Ampun, deh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun