3. Eligible. Bagi banyak anak dari keluarga miskin, utamanya hampir miskin sering tidak memenuhi kriteria (eligible) sebagai penerima bantuan sosial. Misalnya, Program seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) belum menjangkau seluruh anak yang membutuhkan. Hanya 60% anak putus sekolah yang menerima KIP (Kemendikbud 2023).
Keluarga miskin sering juga berarti miskin informasi, tidak terekspos sosialisasi program jaring pengaman sosial, maka banyak yang bahkan tidak tahu bahwa berbagai bantuan sosial.
4. Kendala Non-Ekonomi. Bagi banyak anak dari keluarga miskin justru dengan melakukan pernikahan dini, diskriminasi terhadap anak disabilitas, dan tidak menciptakan lingkungan mendukung iklim pendidikan.  Juga kurang tersedia akses pendidikan bagi  anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Langkah Nyata
Untuk mengatasi kendala bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu untuk kembali sekolah, Â membutuhkan langkah-langkah kongkrit, meliputi: pendataan, bantuan holistik, pendampingan dan mentoring, dan edukasi untuk orang tua.Â
Pelibatan RT/RW dan dusun dan kepala desa untuk pengumpulan data mikro rumah tangga dari anak putus sekolah yang "belum tercakup" oleh sistem pendataan makro.Â
Bagi ATS dari keluarga miskin beasiswa saja tidak cukup. Bantuan harus menyeluruh (holistik) mencakup: makanan bergizi di sekolah, transportasi gratis, dan penguatan  ekonomi keluarga.
Anak-anak ATS yang dibutuhkan bukan hanya uang. Mereka membutuhkan motivator, dukungan psikologis, dan figur pembimbing, maka perlu pendampingan dan mentoring. Â
Banyak keluarga miskin belum memahami pentingnya pendidikan, maka  "Sekolah Sampai Lulus" harus kampanyekan, terutama di daerah dengan angka putus sekolah tinggi.
Bukan Solusi Setengah Hati