4. Membantu Remaja Mengelola Emosi dan Stres
Periode remaja identik dengan gejolak emosi dan tekanan sosial. Tantangan spesifik di era digital, seperti cyberbullying atau paparan konten negatif, sebagai pemicu stres yang harus dibantu kelola oleh orang tua. Stres yang tidak dikelola bisa berujung pada keputusasaan, bahkan perilaku menyimpang. Orang tua perlu membantu anak mengenali gejala stres - baik fisik (sakit kepala, jantung berdebar) maupun psikologis (mudah marah, sulit konsentrasi). Teknik sederhana seperti STOP - THINK - ACTÂ dapat diajarkan: berhenti sejenak, berpikir jernih, lalu bertindak dengan tenang.
Dalam Islam, pengelolaan stres erat dengan konsep tawakkal dan sabar. Allah berfirman, "Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat" (QS. Al-Baqarah: 45). Shalat, dzikir, dan relaksasi spiritual seperti membaca Al-Qur'an terbukti secara psikologis dapat menurunkan tingkat stres dan memperbaiki suasana hati (Koenig, 2012).
5. Menjadi Pendamping yang Menghidupkan
Pada akhirnya, mendampingi remaja meraih sukses bukan sekadar menghentikan perilaku buruk, tetapi menghidupkan yang baik. Apresiasi kecil, tatapan penuh pemahaman, dan kehadiran yang tulus bisa menjadi alasan seorang remaja tetap percaya pada dirinya dan pada kebaikan hidup. Dalam setiap langkah mendampingi mereka, kita bukan hanya sedang membentuk anak-anak yang sukses di dunia, tetapi juga generasi penerus yang berkarakter luhur dan siap menjadi insan profesional religius - sebagaimana cita-cita Tri Sukses pembinaan generus, berakhlak mulia, alim-faqih, dan mandiri. (BM)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI