Di dalam kerangka itu, kerja sama dengan sopir-sopir angkot merah merupakan bagian dari pelayanan. Terjawab sudah, mengapa para sopir angkot demikian sopan dan helpfull. Ongkos angkot pun termasuk wajar. Tidak nembak. Telah terjalin hubungan saling menguntungkan:
- Angkot memperoleh cukup muatan (berangkat dan pulangnya);
- Pengelola mendapatkan pengunjung;
- Pelancong dari stasiun Merak mencapai tempat penyeberangan tanpa drama dan horor, seperti ongkos angkut terlampau mahal atau pungutan liar dari calo.
Penutup
Kesan baik menggores di kepala, setelah melihat komunitas D'Jetty Medaksa Sebrang mengelola destinasi wisata Pulau Merak Besar. Bahkan, impresi tersebut muncul sejak menaiki angkot di pagar keluar stasiun Merak.
Pengelolaan secara profesional terhadap tempat wisata ini belum lama. Keterangan Rivaldi dan pembenahan infrastruktur dermaga yang sedang berlangsung merupakan penegasan.
Meski relatif baru, wisatawan terus berdatangan ke Pulau Merak Besar. Komunitas D'Jetty Medaksa Sebrang melayani dengan baik dan sungguh-sungguh. Bukan hanya menarik duit para pelancong.
Dengan itu, pengunjung dapat bermain dan menikmati suasana asli serta asri di Pulau Merak Besar dengan santai. Tanpa banyak drama dan horor akibat tarif masuk mencekik leher, ongkos-ongkos yang menguras kantong, atau bersitegang dengan pemalak.
Gaya pengelolaan yang patut dicontoh oleh tempat wisata lainnya, agar sebuah destinasi wisata tidak hanya populer sebentar, tak lama kemudian mati. Awalnya ramai pengunjung, berikutnya sepi lantaran tarif dan harga-harga pelayanan selangit. Bila itu terjadi, siapa yang rugi?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI