KENDATI masih terlihat baru, penyeberangan ke tempat wisata pulau terlihat dikelola secara teratur. Di tempat tujuan, suasana asri dalam lingkungan asli menawarkan kesejukan alami. Ditambah, pengelolaan baik membuat pengunjung merasa nyaman dan aman.
Kesan baik muncul sejak naik angkot dari pintu keluar Stasiun Merak, hingga menyeberang ke Pulau Merak Besar. Takada "nembak" tarif. Tiada ongkos terlalu mahal, seperti yang mungkin terjadi di beberapa tempat wisata hits lainnya.
Rupanya, penyelenggara sedang membangun pengelolaan tempat wisata secara profesional.
Demikian kurang lebih kesimpulan yang saya dapatkan dari pembicaraan dengan salah satu anggota komunitas pengelola destinasi wisata tersebut. Siapakah mereka? Â
***
Perjalanan ke Merak, Kota Cilegon, Banten dimulai dari Kota Bogor. Berangkat sejak pagi, agar bisa pulang hari itu juga.
Naik Commuter line ke Jakarta hingga Rangkasbitung. Mengetap kartu uang elektronik pada pemindai di gate, agar pada pintu putar (turnstile) mudah dilewati.
Sedangkan untuk mendapatkan tiket kereta Rangkasbitung-Merak, calon penumpang membeli di loket stasiun Rangkasbitung atau melalui aplikasi daring Access by KAI.
Jalan kaki keluar dari stasiun Merak saya menjumpai beberapa angkot ngetem. Pengemudi menyeru, menawarkan tumpangan ke pantai yang rupanya sedang naik daun.
Kami sempat meminta ke sopir untuk turun di restoran terkenal yang menjual masakan Padang. Â Namun, kami membatalkan rencana. Sebetulnya, sopir dan penumpang lain mau saja menunggu andai kami membungkus makanan.
Toh, mungkin di sana ada tempat makan hingga kafe. Benarlah. Ada warung nasi, warung masakan Padang, kafe. Akhirnya bakso di gerobak menjadi santapan siang sebagaimana dikisahkan pada artikel sebelumnya.
Sebelum makan, antre membeli tiket. Takada serobotan pun teriakan tanda tak sabar. Tertib dan rapi.
Setelah makan, kami kembali ke lokasi. Masuk lebih dalam untuk mendapatkan nomor antrean --melewati kafe yang penuh pengunjung, lalu menunggu bersama puluhan pengantre lainnya
Melalui megafon, pria berkacamata memanggil nomor-nomor pengantre yang mendapat giliran menaiki perahu.
Wisata Pulau
Daratan dikelilingi laut ini merupakan tujuan wisata para pengantre. Untuk mencapainya, pengunjung menumpang perahu. Tampak dekat, meski saya tidak mengetahui persis jaraknya.
Pulau Merak Besar menawarkan suasana hutan masih asri dan asli. Terdapat kelompok monyet. Pengelola rajin meletakkan potongan buah untuk makanan mereka.
Pasir pantainya relatif putih dengan serpihan karang di sepanjang pinggirnya. Kadang terlihat potongan rumpun rumput laut.
Air lautnya jernih, sehingga terlihat hamparan pasir di dasarnya. Baik untuk kegiatan melihat dasar dengan selam permukaan. Lebih ke tengah, laut terlihat kebiruan.
Aktivitas kapal feri di Pelabuhan Merak menjdi pemandangan menarik. Dari pulau adem tersebut pengunjung melihat kapal besar, berangkat ke dan tiba dari Pelabuhan Bakaheuni, Lampung.
Di Pulau Merak Besar terdapat kios penyewaan tikar, peralatan snorkeling, perlengkapan berkemah, dan sebagainya. Tentu saja ada tempat penjualan beragam menu kuliner.
Di beberapa sudut terdapat tempat sampah. Pada bagian yang bertanah terlihat guratan sapu lidi. Sebuah tempat wisata yang bersih. Tempat wisata tersebut tampak rapi, dilengkapi rambu petunjuk dan larangan, dan dikelola dengan cakap.
Cara Mencapainya
Untuk mencapainya, mesti menaiki perahu melewati selat. Di dermaga kecil Djetty Medaksa tersedia perahu terbuat dari fiberglass. Tiket senilai Rp20.000 per orang sudah termasuk biaya menyeberang dan masuk pulau.
Perahu bermesin tempel memuat 8 hingga 12 penumpang. Tiap-tiap perahu dilengkapi dengan jaket pelampung sebanyak jumlah penumpang. Lautnya lumayan berombak. Perahu beroperasi hingga pukul 17.15 WIB.
Ada delapan perahu, tetapi berhubung pada hari itu laut sangat berombak maka hanya dua yang dioperasikan. Bahkan, pagi sebelumnya penyeberangan sempat dibatalkan. Sekitar 300 orang tidak jadi ke Pulau Merak Besar.
Pria muda berkacamata tadi mengatakan bahwa jumlah kunjungan ke Pulau Merak Besar cukup banyak. Pada hari biasa rata-rata dikunjungi 100 orang. Pada akhir pekan kunjungan melonjak menjadi enam kali lipat, 600-an orang. Bahkan, pernah mencapai puncaknya, yaitu 1.800 orang.
Wow! Agaknya, destinasi wisata laut ini sedang hits. Oleh karena itu perlu pengelolaan rapi dan profesional.
Di dermaga yang sedang berbenah dan menyempil di samping Pelabuhan Eksekutif Merak, para pemuda mengatur penumpang agar menaiki perahu dengan selamat. Pengemudi perahu bermotor adalah pria muda.
D'Jetty Medaksa Sebrang
Rasa penasaran mendera, siapa yang mengelola penyeberangan, kafe, dan menjaga keteraturan di pulau Merak Besar?
Pria berkacamata yang memegang megafon tadi --namanya Rivaldi-- mengatakan, semuanya dilakukan oleh komunitas. Kelompok ini merupakan gabungan pemuda setempat dan profesional yang terbiasa mengelola tempat wisata.
Rivaldi sendiri berpengalaman dalam pengelolaan tempat wisata di Pulau Belitung. Tidak dijelaskan, sebagai apa dan berapa lama. Bersama pemuda setempat dan lainnya, Rivaldi yang berasal dari Rangkasbitung berada dalam satu kelompok bernama D'Jetty Medaksa Sebrang.
Komunitas itu terbentuk pada Oktober 2024. Dermaga penyeberangan mulai beroperasi April 2025. Fasilitas-fasilitas pendukungnya masih terus disempurnakan hingga artikel ini dibuat.
Saya bertanya ke Rivaldi, siapa pemodal untuk pembangunan infrastruktur tersebut.
"Ada seorang Kakak yang mendanai semuanya."
Tidak diperoleh keterangan, "Kakak" sebagai saudara tua atau sebutan untuk tokoh yang dituakan. Kakak itu pula yang menginisiasi kegiatan positif bagi warga setempat dengan menyelenggarakan wisata pulau.
Komunitas D'Jetty Medaksa Sebrang meliputi 30 anggota terdiri dari tukang parkir, petugas informasi, penjaga loket, pengatur antrean, pegawai kafe, pengemudi perahu, tenaga penyewaan peralatan, hingga petugas kebersihan di Pulau Merak Besar.
Menurut Rivaldi, tidak ada istilah "bos" atau "anak buah." Kedudukannya setara dengan fungsi masing-masing. Mereka bekerja profesional demi pelayanan terbaik bagi sebanyak-banyaknya wisatawan.
Di dalam kerangka itu, kerja sama dengan sopir-sopir angkot merah merupakan bagian dari pelayanan. Terjawab sudah, mengapa para sopir angkot demikian sopan dan helpfull. Ongkos angkot pun termasuk wajar. Tidak nembak. Telah terjalin hubungan saling menguntungkan:
- Angkot memperoleh cukup muatan (berangkat dan pulangnya);
- Pengelola mendapatkan pengunjung;
- Pelancong dari stasiun Merak mencapai tempat penyeberangan tanpa drama dan horor, seperti ongkos angkut terlampau mahal atau pungutan liar dari calo.
Penutup
Kesan baik menggores di kepala, setelah melihat komunitas D'Jetty Medaksa Sebrang mengelola destinasi wisata Pulau Merak Besar. Bahkan, impresi tersebut muncul sejak menaiki angkot di pagar keluar stasiun Merak.
Pengelolaan secara profesional terhadap tempat wisata ini belum lama. Keterangan Rivaldi dan pembenahan infrastruktur dermaga yang sedang berlangsung merupakan penegasan.
Meski relatif baru, wisatawan terus berdatangan ke Pulau Merak Besar. Komunitas D'Jetty Medaksa Sebrang melayani dengan baik dan sungguh-sungguh. Bukan hanya menarik duit para pelancong.
Dengan itu, pengunjung dapat bermain dan menikmati suasana asli serta asri di Pulau Merak Besar dengan santai. Tanpa banyak drama dan horor akibat tarif masuk mencekik leher, ongkos-ongkos yang menguras kantong, atau bersitegang dengan pemalak.
Gaya pengelolaan yang patut dicontoh oleh tempat wisata lainnya, agar sebuah destinasi wisata tidak hanya populer sebentar, tak lama kemudian mati. Awalnya ramai pengunjung, berikutnya sepi lantaran tarif dan harga-harga pelayanan selangit. Bila itu terjadi, siapa yang rugi?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI