Sama saja sih, tapi sepertinya penamaan Lontong Kupang lebih populer. Kali ini saya memakai istilah Lontong Kupang. Ngikut orang-orang aja lah.
Dulu, sebelum ada Jembatan Suramadu, di Bangkalan tidak ada penjual Lontong Kupang.
Jembatan nasional Suramadu panjang 5,4 kilometer menghubungkan Surabaya di Pulau Jawa dan Bangkalan di Pulau Madura. Melintasi jalan terentang di atas Selat Madura ini, dari ujung ke ujung, hanya menempuh waktu sekitar sepuluh menit berkendaraan bermotor.
Bandingkan jika menggunakan kapal feri. Berlayar dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, ke Pelabuhan Kamal, Bangkalan butuh waktu 1-1,5 jam. Belum lagi jika ditambah antrean masuk kapal.
Jembatan Suramadu meningkatkan mobilitas warga dan distribusi barang atau jasa, termasuk pedagang.
Penjual Lontong Kupang datang dari Kenjeran, Surabaya, ke Alun-alun Bangkalan menggunakan sepeda motor melalui Jembatan Suramadu demi mencari peruntungan di Bangkalan.
Menurutnya, dagangan lumayan laris. "Alhamdulillah, rata-rata dagangan habis."
Saya tidak mencari tahu lebih lanjut, apakah cepat laku karena warga setempat menggemari makanan khas ini, atau warga Bangkalan bertambah dengan pendatang dari Surabaya dan Sidoarjo.
Mengabaikan keingintahuan tersebut, saya memesan Lontong Kupang untuk dimakan di tempat. Di sini saya bisa melihat langsung "pertunjukan" meracik makanan.
Menggunakan sendok makan, pada piring pria penjual menggerus bawang putih, cabai rawit, petis berwarna kecoklatan, dan perasan jeruk nipis. Lalu ia meletakkan potongan lontong dan empat tusuk sate kerang.