KUPANG LONTONG. Tidak mudah menemukan hidangan khas Sidoarjo ini di Kota Hujan. Bahkan, bisa jadi tidak ada penjualnya di Bogor.
Namun, satu kenyataan telah meruntuhkan pernyataan di atas.
***
Sekian tahun tinggal di Kota Bogor dan menjelajahi Kabupaten Bogor, saya belum pernah melihat penjual olahan kerang tersebut, bahkan satu saja.
Akhirnya, saya menyimpulkan bahwa tidak ada penjual Kupang Lontong, sekalipun di rumah makan Jawa Timuran.
Namun pendapat itu pupus sebelum menghadiri pertemuan komunitas penggemar VW, Bogor Volkswagen Club (BVC), pada Agustus lalu di daerah Cijujung, Kabupaten Bogor.
Saya berangkat cepat sebagai antisipasi jika terjadi kemacetan. Maklum, jalanan Bogor cenderung lebih padat pada akhir pekan atau libur.
Ternyata tidak. Angkot dinaiki terlalu cepat melewati daerah tujuan. Kepagian, maka saya turun di Nanggewer, Kabupaten Bogor, dan memasuki Perumahan Bumi Sentosa. Nongkrong di Nganumart.
Ketika menyeruput kopi, pandangan jatuh ke spanduk sebuah rumah makan: nasi pecel, tahu tek, nasi goreng, bakso Malang, dan ... dan Kupang Lontong!
Tanpa pikir dua kali, saya menghabiskan kopi lalu menuju rumah makan tersebut dan memesan Kupang Lontong.
Waktu masih tinggal di Malang, Kupang Lontong merupakan hidangan favorit. Kalau agak jauh, memakannya di Waru, Sidoarjo, di pinggir jalan bernaungkan pepohonan.
Di Malang, penjaja Kupang Lontong berkeliling keluar masuk permukiman.Â
Mbok penjual yang berasal dari Bangil, Jawa Timur, menggendong barang dagangan. Ketika ada yang memanggilnya, ia melepaskan selendang pengikat keranjang pada tubuhnya.
Darinya ia mengeluarkan bahan dan peralatan. Piring bersih diisi sedikit gula, bawang putih, cabai rawit, perasan jeruk nipis, dan petis udang (atau petis kupang?). Semua bahan dihaluskan dengan sendok.
Kemudian kuah panas dan kupang dituangkan ke atasnya. Terakhir, ditambahkan potongan lentho (terbuat dari kacang tolo/tunggak ditumbuk dan bumbu-bumbu).
Kupang merupakan keluarga kerang yang berukuran sangat kecil, dipanen di pinggir pantai atau lumpur air asin (sumber).
Tidak semua orang mau menyantapnya. Sebagian merasa kurang nyaman, karena kupang dipanen dari lumpur muara. Lainnya, merasa janggal dengan rasa dan teksturnya. Itu soal selera.
Saya menyukainya dari kali pertama merasakan. "Pertunjukan" penjual meracik Kupang Lontong menambah keinginan menyantapnya.
Sayang, di Warung Mbo'Is itu proses peracikan Lontong Kupang tidak terlihat. Semua masakan diolah di dalam dapur, tak terlihat dari meja pengunjung.
Bagaimanapun, sepiring Kupang Lontong membuat mata saya berbinar. Selama belasan tahun saya tidak menyantapnya, berhubung di Bogor tidak ada penjualnya dan lama tidak ke Malang atau Surabaya.
Sekarang, saya menemukan rumah penjual Kupang Lontong di Bogor. Tepatnya, di sebuah rumah makan tak jauh dari gerbang keluar-masuk Perumahan Bumi Sentosa, Nanggewer, Kabupaten Bogor.
Bagaimana rasanya?Â
Kurang lebih sama dengan di daerah asalnya. Kupang, lontong, dan kuah hangatnya terasa manis, agak pedas, dan tentu saja gurih.
Saya menduga, rasa manis berasal dari petis dan penambahan gula di dalam racikannya.
Di Rumah Makan Mbo'Is Kupang Lontong dihargai Rp22.000 seporsi. Harga pantas dan rasa enak untuk hidangan langka di Bogor.
Baidewei ... baswei ..., dalam kunjungan ke Bangkalan awal bulan September lalu, akhirnya saya melihat "pertunjukan" meracik Kupang Lontong dan menyantapnya penuh hasrat. Nanti ceritanya, pada artikel berikutnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI