Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kebijakan Pukul 5 Pagi

8 Maret 2023   07:06 Diperbarui: 8 Maret 2023   07:33 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar bos dengan kebijakan pukul 5 oleh StockSnap dari Pixabay

Ini bukan ihwal bunga pukul 4, tetapi soal kebijakan pukul 5 yang mengikat semua orang. Ada sanksi keras terhadap tiap pembangkangan.

Maka, wajah-wajah itu pun memucat. Melihat bos mereka pergi ke belakang. Setelahnya, seperti biasa, Gupenur mengeluarkan kebijakan aneh.

Sebentar. Sebentar. Sebelum terlalu jauh, ada baiknya mengetahui batasan-batasan, agar tidak merambat ke kode nomor kendaraan Kediri. Ah...

"Belakang" merupakan suatu penghalusan dari tempat lembap yang dimaksudkan untuk membuang limbah.

Buangan ringan bersifat cair merupakan hasil penyaringan ginjal.

Partikel padat lebih berat adalah ampas telah diisap saripatinya. Berbentuk padat lembek, dengan bobot kira-kira dua setengah hingga lima ons.

Membiarkan mereka hanyut atau menenggelamkan bisa dilakukan secara sendiri-sendiri, maupun dalam keadaan nyaris berbarengan.

Baik. Selanjutnya. Gupenur adalah nama seseorang. Bisa jadi, waktu itu orangtuanya mendoakan putranya agar menjadi pemimpin provinsi. Namun berhubung mereka meleset melafalkan kata "gubernur", maka pada akta kelahiran sang anak tertera "Gupenur".

Kelak keinginan luhur sepuh tercapai. Tidak mengepalai suatu wilayah, tetapi Gupenur menjadi direktur sebuah perusahaan berkembang pesat. Entitas usaha dengan beberapa cabang dan banyak anak buah.

Sedikit banyak Gupenur berhasil memakmurkan perusahaan berikut pegawainya. Namun ada satu kebiasaan buruk yang dilakukan berulang-ulang.

Setiap kali pergi ke belakang, setiap kali itu pula ia menelurkan kebijakan janggal.

Umpama. Saat dua tahun kemarin pandemi menghantui semua orang, perusahaan ibarat berjalan di tempat. Banyak pegawai tidak berkegiatan, akibat pengurangan banyak produksi lantaran tidak banyak pembeli. Kemudian banyak pegawai mengeluh.

"Bosan," kata bagian pemasaran.

Departemen produksi mengeluh, "ngantuk, tiada kerjaan."

Penanggung jawab bidang Sumber Daya Manusia nyap-nyap, "kalian enak-enakan, pada makan gaji buta!"

Demi mencerap segala keluh, Gupenur beranjak ke belakang. Membuka pintu lalu mengunci dari dalam. Cukup lama.

Sukses menurunkan berat badan (indikasinya: terdengar dari suara siraman air dalam jumlah besar dan seketika), Gupenur keluar dengan wajah lega. Sambil menarik, membetulkan celana, ia memanggil seluruh manajer.

"Perintahkan kepada pegawai tanpa kecuali, agar menciptakan pekerjaan. Mulai besok pagi mengecat langit...!!!"

"Haah...???"

"Apa? Pecat bagi yang membangkang!"

Tiada tawar menawar. Tiada sanggahan.

Lain waktu, ketika menduduki jok belakang berlapis kulit nan empuk sedan buatan Jerman, di satu daerah terpencil serta sangat terasing, Gupenur memerintah sopir agar menepikan kendaraan.

Mengajak asisten pribadinya, "aku mau ke belakang pohon. Mau ikut?"

Sang wanita gelagapan, "...ba ... bagian.. mana merupakan belakang pohon?"

"Bodoh kamu! Belakang pohon adalah tempat kita buang air kecil."

Wanita muda itu menggaruk kepala tidak gatal.

Gupenur menarik resleting. Kacamata hitam menyapu lapangan tempat jin buang anak yang sama sekali tidak strategis itu. 

"Kita ekspansi. Beli kawasan ini! Mulai besok bangun cabang di sini! Kalau sudah siap, pindahkan sebagian pegawai ke kantor baru!"

Muka asisten pribadi dan sopir serta-merta pucat.

Banyak lagi kebijakan janggal dibuat. Akan menjadi daftar panjang bila dituliskan di sini.

Celakanya, tiap-tiap kebijakan aneh tersebut -suka tidak suka, mau tidak mau- para manajer dan pegawai, pokoknya semua anak buah tanpa kecuali, harus mematuhi kebijakan dibuat.

Gerutu, sanggahan, penolakan, hingga pembangkangan hanya menghasilkan satu jalan keluar, yaitu surat pemecatan. Oleh karena itu tiada satu jua manajer, pegawai, dan anak buah tanpa kecuali tidak menerapkan kebijakan.

Pada satu siang cerah. Matahari ceria berlari-larian di balik awan putih tanpa mendung, Gupenur kembali ke kantor dengan terbirit-birit. Suara cepirit mripit menembus celana, hingga semua orang dari mulai lobi sampai belakang mendengar jelas.

"Blaammm...," pintu dibanting.

Lima belas menit. Dua puluh menit. Akhirnya suara air menyiram dalam jumlah banyak dengan seketika.

Muncul wajah lega dan ceria membetulkan celana, "seluruh manajer ke sini...!!!"

Wajah-wajah pucat mendekat. Dengan saksama mereka menunggu kebijakan janggal lainnya.

"Sudah semua? Baiklah. Saya punya gagasan hebat demi meningkatkan kinerja pegawai."

Wajah-wajah pucat menarik napas. Namun belum sempat mengembuskan kembali, Gupenur menyatakan sebuah kebijakan.

"Semua manajer, pegawai, dan anak buah tanpa kecuali. Catat ya! Mulai besok masuk kantor dan bekerja pada pukul 5.00 pagi!"

Maka, wajah-wajah itu pun kembali memucat membayangkan reaksi orang rumah.

Gambar oleh ini diambil dari sini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun