Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pengaruh Kenaikan Cukai terhadap Penurunan Konsumsi Rokok

5 November 2022   07:18 Diperbarui: 5 November 2022   09:55 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berhenti merokok oleh Tumisu dari pixabay.com

Pemerintah menaikkan cukai rokok rata-rata 10%. Berlaku untuk dua tahun sekaligus, 2023 dan 2024. 

Tidak itu saja, cukai untuk rokok elektronik naik rata-rata 15%. Juga kenaikan 6% untuk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL), seperti ekstrak dan esens tembakau, tembakau hisap, tembakau kunyah.

Berita kenaikan Cukai Rokok selanjutnya dapat dibaca di sini.

Katanya sih, menaikkan cukai demi mengendalikan konsumsi (kesehatan), memelihara keberlangsungan industri, meningkatkan penerimaan negara, dan mengendalikan rokok ilegal.

Kenaikan cukai rokok akan menaikkan harga jual rokok. Diharapkan berimbas terhadap penurunan keterjangkauan masyarakat kepada rokok. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap penurunan ini dapat menurunkan konsumsi rokok (sumber).

Benarkah demikian?

Kios menjual barang kebutuhan sehari-hari (dokumen pribadi)
Kios menjual barang kebutuhan sehari-hari (dokumen pribadi)

Ketika sedang nongkrong untuk minum air mineral di sebuah kios, terdengar seorang pria meminta sebungkus rokok.

"Dua puluh dua ribu, ya," kata penjual.

"Biasa. Catet dulu!"

Agaknya langganan yang hendak memancing di kolam dekat kios penyedia barang kebutuhan sehari-hari.

Kolam pemancingan (dokumen pribadi)
Kolam pemancingan (dokumen pribadi)

Seingat saya, empat tahun lalu rokok kretek itu ditukar dengan uang Rp 16-17 ribu. Saking lamanya tidak merokok, saya baru tahu kalau harganya sudah jauh berbeda.

Juga baru tahu, ternyata di kios tersebut tersedia beragam rokok yang dulu belum pernah saya dengar mereknya. Harganya pun setengah dari rokok punya nama, Rp 9 -- 11 ribu per bungkus isi 12 batang. Bisa jadi di warung-warung pinggiran Bogor ada pula rokok dengan harga lebih terjangkau.

Bagi penggemar, rokok dengan harga mahal tetap dibeli, kendati sambil menggerutu. Kalau tidak, ya beralih ke rokok serupa dengan harga lebih murah. Ada juga yang membeli tembakau beraroma rokok merek terkenal, berikut papir (kertas rokok) dan alat linting rokok manual terbuat dari kayu.

Harga mahal, rokok lebih murah, dan rokok tingwe (linting dewe) bagi perokok bukan masalah besar. Terpenting ada asap mengepul dari mulut, kendati dapur tidak ngebul.

Empat tahun lalu saya adalah perokok yang turut merasakan kenaikan harga rokok waktu itu.

Dalam satu hari menghabiskan satu bungkus rokok kretek tanpa filter dan satu bungkus rokok mild. Kretek untuk dinikmati berlama-lama. Mild diisap di sela waktu sempit.

Termasuk bukan perokok berat, namun sudah lama sekali saya berkeinginan untuk berhenti merokok. Sulit sekali. Berhasil sedikit merokok hanya saat bulan Ramadhan.

Mencoba mengurangi sedikit demi sedikit, tidak berhasil menghentikan kebiasaan merokok. Sempat mengganti rokok dengan permen dan camilan, tidak berhasil juga. Malahan tubuh cenderung melar.

Dengan cara itu, paling banter bisa berhenti merokok hanya tiga hari. Selanjutnya saya kembali ngelepus (bahasa Sunda untuk terus menerus merokok), meski ada kenaikan harga satu jenis rokok dari Rp 12.500 menjadi Rp 16 ribu.

Bagi saya, ternyata harga rokok naik tidak serta merta menghentikan kebiasaan merokok. Tidak ada pengaruhnya.

Tahu sih jika merokok dapat mengganggu kesehatan. Seperti, antara lain: mengurangi kebugaran, meningkatkan risiko terkena kanker, menyebabkan penyakit jantung, berefek negatif terhadap kesuburan, mengurangi kelenturan otot.

Sekali waktu saya berhasil menghentikan kecanduan terhadap rokok selama tiga bulan. 

Awalnya dirawat seminggu di rumah sakit akibat flek di paru-paru. Kata dokter, salah satunya akibat merokok yang diperparah oleh pola hidup yang tidak sehat, misalnya kurang istirahat.

Berat badan turun sepuluh kilo. Setelah keluar dari rumah sakit selera makan tidak langsung pulih. Bau asap rokok pun tercium tidak enak.

Berhasil berhenti. Dari itulah saya berniat tidak akan merokok lagi. 

Berhenti total hanya sampai tiga bulan, yaitu ketika berkumpul bersama teman-teman. Asap mengepul. Terbersit keinginan untuk mencoba karena saya masih ingat betul bagaimana nikmatnya merokok.

Mencoba satu jenis rokok, tidak enak. Merek lain pun demikian. Sampai-sampai seorang teman menyodorkan bermacam rokok merek terkenal. Saya mencoba satu per satu.

Akhirnya satu merek rokok putih mulai cocok di indra pengecap. Maka dari itulah saya mulai merokok dan merokok. Tiada hari tanpa merokok.

Keinginan untuk menghentikan kebiasaan merokok setiap saat muncul, tapi setiap saat itu pula kepulan asap putih menguburkan niat.

Kemudian keinginan menghentikan kebiasaan merokok terkabul. Berhasil berhenti total! Bagaimana caranya?

Dua pekan saya dirawat di rumah sakit. Serangan penyakit kronis telah menghentikan segala-galanya.

Tidak berkegiatan fisik alias beristirahat total. Selera makan jauh berkurang. Berhenti total dari kecanduan terhadap rokok.

Sampai sekarang tidak ada keinginan untuk merokok lagi. Saya mengerti konsekuensinya. Sekali mengisap sebatang rokok, maka saya akan kembali menjadi pecandu rokok.

Saya sangat tahu akibat buruknya terhadap kesehatan dan betapa sulit untuk menghentikannya. Bagi saya, berhenti mengonsumsi rokok bukan karena kenaikan harga rokok, tetapi sebab terserang penyakit kronis.

Sebuah kesimpulan spesifik yang tidak berlaku umum, tetapi tidak ada salahnya bila perokok mengurangi --kalau bisa menghentikan---kebiasaan merokok.

Berhenti merokok mulai saat ini juga. Tidak dengan cara bertahap, tapi sekaligus sebelum penyakit menghentikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun