Sejak keluar dari perawatan inap di rumah sakit, tidak sedikit kenalan menawarkan pengobatan alternatif.
Yaitu suatu penyembuhan penyakit dengan cara, peralatan, dan bahan yang tidak termasuk dalam standar pengobatan medis (sumber).
Maka dari itu, sebagian pengobatan alternatif yang pernah saya ikuti adalah:
Bekam
Terapi dengan menyedot "darah kotor" dari tubuh. Saya melakukan terapi pada bulan-bulan awal, mengiringi pengobatan medis.
Setelah bekam sedikit banyak ada perkembangan positif, seperti badan terasa lebih ringan dan kepala terasa lebih enteng. Sekarang belum menjalani bekam lagi, mengingat tidak ada keluhan spesifik.
Setrum Listrik
Pengobatan ini sempat viral, di mana pasien dialiri listrik 220 Volt. Menggunakan lempengan beraliran listrik dialasi handuk basah di kaki terapis dan kaki penderita.
Sembari menyentuh bagian sakit/kaku pasien, terapis menginjak lempengan logam. Listrik yang biasa untuk peralatan rumah tangga seketika mengalir ke tubuh pasien.
Terapi kejut listrik yang aduhai menyakitkan.
Pijat
Pemijatan akan menstimulasi otot dan saraf agar lebih lentur. Menurut saya terapi ini cukup enak. Bukan untuk menyembuhkan, meskipun sebagian pemijat menjanjikan kesembuhan.
Dipijat di simpul-simpul saraf memang menyenangkan. Orang normal pun mestinya senang dipijat (bukan pijat plus-plus lho).
Sebetulnya beberapa orang menyarankan pengobatan alternatif lain, baik di wilayah Bogor maupun luar kota. Namun saya belum berminat dengan berbagai alasan.
Saya rutin menjalani pengobatan medis. Sembuh atau tidak adalah relatif. Pengobatan melalui dokter spesialis merupakan upaya agar keadaan tidak bertambah buruk. Atau menghindari terserang stroke untuk kedua kalinya, jika mengabaikan obat-obatan disarankan.
Sembuh total menjadi normal kembali lantas tidak lagi menjadi tujuan. Itu adalah kuasa Yang Maha Penyembuh. Pengobatan medis, pikiran positif, dan semangat untuk lebih baik, atau lebih sehat, adalah modal utama dalam rangka menghabiskan sisa hidup.
Tidak perlu muluk-muluk berkeinginan, agar tidak memetik kecewa.
Kemarin tiba-tiba seorang teman datang membawa pria lajang yang katanya bisa menyembuhkan. Setelah berbasa-basi, pria berusia menjelang 40 tahun itu mulai memegang tangan kanan saya. Mengangkatnya dan melakukan ritual tertentu sambil berkali-kali menarik napas dalam.
Beberapa belas menit kemudian, ia memberikan air mineral kemasan gelas yang telah diberi mantra-mantra. Lalu bersila dan komat-kamit.
"Syaraf-syaraf sudah kaku. Dengan 9 sampai 11 kali pengobatan, stroke pasti sembuh. Pertemuan berikutnya tergantung perintah dari yang gaib."
Gaib? Sakti betul!
Saya pun membatin, kok rasa-rasanya saya tidak yakin ya? Moga-moga si gaib mendengar keluhan saya, kemudian membisiki pria sakti itu agar memberi penjelasan yang dapat diterima.
Pengalaman sih begitu. Jika betul-betul sakti, ngrentek (membatin) sedikit saja mestinya orang yang dikaruniai kepekaan akan bereaksi.
Ini tidak. Malah membakar rokok dan menyeruput kopi. Baiklah. Saya pasrah. Keengganan mulai menyelusup ke dalam diri.
Ndilalah besoknya --tadi pagi-- pria tersebut mengirim pesan WA: "habis Jumatan ke situ. Nanti saya mengoperasi jantung...bla..bla..bla.. sampeyan kenak zakat 341 ribu. Siapkan amplot...."
Operasi jantung? Tiga ratus empat puluh satu ribu? Bagaimana kalau 9 sampai 11 kali pertemuan?
Meskipun, misalnya, setiap bulan memperoleh k-rewards 3-4 juta, saya ogah mengamplopinya. Mending jajan setiap hari di soto Mang Karso-nya Engkong Felix!
Dengan lekas saya menjawab, kurang lebih: "..... untuk jumlah itu, saat ini dan dalam waktu dekat tidak siap dengan jumlah sebanyak itu..."
Tiada lagi balas!
Seingat saya, sewaktu masih bergaul dengan orang yang memiliki kemampuan spiritual, dalam menolong orang kesusahan mereka:
- Tidak mensyaratkan pembayaran. Pengobatan semata-mata sebab imbalan dapat melunturkan "ilmu" dimilikinya. Kalaupun ada yang memberikan uang, karena tulus.
- Tidak menyombongkan diri dengan mengklaim, pasien bisa sembuh. Menganggap dirinya sebagai perantara, di mana kesembuhan dipicu dan dipacu oleh mind set pasien semata.
- Biasanya, dalam beberapa kejadian, orang dengan "kelebihan" akan mampu membaca isi hati dan pikiran orang lain.
Jadi, kehadiran "orang sakti" yang kurang meyakinkan itu membuat saya bertambah tidak yakin dan bertanya-tanya, memang ada pengobatan alternatif yang mujarab?
Sampai saat ini saya tetap mengikuti program pengobatan medis, minum obat dengan teratur, terapi mandiri (gerakan dan jalan kaki), serta berusaha menghindari makanan yang seyogianya pantang.
Berusaha menghindari, bukan berarti tidak. Sesekali makan sate kambing agar tidak penasaran, asalkan tidak sering dan berlebihan.
Bagi saya, pengobatan alternatif yang manjur alias mujarab bin mustajab adalah:
- Berdoa kepada Maha Pemberi Kehidupan.
- Senantiasa menumbuhkan semangat hidup dalam diri.
- Belajar berpikir positif.
- Mengendalikan emosi negatif.
- Minum jamu.
- Meditasi, biarpun tidak rutin.
- Menerapkan teknik Reiki, kendati tidak begitu rajin (maafkan saya Bu Roselina Tjiptadinata dan Pak Tjiptadinata Effendi).
Begitu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI