Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Omicron, Kupat Tahu Bandung, dan Persepsi Umum

4 Desember 2021   20:55 Diperbarui: 4 Desember 2021   20:56 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyantap Kupat Tahu Bandung di masa pandemi (dokumen pribadi)

Di pinggiran sebuah pasar. Polwan berhenti untuk menegur kerumunan pedagang tanpa masker.

Seorang pria legam menceletuk, "Bu, kopit tos mangkat!" (Bu, Covid 19 sudah pergi/menyingkir/musnah).

Kehebohan tersebut saya dengar saat menyantap kupat tahu Bandung di atas trotoar.

Bah! Bukannya membungkus lalu membawanya pulang (take-away), tapi kok malah makan di tempat. Seperti biasa, saya berdalih: sudah aman dari Covid. 

Lagi pula menyantap makanan di warung yang sepi, tidak (belum) ada pembeli lain.

***

Suara sirene pembawa kematian sudah jarang terdengar. Berita-berita duka di linimasa jauh berkurang. Pasukan "penertiban" pelanggaran PPKM tidak tampak berseliweran lagi di jalan. Khususnya di Kota Bogor.

Potret kemacetan di salah satu jalan kota Bogor (dokumen pribadi)
Potret kemacetan di salah satu jalan kota Bogor (dokumen pribadi)

Setelah pelonggaran PPKM dengan evaluasi berkala beberapa waktu lalu, lalulintas kembali ramai. Pelonggaran di tempat tertentu wajib menggunakan aplikasi PeduliLindungi, tunduk kepada ketentuan kapasitas (daya muat), dan --tentu saja---kepatuhan protokol kesehatan:

  1. Mencuci tangan dengan sabun.
  2. Memakai masker
  3. Menjaga jarak.
  4. Menjauhi kerumunan.
  5. Mengurangi mobilitas.

Kegiatan-kegiatan ekonomi mulai berkibar. Susah bagi saya menyeberangi jalan besar. Membutuhkan orang lain sebagai pemandu.

Namun sebagian masyarakat memaknai relaksasi sebagai pengenduran protokol kesehatan. Sepintas, tampak kerumunan orang-orang tidak memakai masker. Entah soal lain berkaitan dengan kepatuhan protokol kesehatan.

Vaksinasi masal dianggap sebagai pengobatan final melawan penularan Covid 19. Tercermin dari reaksi pria di atas, menganggap virus korona sudah musnah.

Meski tidak dapat dipandang sebagai generalisasi, paling tidak, pernyataan tersebut terungkap dari dari obrolan warung kopi.

Saya penasaran. Apakah warga kebanyakan, masyarakat warung kopi, memahami bahwa virus korona masih ada. Ditambah dengan ancaman munculnya Omicron yang konon jauh lebih menular daripada varian sebelumnya.

Dalam kesempatan jalan-jalan pada Sabtu pagi, saya iseng ingin tahu respon warga dengan bertanya:

  1. Apa itu Omicron?
  2. Bagaimana pandangan tentang penggunaan masker? Sengaja hanya menanyakan satu dari 5 M protokol kesehatan, agar keingintahuan tidak melebar.

Pada Sabtu pagi yang mendung, selain membeli bawang Bombay dan tepung saya bertanya ke pemilik warung mracangan dekat rumah.

"Pernah dengar Omicron?"

"Gak jual. Barang apa itu?"

"Lupakan. Kok gak pakai masker? Kan berisiko?"

"Ngapain? Saya sudah divaksin. Covid sudah lenyap," mang Penjual tersenyum lebar.

Berjalan lebih jauh, saya membeli telur di sebuah kios yang juga menjual beras. Pertanyaan sama. Jawaban serupa.

Satu kilometer lebih jauh, saya berhenti di toko khusus penjualan camilan, membeli: kacang kulit sangrai, keripik tahu dan gadung, kuping gajah, serta simping. Kepada pegawai saya menanyakan ihwal sewujud. Reaksinya pun sebangun dengan orang pertama dan kedua.

Dengan metode asal-asalan, pertanyaan bersahaja, dan mengambil cuma tiga responden, saya mengambil dugaan:

Kalangan warga biasa tidak mengenal Varian Omicron. Mereka juga merasa aman setelah mendapatkan vaksin, dengan mengabaikan penggunaan masker. Boro-boro patuh kepada protokol kesehatan!

Sketsa di atas menjadi cermin dari persepsi masyarakat umum terhadap varian Omicron dan tingkat kepatuhan kepada protokol kesehatan. Pun, sepertinya, edukasi dan pengawasan dari otoritas terdekat mulai mengendur.

Rasanya tidak perlu menunggu kedatangan varian Omicron, sehingga seluruh elemen masyarakat sibuk mengatasinya. Lebih baik berjaga-jaga dari sekarang dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.

Jangan pula ditiru kelakuan saya yang melahap kupat tahu Bandung di tempat dengan santai, alih-alih membungkusnya.

Semoga warga umumnya dan aparat pengendali tidak lengah menghadapi penularan Covid 19 berikut variannya.

Tentu simpulan di atas bukan kata putus. Bukan generalisasi dari masalah, karena ia sama sekali tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Biar para cerdik cendekia bersekolah tinggi melakukan penelitian lebih serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun