Satu kilometer lebih jauh, saya berhenti di toko khusus penjualan camilan, membeli: kacang kulit sangrai, keripik tahu dan gadung, kuping gajah, serta simping. Kepada pegawai saya menanyakan ihwal sewujud. Reaksinya pun sebangun dengan orang pertama dan kedua.
Dengan metode asal-asalan, pertanyaan bersahaja, dan mengambil cuma tiga responden, saya mengambil dugaan:
Kalangan warga biasa tidak mengenal Varian Omicron. Mereka juga merasa aman setelah mendapatkan vaksin, dengan mengabaikan penggunaan masker. Boro-boro patuh kepada protokol kesehatan!
Sketsa di atas menjadi cermin dari persepsi masyarakat umum terhadap varian Omicron dan tingkat kepatuhan kepada protokol kesehatan. Pun, sepertinya, edukasi dan pengawasan dari otoritas terdekat mulai mengendur.
Rasanya tidak perlu menunggu kedatangan varian Omicron, sehingga seluruh elemen masyarakat sibuk mengatasinya. Lebih baik berjaga-jaga dari sekarang dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Jangan pula ditiru kelakuan saya yang melahap kupat tahu Bandung di tempat dengan santai, alih-alih membungkusnya.
Semoga warga umumnya dan aparat pengendali tidak lengah menghadapi penularan Covid 19 berikut variannya.
Tentu simpulan di atas bukan kata putus. Bukan generalisasi dari masalah, karena ia sama sekali tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Biar para cerdik cendekia bersekolah tinggi melakukan penelitian lebih serius.