Lelaki itu tepar terkapar di kamar, akibat lalai melaksanakan permintaan pacarnya: menuangkan seluruh isinya ke dalam aliran sungai!
Tidak lama setelah lulus kuliah, Pono diterima bekerja pada sebuah lembaga pembiayaan. Bidang yang berbeda dengan apa yang dipelajarinya di bangku kuliah. Takmengapa, toh Ia lolos setelah menempuh serangkaian tes: psikologis, tertulis, dan dalam percakapan-percakapan dengan beberapa orang.
Pekerjaan berbeda dengan latarbelakang pendidikan, tidak menghalangi Pono merasa nyaman. Asyik-asyik saja. Yang penting gajian.
Gaji yang diterima dirasakannya amatlah banyak, menurut ukurannya sebagai orang yang berasal dari desa.
Secara seksama, gajinya diatur pengeluarannya untuk bermacam-macam keperluan.
Pastinya untuk melunasi biaya kos bulanan, makan sehari-hari selama merantau, taklupa mengirimkannya sebagian kepada orang tua. Sekali-kali rekreasi dan membeli keperluan lainnya, seperti baju beserta sepatu. Sisanya disimpan dalam tabungan untuk masa depan bahagia.
Pono berniat mempersunting gadis manis putri Ibu kos. Meskipun hidup di kota besar dengan segala godaannya, gadis berponi itu tidak terpengaruh. Ia bersahaja dan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar.
Putri kedua Ibu kos itu sedang menempuh kuliah di jurusan kedokteran. Oleh karenanya, Ia harus benar-benar serius dalam belajar agar bisa meraih gelar dokternya tepat pada waktunya.
Tetapi bukan berarti keseriusan tersebut membuatnya menjadi gadis kutu buku yang kaku.
Gadis manis berambut poni itu lincah dan ramah, rajin menyapa penghuni kos yang berjumlah 5 orang dengan senyumnya. Empat orang penyewa adalah bapak-bapak, para pria yang masing-masing sudah beristri.