Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kepakaran, dari Warung Kopi ke Ruang Digital

5 Agustus 2020   11:20 Diperbarui: 5 Agustus 2020   21:27 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: freepik.com/upklyak)

Terlepas dari polemik yang berujung di ranah hukum itu, perlu dipertanyakan kepakaran yang akhir-akhir ini bermunculan. Apalagi di tengah situasi pandemi Covid-19, yang mana para ahli sedang berupaya keras menemukan antivirus dengan sangat serius. Jangan sampai ada pihak yang mengaku-aku sebagai pahlawan penemu antivirus, seperti Hadi Pranoto.

Perlu disimak ihwal kepakaran dan cara menyikapinya.

Ketentuan telah mengatur, bahwa guru besar atau profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan pendidikan tinggi. Terinformasi, sejak pemerintahan Habibie, pada lembaga penelitian kementerian, peneliti setingkat doktoral bisa menjadi profesor dengan menempuh prosedur tertentu.

Untuk meraih kepakaran, secara umum profesor telah menempuh kewajiban tambahan, antara lain:

  1. Memberikan kuliah dalam bidang keilmuan yang menjadi fokusnya, apakah itu ilmu murni, sastra, atau ilmu terapan, seperti disain, seni-budaya, hukum, bisnis, medis, dan lainnya.
  2. Mengadakan penelitian sesuai bidang keilmuan. Hal ini memungkinkan lahirnya profesor dari lembaga penelitian, bukan dari dunia akademik.
  3. Melakukan pengabdian kepada masyarakat secara non-profit, apakah bersifat konsultatif maupun pendampingan di pemerintahan atau bidang lain.
  4. Menggembleng akamedisi/peneliti muda mengembangkan keilmuan dan juga sebagai calon profesor penggantinya.

Tentu saja jenjang kepakaran atau profesor didapat dari pengetahuan mendalam tentang satu bidang ilmu, melalui selang waktu panjang, dan diakui oleh para akademisi setelah melampaui pembuktian.

Kepakaran juga didapat dari penitikberatan pada pengetahuan khusus (fokus pada bidang tertentu), mendalam, ekstensif, diperoleh dari pengalaman, dan proven serta diakui oleh publik, meskipun tidak serta-merta memperoleh gelar profesor secara akademik.

Tentang cara memeriksa status profesor selengkapnya dapat dilihat pada artikel Ruang Berbagi, di sini.

Ada saja orang yang "pandai dan banyak bicara" di warung kopi sampai ruang publik digital. Obrolan sedemikian menyihir audiens yang menganggapnya pakar. Tidak penting apakah "kepakaran" tersebut diperoleh dari tuntutan pekerjaan, pengalaman sekedar, atau sebab membaca berita selintas.

Pun demi popularitas, sebagian YouTubers menyiarkan konten dengan menghadirkan narasumber yang dikiranya pakar. yang akhirnya menyesatkan. Kemudian konten dimaksud menghadirkan kontroversi: dianggap pembohongan, pembodohan, dan penyesatan.

Utamanya di tengah bencana pandemi Covid-19 sekarang ini. Ramuan herbal dapat disesatkan sebagai obat mujarab penyembuh infeksi virus korona.

Akhirul Kata
Sesungguhnya apa yang dilakukan oleh pengunggah konten kontroversial itu adalah sebuah bentuk penyelewengan sosial bersifat sekunder dan menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat penonton.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun