Pagi ini kuaduk ingatan, dari serakan serpihan, tentang kamu.
Tergesa kutenggak secawan kopi itu, sebelum menumpahi ceruk mata baru disetrika, menyisakan ampas untuk kenangan, di sore hari.
Fajar masih menganga, siang telah bergesa, cakrawala menanti di perjalanan, seperti biasa. Seharian, berpeluh tanpa keluh, runtuh dicumbu bayu. Tak sempat mereguk, bahkan setetes pun, bayang di tepi fatamorgana.
Wajahnya semburat, ketika bersua senja. Malam senantiasa menyambutnya, dengan kemesraan, memeluk kelelahan siang, lalu menina-bobokkan, di balik keteduhan rembulan.
Bagiku, pulang petang tiada pelukan kenangan, meringkuk dalam kesepian muram.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!