Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Luluh Lantak

26 September 2019   11:45 Diperbarui: 26 September 2019   11:53 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Sial..." umpatnya dalam hati.

Lebih dari satu jam tanda koneksi tidak tampak pada telpon genggam. Sudah hampir tiga minggu jaringan internet timbul tenggelam, kadang muncul kadang lenyap. 

Bisa jadi dibatasi oleh pemerintah, akibat semakin derasnya informasi keliru beterbangan mendidihkan suasana pertentangan dua kelompok hingga menggelombangkan amuk massa ke seantero negeri. Indra sedang berusaha memesan kendaraan daring dari rumah sakit setelah usai pemeriksaan rutin setiap bulan.

Senja kian merambat diselimuti malam membuat was-was memikirkan ikhtiar pulang. Angkutan Kota tidak tampak, hanya satu dua melintas dipenuhi orang sampai memenuhi atap. 

Kondisi saat ini tidak memungkinkan bagi tubuh Indra untuk ikut berjubel memperebutkan ruang pijak di angkutan umum itu. Setiap orang tampaknya bergegas memacu kendaraannya sehingga tak sempat menjawab ketika ditanya tujuan yang searah menuju rumah.

"Terpaksalah berjalan kaki pelan-pelan sembari menunggu jaringan telepon seluler pulih atau angkot yang tidak penuh lewat" batinnya pasrah.

Satu setengah kilometer berjalan kaki bagi Indra akan terasa lama, empat kali waktu yang dibutuhkan pada saat sehat. Malam memeluk erat menyemburkan hawa dingin merasuk tulang, tiada mantel pelindung. Lengkaplah penderitaan Indra yang berjalan lambat tertatih, menjaga agar kaki kanannya tidak tersandung. 

Internet masih tiarap, angkot lowong belum juga ada, kendaraan jarang lewat, kalaupun ada rombongan sepeda-motor melintas cepat memekakkan telinga. Beberapa truk membawa pasukan tentara berkonvoi dengan panser bergemuruh bergerak cepat. Sesekali lewat truk pengangkut orang-orang terlantar.

Di keremangan, empat lelaki bermata nanar mengepulkan asap rokok di mulut gang di antara pertokoan yang pada beberapa bagian pecah kacanya, serpihan bertebaran. Indra berusaha menghindar dengan memintas jalan. Tidak bisa! Ia belum lincah berlari menghindar kendaraan melintas pesat apalagi laju sepeda motor yang tak bisa diduga. Dirasakan darah mengalir cepat ke kepala ketika para lelaki itu melihatnya curiga.

Mata mereka berputar keatas kebawah menyelidik sampai punggung ditelan gelap. Begundal semacam itu pasti akan dilibasnya ketika sehat seperti dulu. 

Setahun yang lalu Indra masih bekerja di perusahaan konstruksi dan sudah terbiasa menghadapi orang-orang yang meminta uang atau material dari proyek. Anggota Ormas berkostum meniru seragam tentara, wartawan koran tidak pernah terbit, oknum berseragam aparat pemerintah dan preman, semuanya bertujuan sama: meminta jatah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun