Unit Tipidter Satreskrim Polres Metro menerima laporan dari masyarakat terkait dugaan penjualan produk ilegal melalui Shopee. Setelah diselidiki, ternyata benar J memasarkan kosmetik yang tidak memiliki izin edar, seperti krim malam CM1, CM2, dan serum brightening.
Polisi menyita bukti berupa 3 cup krim CM1, 3 cup CM2, 2 botol serum, satu unit HP berisi komunikasi WhatsApp bisnis, serta tangkapan layar akun jualannya. Ia dijerat dengan Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara.
Kasus ini menjadi alarm keras bagi penjual-penjual kecil lainnya bahwa hukum tidak pandang bulu. Hanya karena berjualan lewat platform daring dan mendapat untung kecil, bukan berarti bebas dari tanggung jawab hukum.
🚨 Ketidaktahuan Terhadap Hukum Bukan Alasan Pemaaf
Banyak pelaku beralasan mereka tidak tahu bahwa barang yang dijual ilegal. Namun dalam hukum pidana, ada prinsip yang dikenal sebagai:
“Ignorantia legis non excusat” Ketidaktahuan terhadap hukum bukan alasan pemaaf.
Jika seseorang menjual barang kepada publik, maka ia memiliki tanggung jawab untuk mengetahui legalitas produk tersebut. Bahkan dalam konsep dolus eventualis, kelalaian atau sikap masa bodoh terhadap akibat dari perbuatan pun bisa dianggap sebagai bentuk kesengajaan dalam arti hukum.
👮♂️Polisi Tak Pandang Skala: Hukum Tetap Jalan
Dalam beberapa kasus, aparat penegak hukum tetap menindak pelaku, meskipun hanya menjual di TikTok Shop atau WhatsApp. Bahkan, penjual dengan skala kecil seperti J di Metro Lampung tetap diproses pidana. Ini menunjukkan bahwa dalam tindak pidana kesehatan, bukan besarnya usaha yang menentukan, tapi jenis perbuatannya.
Hal ini menjadi pelajaran bahwa skala usaha bukan alasan bebas hukum. Bahkan reseller atau dropshipper pun bisa ikut dimintai pertanggungjawaban jika diketahui dengan sadar menjual produk ilegal.
📚 Penutup: Perlu Literasi Hukum dan Pendekatan Humanis
Menjalankan usaha bukan hanya soal branding dan marketing, tetapi juga memahami aspek legalitas produk. Literasi hukum di kalangan pelaku UMKM menjadi penting agar mereka tidak sekadar jadi korban sistem atau hanya tahu setelah masuk ruang tahanan.
Di sisi lain, pendekatan yang lebih edukatif dan restoratif juga perlu dikedepankan oleh aparat penegak hukum, terutama bagi pelaku mikro yang benar-benar tidak tahu. Penyuluhan, peringatan tertulis, atau wajib lapor bisa menjadi alternatif dibanding pemidanaan langsung.
Bagi konsumen, bijaklah dalam memilih produk. Bagi penjual, pastikan produk yang Anda jual bukan hanya viral, tapi juga legal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI