Mohon tunggu...
Sudut Kritis Budi
Sudut Kritis Budi Mohon Tunggu... Entrepreneur dan Penulis

Penulis opini hukum dan isu-isu publik. Menyuarakan kritik konstruktif berbasis hukum dan nilai keadilan. Karena negara hukum bukan sekadar jargon.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membungkam Lewat Ketakutan

16 September 2025   16:42 Diperbarui: 16 September 2025   16:42 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, ia ingin fokus konsolidasi kekuasaan. Isu ijazah dan teror terhadap pengkritiknya bisa menjadi bom politik yang mengganggu stabilitas awal pemerintahannya.

Ketiga, ia tahu tapi tidak melihat urgensi bertindak. Tapi diam seperti ini hanya akan memperpanjang rasa takut dan menggerus kepercayaan publik.


Karena dalam demokrasi, diam terhadap represi bukanlah netralitas. Ia adalah bentuk keterlibatan pasif dalam ketidakadilan.

🟦 Negara Tidak Boleh Absen: Teror Adalah Tindak Pidana
Tindakan intimidasi dan teror terhadap warga negara, siapa pun pelakunya, harus dipandang sebagai pelanggaran hukum. Undang-undang Indonesia memberikan landasan yang cukup jelas:

Pasal 335 KUHP mengancam pelaku paksaan atau ancaman dengan pidana 1 tahun.

Pasal 29 UU ITE mengatur ancaman kekerasan secara elektronik dengan ancaman penjara hingga 4 tahun.

Pasal 18 UU Perlindungan Data Pribadi memberi sanksi hingga 5 tahun dan denda Rp5 miliar bagi pelaku penyebaran data pribadi secara ilegal.


Jika negara tidak mengambil sikap tegas, maka hukum tinggal nama. Teror yang dibiarkan akan menjadi metode penguasa bayangan untuk membungkam nalar publik.

🟪 Jalan Keluar: Menyelamatkan Demokrasi dari Teror Politik
Masalah ini bukan hanya soal Jokowi, Tifa, Roy, atau Rismon. Ini soal masa depan demokrasi Indonesia. Maka perlu langkah-langkah nyata:
1. Penegakan hukum yang tegas dan tanpa tebang pilih terhadap pelaku teror.
2. Perlindungan hukum terhadap akademisi, whistleblower, dan warga sipil yang mengkritik dengan dasar data.
3. Komitmen transparansi dari negara terhadap dokumen publik, agar tidak semua kritik dianggap subversif.
4. Solidaritas masyarakat sipil, media, dan intelektual sebagai benteng terakhir demokrasi.

⬛ Penutup: Demokrasi Tidak Boleh Dikendalikan oleh Ketakutan
Kritik yang dibalas dengan ancaman adalah tanda demokrasi yang sedang mundur. Jika hari ini tokoh seperti Dr. Tifa diteror karena bertanya, besok giliran masyarakat biasa yang dipaksa diam karena takut.

Demokrasi yang sehat tak boleh dibangun di atas kebisuan. Dan presiden yang baik tak boleh tinggal diam saat warganya diteror hanya karena bertanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun