Mohon tunggu...
Buda Patrayasa
Buda Patrayasa Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Program Studi S1 Desain Komunikasi Visual Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keberadaan Meme Politik Menjelang Pemilu 2019 sebagai Sarana Komunikasi Massa di Dunia Maya

4 Desember 2018   23:47 Diperbarui: 5 Desember 2018   00:05 1268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebih lanjut, Rosengren (1994) mengemukakan bahwa dampak dari media massa dapat dilihat dari dua faktor, yaitu skala target sasarannya (individu atau masyarakat luas) dan kecepatannya (cepat atau lambatnya, dalam hitungan jam atau melalui periode-periode sekian lamanya). Dikemukakan juga oleh Laswell (1948) sebuah model komunikasi sederhana yang lumrah digunakan dalam mengevaluasi suatu proses komunikasi, yang didalamnya terdapat lima elemen esensial sebagai berikut: (1) Who, merujuk pada komunikator atau sumber yang mengirimkan pesan. (2)  (Says) What, merujuk pada isi pesan. (3) (In Which) Channel, merujuk pada media atau saluran yang digunakan untuk mengirimkan pesan. (4) (To) Whom, merujuk pada penerima pesan. (5) (With What) Effects, merujuk pada efek media yang ditimbulkan.

Setelah itu, komponen visual dari sampel-sampel meme politik tersebut dapat dikaji makna konotatif dan denotatif yang terkandung didalamnya. Piliang (1998: 17) menyebutkan bahwa makna konotatif meliputi aspek makna yang berkaitan dengan unsur psikis (emosi dan perasaan) serta nilai-nilai kebudayaan dan ideologi. lebih lanjut lagi disebutkan bahwa makna denotatif mengenai hubungan yang gamblang antara tanda dengan referensi atau realitas dalam pertandaan tahap denotatif.

  • Sampel meme pertama

tenor.com oleh Ahmad Ramli
tenor.com oleh Ahmad Ramli
Sampel meme pertama, diunggah pada tanggal 17 November 2018 di tenor.com oleh Ahmad Ramli

Pada sampel meme pertama di atas, dapat terlihat sesosok rupa Jokowi sedang mengenakan pakaian adat Solo dalam rangka menghadiri festival Keraton dan Masyarakat Adat 2018. Dikaji dengan teori Triadik Sosiologi Desain, aspek manusianya adalah audiens dari meme politik di atas yang menyaksikan meme tersebut di sosial media internet, aspek benda desainnya adalah meme politik tersebut, dan aspek sistem nilainya adalah kebutuhan berkampanye oleh kelompok atau individu pada sosial media.  Meme politik ini menjadi salah satu meme yang tersebar luas di salah satu situs internet yaitu tenor.com, situs yang menjadi platform berbagi gambar digital dengan format .gif.  Target sasaran meme ini tidak begitu jelas, berhubung meme ini diunggah bersamaan dengan meme-meme lainnya dan tersebar secara acak di situs tenor.com, serta kecepatan penyebarannya tergolong tinggi karena tenor.com merupakan situs yang cukup sering diakses oleh pengguna internet Indonesia.

Meme politik ini diunggah oleh Ahmad Ramli, yang dalam meme tersebut menunjukkan sosok Jokowi dalam pakaian raja dengan kedua teks "RAJA GENDERUWO" dan "SONTOLOYO". Efek yang ditimbulkan dari adanya meme politik ini terhadap pengguna internet yang mencermatinya adalah timbulnya pemahaman dalam benak audiens bahwa Jokowi adalah seseorang yang dianggap berparas seperti Raja Genderuwo dan bersifat Sontoloyo. Menariknya dari meme politik ini adalah antara unsur visual dengan verbal tidak memiliki kesinambungan dari latar belakangnya masing-masing. Unsur verbal "RAJA GENDERUWO" memiliki makna konotasi sesosok raja dari para jin besar yaitu genderuwo dan makna denotasi yaitu raja yang bersifat besar, bengis dan jahat bagai genderuwo, sementara "SONTOLOYO" memiliki makna konotasi orang yang bodoh dan dungu dan makna denotasinya adalah seorang penggembala itik. Hal tersebut tidak ada korelasinya dengan unsur visualnya yang menunjukkan Jokowi yang menggunakan pakaian bak raja hanya untuk mengikuti festival adat tertentu. Belum lagi kedua unsur verbal tersebut menciptakan persepsi bahwa Jokowi adalah seorang raja yang buruk dan bodoh terhadap audiens, meskipun bila ditelisik akan ditemukan bahwa awalnya kedua istilah tersebut dilontarkan Jokowi pada saat menghadiri pembagian 5000 sertifikat tanah di Lapangan Sepakbola Ahmad Yani, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (22/10/2018) yang merujuk kepada cara-cara politik yang tidak beretika, yang tidak bertata krama Indonesia seperti memfitnah dan mengadu domba hanya untuk memperebutkan kekuasaan, sebagai bentuk kejengkelan atas komentar-komentar tidak berdasar dari beberapa oknum masyarakat yang menyebutkan Jokowi sebagai salah satu anggota PKI dan sebagainya.

  • Sampel meme kedua

diunggah di Facebook oleh pengguna bernama 'Nenk Dewi Fortunna'
diunggah di Facebook oleh pengguna bernama 'Nenk Dewi Fortunna'
Sampel meme kedua diunggah di Facebook oleh pengguna bernama 'Nenk Dewi Fortunna' pada tanggal 11 November 2018

Sampel meme kedua menunjukkan sosok Jokowi bersama Surya Paloh saat acara Harlah PKB ke-16 di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Rabu (23/7/2014). Seperti halnya sampel meme sebelumnya, sampel meme kedua ini memiliki aspek-aspek triadik sosiologi yang sama dengan sampel meme sebelumnya. Meme ini memiliki unsur visual dan verbal. Unsur verbalnya diwakili dengan teks "Apakah ini yg dimaksud pak jokowi "Sontoloyo dan Genderuwo". Sontoloyo dan Genderuwo!" sementara unsur visualnya diwakili oleh foto Jokowi dan Surya Paloh tersebut. Berbeda dengan meme sebelumnya, meme politik ini disebarluaskan melalui media sosial Facebook, yang mana memiliki pengguna akun dari Indonesia sebesar 6% dari total keseluruhan pengguna Facebook global (Rizky Chandra Septania, Kompas: 2018) sehingga sasaran meme politik ini dapat terbilang luas. Makna konotasi dari unsur verbal meme ini menunjukkan bahwa kedua sosok pada foto meme tersebut memiliki sifat sebagai seorang yang dungu dan seorang yang bengis. Meme ini memberikan dampak perseptif terhadap audiensnya di media sosial, yaitu timbulnya pemahaman bahwa kedua sosok itu merupakan sosok yang berparas dan bersifat buruk sehingga audiens terpersuasikan untuk menatap kebawah kedua sosok tersebut. Sekali lagi terdapat adanya ketidak-terkaitan antara konotasi unsur visual dan verbal dalam meme politik ini, yang mana membuatnya dapat tergolong sebagai kampanye hitam.

  • Sampel meme ketiga

diunggah di Instagram oleh pengguna bernama @mac_tab
diunggah di Instagram oleh pengguna bernama @mac_tab
Sampel meme ketiga, diunggah di Instagram oleh pengguna bernama @mac_tab pada 26 Oktober 2018

Sampel meme ketiga menunjukkan paras Fadli Zon dengan watermark Liputan 6 terlihat di pojok kiri bawah meme tersebut, menunjukkan foto berasal dari dokumentasi Liputan 6. Meme politik ini juga memiliki aspek triadik sosiologi yang sama dengan kedua sampel lainnya. Meme ini memiliki unsur verbal dan visual; unsur visualnya adalah foto Fadli Zon dan unsur verbalnya adalah teks "Mereka Fitnah Jokowi Adalah PKI, Kafir, Antek Aseng/Asing. Dengan Satu Kata Saja Sontoloyo Mereka Kelojotan". Meme ini diunggah di Instagram yang menjadi salah satu media sosial dengan pengguna terbanyak di dunia, dengan 57 juta pengguna dari Indonesia (WeAreSocial.net: 2018), menjadikan Instagram sebagai target penyebaran meme yang luas dan efektif. Makna konotasi dari unsur verbal meme tersebut, merujuk kepada sekelompok orang-orang yang memfitnah Jokowi berkali-kali yang lebih mudah terpengaruh emosinya oleh satu pernyataan dari Jokowi saja. Makna konotasi pada unsur visual meme ini memiliki hubungan dengan konotasi unsur verbalnya. Pada unsur visualnya, Fadli Zon ditunjukkan sebagai salah seorang yang menjadi bagian dari kelompok pemfitnah Jokowi, seperti konotasi unsur verbal. Meskipun secara denotatif korelasi antar kedua unsur tersebut masih rancu. Bila diperhatikan dengan sesaat, teks tersebut akan terlihat sebagai kutipan dari seorang Fadli Zon, sehingga persepsi audiens mengatakan bahwa pernyataan pada meme tersebut diutarakan oleh Fadli Zon. Hal ini menjadi kelemahan utama sampel meme ketiga ini.

KESIMPULAN & SARAN

Meme telah menjadi alat yang penting untuk menyampaikan ekspresi atau sikap politik dalam penggunaan platform media baru yang saat ini marak digunakan masyarakat kita, seperti Facebook, Twitter, Path, Instagram, juga Whatsapp. Fenomena penggunaan meme di media sosial dalam penyebaran informasi politik sangat menarik perhatian, karena meme yang berupa gambar parodi yang berisi sindiran, satire, atau hal-hal lucu. Meme dalam wujud  gambar dan  teks  kini menjadi gaya  baru  dalam   berkomunikasi   dan   berdemokrasi  secara  digital.  Pakar  media  baru  bahkan menyebutnya  sebagai "genre" dalam  kultur media   baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun