Mohon tunggu...
Bambang Trihatmojo Respati
Bambang Trihatmojo Respati Mohon Tunggu... Buruh - -

Seorang awam yang gemar mengomentari tentang banyak hal tanpa berbasis data dan teori.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bahaya Istilah Antar Golongan Dalam UU ITE

18 Februari 2021   18:31 Diperbarui: 18 Februari 2021   18:40 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara." (Pasal 156 KUHP)

"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)." (Pasal 28 ayat 2 UU ITE)

Ada yang menarik dari sebuah diskusi di sebuah stasiun radio siang tadi terkait UU ITE. Hal yang menarik tersebut adalah soal pemaknaan antar golongan. 

Si narasumber menyebutkan bahwa istilah antar golongan muncul di masa kolonialisasi oleh Belanda dulu untuk memisahkan golongan bangsa kulit putih dan pribumi. Soal istilah antar golongan juga dibahas oleh lokadata.id di artikel "Menakar makna 'antar-golongan' dalam Pasal 28 (2) UU ITE". Artikel tersebut menjelaskan bahwa istilah antar-golongan merujuk pada ketentuan Pasal 163 Indisch Staatsregeling yang mengatur pembagian golongan penduduk di Hindia Belanda menjadi 3 bagian besar; yaitu Golongan Eropa, Timur Asing, dan Pribumi.

Tidak seperti istilah golongan dalam pasal KUHP di atas,  suku, agama, ras, dan golongan darah yang batasan dan cakupannya jelas, istilah antar-golongan dalam UU ITE tidak mempunyai batasan atau cakupan yang jelas. Secara tersirat, istilah antar-golongan pada UU ITE bisa diartikan sebagai berbagai entitas di luar tiga kategori yaitu suku, agama, dan ras. Pengartian tersebut terlalu luwes dan memungkinkan istilah tersebut untuk dipakai menggolongkan orang ke dalam golongan-golongan seperti golongan terpelajar, golongan tidak mampu, golongan bubur tidak diaduk, dan sebagainya. 

Keluwesan tersebut selain akan menyebabkan penafsiran yang luas, bisa juga dijadikan alat oleh sekelompok orang untuk mengekang kebebasan (berpendapat) kelompok lain. Contoh yang paling absurd dan ekstrem terkait ini mungkin bisa berbentuk anggota dari golongan bubur tidak diaduk memperkarakan anggota dari golongan bubur diaduk dengan alasan pelecehan karena yang bersangkutan sudah merekam dan menyiarkan konten mengaduk bubur di kanal media sosial sambil berkata hanyalah orang bodoh yang tidak mengaduk bubur.

Tidak adanya bredel terhadap media massa dan media sosial hanyalah sebuah kebebasan semu jika tetap dibarengi oleh UU yang secara berlebihan mengekang dan mengancam kebebasan tersebut dan sinyal munculnya kemungkinan untuk merevisi UU ITE ini harus disambut serta direspon dengan sebaik mungkin. 

Saat ini UU ITE mengandung komponen dengan definisi yang tidak jelas dan sesuatu yang mengandung komponen yang tidak mempunyai definisi yang jelas tidak seharusnya dijadikan sebuah produk hukum. Karena alasan tersebut, UU ITE harus direvisi, jika tidak bisa dihapus, agar tidak lagi menjadi UU yang karet dan bisa ditafsirkan secara luas demi (sehatnya) demokrasi.  Bukan tidak mungkin sebuah produk hukum yang mengandung komponen dengan definisi yang absurd akan kemudian dipakai sebagai dasar memproses hukum sesuatu yang juga absurd. 

Sebagai catatan, bahkan Belanda saja sudah membatasi cakupan pasal yang mirip dengan pasal 28 UU ITE dengan hanya mencakup agama, ras, orientasi seksual, disabilitas fisik, mental, dan intelektual.

"Any person who in public, either verbally or in writing or through images, intentionally makes an insulting statement about a group of persons because of their race, religion or beliefs, their hetero or homosexual orientation or their physical, mental or intellectual disability, shall be liable to a term of imprisonment not exceeding one year or a fine of the third category." (Criminal Code of the Kingdom of Netherlands (1881, amended 2012), section 137c)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun