Mohon tunggu...
byunus
byunus Mohon Tunggu... Editor - Antara harapan & kenyataan

Titik

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Dari Bayi yang Berbicara sampai pada Bencana Nasional

29 Maret 2020   16:42 Diperbarui: 29 Maret 2020   16:43 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam coretan ini, saya coba merangkum beberapa yang pernah saya baca baik dari artikel, kekawatiran di story Whats App (Wa) dan diskusi-diskusi ringan lewat grub Wa ataupun lewat telepon dengan seseorang.

Dari perjalanan saya menelusuri perkembangan informasi perihal pemberitaan Corona atau Covid-19, sungguh bermacam-macam; mulai dari adanya video Bayi yang  baru lahir lalu bisa berbicara dan mengatakan bahwa obat penangkal Corona  yaitu memakan telur rebus satu butir. Kira-kira transkrip pembicara Bayi dalam video tersebut seperti ini; "Mama telur mama telur, jangan lupa jam 12 setengah malam, Mama telur rebus jangan lupa, Mama telur rebus jangan lupa satu orang satu Mamaaaaaaaaa", dan katanya hal tersebut hanya berlaku pada sehari itu saja.  Hal tersebut terjadi pada tanggal 26 Maret kemarin. Ini ada-ada saja. Berita lengkapnya bisa dibaca di sini.

Menelusuri perkembangan Covid-19 ini saya mendapatkan Referensi terbaru dari Liputan6.com, Jakarta -Jumlah pasien yang terkonfirmasi positif Corona Covid-19 di Indonesia hingga saat ini masih terus bertambah.

Juru bicara pemerintah untuk penanganan Corona Covid-19 Achmad Yurianto menuturkan, jumlah kasus positif Covid-19 pada Jumat (27/3/2020) bertambah 109 kasus baru. Dengan demikian, totalnya mencapai 1.155 orang.

Hal ini tentu naik secara signifikan per 28 maret 2020.

Dari hal tersebut menarik ketika saya juga membaca apa yang di tulis di Instagram (Ig) Yayasan LBH Indonesia bahwa kondisi Indonesia atas Pandemi Covid-19 sudah sangat mengkhawairkan. Pasalnya, sampai saat ini angka kematian di Indonesia sudah memasuki angka 8.31%. Selanjutnya ditambah dengan aturan-aturan yang ada berkaitan dengan status kedaruratan Covid-19.

Dalam kondisi tersebut, timbul pertanyaan apakah Covid-19 ini sudah bisa termasuk dalam Status Bencana Nasional atau tidak??

Mungkin beberapa aturan di bawah bisa menjadi penguat bahwa Covid-19 ini sudah sepantasnya statusnya menjadi Bencana Nasional. Apabila nanti ada yang bisa ditambahkan perihal aturan, nanti bisa diberi masukkan dalam tulisan ini.

ATURAN-ATURAN YANG MENGUATKAN:

1. SK (Surat Keputusan) Ka BPNP No. 13.A Tahun 2020 tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit akibat Virus Korona, yang ditanda tangani langsung oleh Doni Monardo tertanggal 29 Februari 2020.

Kira-kira seperti ini poin-poin dari SK tersebut :

  • Pertama, menetapkan Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia.
  • Kedua, Perpanjangan Status Keadaan Tertentu berlaku selama 91 (sembilan puluh satu) Harus, terhitung sejak tanggal 29 Februari 2020 sampai dengan tanggal 29 Mei 2020.
  • Ketiga, segala biaya yang dikeluarkan sebagai akibat ditetapkannya Surat Keputusan ini dibebankan pada Dana Siap Pakai yang ada di Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
  • Keempat, keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

2. Status Darurat Kesehatan Masyarakat tertuang dalam Bab. IV Pasal. 10 UU N0. 6 Tahun 2018 poin 1 -- 4 tertulis bahwa:

  • Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
  • Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut penetapan Pintu Masuk dan/atau wilayah di dalam negeri yang Terjangkit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
  • Sebelum menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Pemerintah Pusat terlebih dahulu menetapkan jenis penyakit dan faktor risiko yang dapat menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
  • Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

3. Adanya surat Edaran dari Kementrian Agama No.697/03/2020 Tentang Perubahan Atas Surat Edaran Direktur Jendral Pendidikan Islam Nomor 657/03/2020 Tentang Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19 (Corona) Di Lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Pada narasi tersebut terdapat poin-poin mengenai; Proses perkuliahan Tahun Akademik 2019/2020 dilakukan secara online, tiap Pimpinan PTKI bisa mengatur bagaimana caranya agar mahasiswa bisa belajar dari rumah, sampai pada Pimpinan PTKI harus melakukan upaya dan kebijakan strategis, terutama dalam penanganan paket kuota dan/atau akses bebas bagi Mahasiswa dan Civitas Akademika.

Saya mencoba mengingat kembali mengenai salah satu asas hukum yang ada, Asas Legalitas.  Asas Legalitas hematnya adalah sesuatu itu tidak dapat dikenakan hukuman atau pidana kalau belum ada dasar hukum yang mendahului atas perbuatan hukum yang dilanggar tersebut.  Asas tersebut terdapat dalam KUHPidana Pasal 1 Ayat 1 "Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan perundang-undangan pidana yang telah ada".

Hal ini juga sesuai dengan adagium [ada*gi*um] pepatah; peribahasa yang berbunyi suatu hukum tidak mengikat kecuali telah diberlakukan. Kalau bahasa hukum yang biasa anak hukum pakai yaitu non obligat lex nisi promulgate. Adagium yang ke-dua yaitu Interpretatio Cessat In Claris artinya: Jika teks atau redaksi aturan telah terang benderang dan jelas, maka tidak diperkenankan lagi menafsirkannya, karena penafsiran terhadap kata-kata yang jelas sekali berarti penghancuran --interpretation est perversio.

Dari  beberapa informasi yang didapatkan, aturan yang ada di atas mulai dari adanya SK dari BPNP yang menegaskan bahwa ini adalah hal serius dengan diadakan perpanjangan status keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit akibat Virus Korona, dikuatkan juga dengan aturan Status Darurat Kesehatan Masyarakat, dan adanya surat edaran dari Kementrian Agama yang berbicara soal kepentingan dari Mahasiswa.

Hal ini sudah jelas menjadi problematika bersama. Maka sepantasnya Pemerintah menetapkan Status Darurat Kesehatan Masyarakat yang tertuang dalam Bab. IV Pasal. 10 UU N0. 6 Tahun 2018. Karena sudah ada aturan yang berbicara persoalan tersebut dan juga menetapkan bahwa Wabah Covid-19 Statusnya sebagai Bencana Nasional. Pemerintah sudah sepatutnya melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Jika tidak maka hal tersebut adalah perbuatan Melawan Hukum oleh Pejabat Pemerintah (onrechmatige overheids daad).

Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Jeremy Bentham dengan teorinya (Teori Utilities). Tujuan hukum yaitu untuk mencapai kemanfaatan. Artinya hukum akan menjamin kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya orang (1990).

Ini adalah untuk kepentingan dari Masyarakat itu sendiri. Semua lini tak ada yang terkecuali. Hal tersebutlah yang harus kita garis bawahi bersama, yaitu perihal kesejahteraan rakyat. Sebab Salus Populi Supreme Lex "Kesejahteraan Rakyat adalah hukum yang paling tertinggi".

Mungkin jika ada Bayi lain lagi yang akan lahir dan diizinkan oleh Tuhan untuk berbicara kira-kira dia akan mengatakan seperti ini; "Mama-mama Covid-19 adalah hal serius, pemerintah harus mengambil sikap yang tegas, tidak main-main"

Sea, 29 Maret 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun