Mohon tunggu...
Muhammad Rizki
Muhammad Rizki Mohon Tunggu... -

Entrepreneur based on Muamalah

Selanjutnya

Tutup

Money

Fatwa Perbankan - dan Penggunaan Bunga Deposito yang Diterima dari Bank

20 Oktober 2012   15:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:35 2661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Tahap KEDUA mengacu pada proses dari tahun ke tahun di mana uang kertas terus-menerus terdevaluasi dari obligasi awalnya (mereka dibayar kurang dari janji mereka), sampai hutang itu akhirnya benar-benar dicabut (mereka menarik obligasi mereka). Eliminasi obligasi akhir ini terjadi pada dolar Amerika di tahun 1973, ketika Presiden Nixon secara sepihak mencabut kewajiban membayar satu ons emas untuk setiap 35 dolar.
Bagaimana posisi dan hukum Islam mengenai surat hutang ini, ketika salah satu pihak secara sepihak mencabut obligasi/kewajibannya, apakah itu penuh atau parsial?
Hal ini tidak dapat diterima dan ini adalah pelanggaran kontrak. Jika hal ini dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu dan tidak ada pertanggungjawaban, jelas ini adalah kasus pencurian murni. Dan di Islam ada sanksi untuk kasus pencurian.
Dalam penggunaan nota untuk mentransfer ke orang lain, ada batasan yang telah kita menyatakan sebelumnya, dengan elemen tambahannya. Anda berurusan dengan nota kesanggupan hutang dari seorang pencuri terkenal yang tidak mengakui kesalahannya atau kewajiban masa lalu.

5.3. Tidak Ada Back-up untuk Uang Kertas, Melainkan hanya keterpaksaan hukum di suatu Negara

AKHIRNYA kita tiba di uang yang kita miliki saat ini. Tidak ada janji apapun dalam setiap pembayaran dengan specie apapun. Nota kesanggupan hutang atau uang kertas hanya memiliki nilai hukum berdasarkan kewajiban warga negara untuk menerima mata uang nasional sebagai sarana untuk menebus hutang. Ini adalah 'Hukum Legal Tender'. Ini memberikan Negara kemampuan yang unik untuk menyita kekayaan orang lain di dalam sebuah negara dan membayarnya dengan kompensasi catatan hukum.
Apakah dalam Islam cara ini dapat diterima sebagai cara pembayaran? Imam Malik berkata bahwa uang adalah "setiap barang dagangan/merchandise yang umumnya dapat diterima sebagai alat tukar." Hal ini menyiratkan dua hal, yaitu:


  1. Uang harus berupa barang dagangan. Itu sebabnya kertas  bisa dipergunakan, namun kertas hanya untuk kertas atau sesuatu yang "senilai" dengannya, dan bukan untuk "harga" yang tertulis di atasnya. Uang harus sesuatu yang nyata ('ayn). Uang yang dipergunakan tidak bisa berasal dari Dyn atau Hutang atau Kewajiban atau obligasi atau bon.
  2. Uang harus diterima secara umum. Itu sebabnya uang tidak bisa dipaksakan dan tidak seorang pun dapat mengatakan bahwa Anda wajib menggunakan uang ini. Bahkan tidak seorangpun juga dapat berkata "rakyat wajib menggunakan Dinar Emas dan Dirham Perak". Adalah sebuah kebebasan bagi manusia untuk memilih Dinar Emas dan Dirham Perak untuk menjadikannya mata uang, dan bukan sebagai hasil dari keputusan agar uang kertas yang diberlakukan kepada orang-orang. Dayn atau hutang atau Bon atau Kewajiban atau Surat Obligasi atau Surat Hutang atau Uang Kertas tidak diterima dalam Islam karena dua alasan lebih lanjut:


- Penipuan: mereka mewajibkan Anda untuk menerima sesuatu di atas nilainya padahal nilai riil-nya nol.
- Paksaan: Anda diwajibkan untuk menerimanya, suka atau tidak suka.
Perilaku yang melanggar syariat ini lebih diperkuat lagi oleh penerapan hukum Negara yang membatasi penggunaan barang-barang lain sebagai alat pembayaran, sehingga timbullah monopoli mata uang oleh Negara, khususnya dalam hal emas dan perak. Emas dan perak keduanya pajaki, atau kadang-kadang penggunaannya dilarang. Dalam beberapa kasus ekstrim, kita telah melihat bagaimana emas disita oleh hukum dari warganya, sebagaimana yang telah terjadi di Amerika Serikat.
Uang kertas tidak berlaku sebagai uang dalam syariat Islam, baik dalam bentuk yang sekarang ini ataupun dalam bentuk yang telah ada di masa lalu. Uang Syariah adalah Dinar Emas dan Dirham Perak, dan setiap barang dagangan yang umumnya dapat diterima sebagai alat tukar.

6. Mu’amalah Islam

ISLAM memiliki model ekonominya sendiri. Model ini bukanlah model kapitalis dan juga bukan model sosialis. Model ini berasal dari Al-Qur'an dan Sunnah. dan sudah dipraktekkan dalam sejarah selama 1400 tahun, dari awal Islam sampai pembubaran Khalifah di abad ke-20. Model ini melindungi dan mengakui hak milik pribadi serta milik Allah Subhana Watta'alla (wakaf) dan juga didasarkan pada kontrak yang berlaku dalam hukum Islam.
Model Islam ini menggunakan komoditas fisik sebagai uang yaitu Dinar Emas dan Dirham Perak yang dikenal juga sebagai mata uang syariah. Kedua komoditas (emas dan perak) ini memiliki kedudukan istimewa, karena mereka disebutkan di dalam Al-Qur'an (Surah Al Imran ayat 75, Surah yusuf 20) dan mereka juga digunakan sebagai ukuran untuk hal-hal mendasar seperti zakat dan isu-isu tentang hudud. Dinar dan Dirham juga merupakan mata uang yang stabil, yaitu mata uang yang berfluktuasi dalam nilai tetapi tidak mengalami inflasi. Tidak mengalami inflasi karena tidak dapat digantikan dengan credit money (inflasi), karena credit money tidak memiliki validitas dalam Hukum Islam.
Pencetakan kembali Dinar dan Dirham sudah dilakukan. Muslim di seluruh dunia sudah mulai menggunakan uang ini sebagai alat pembayaran dan pembayaran zakat. Sebuah sistem pembayaran yang didasarkan Dinar dan Dirham serta dengan ketat memfasilitasi pembayaran di seluruh dunia dan mengikuti hukum Islam telah didirikan pada tahun 1999. Sistem ini disebut dengan nama e-dinar. Sistem ini dapat digunakan sebagai alternatif praktis untuk melakukan kegiatan transfer perbankan dan memungkinkan individu untuk menghindari penggunaan credit money jika mereka inginkan. Implikasi hukum dari pengembangan alat ini adalah bahwa kasus darurah tidak lagi dibenarkan. Karena sudah ada cara alternatif. Lebih lanjut lagi, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi kebutuhan untuk tetap di dalam suatu sistem yang tidak diterima, dan bahwa untuk menjadikan sebuah transaksi menjadi halal di dunia modern ini sudah tentu dimungkinkan.
Mata uang Islam adalah salah satu elemen kunci dalam rekonstruksi mu’amalah Islam: sebuah sistem perdagangan yang lengkap di mana Hukum Islam berlaku tanpa distorsi atau kelalaian. Sistem seperti ini adalah sebuah syarat dalam rangka menjalani kehidupan Islam. Dan penting sekali untuk direkonstruksi di zaman kita sekarang. Rekonstruksi mu’amalah terdiri dari pemulihan infrastruktur penting perdagangan seperti pasar terbuka, mata uang, kafilah-kafilah, serikat, dan hisbah. Lembaga-lembaga ini telah lama menghilang dan perlu untuk dipahamani dan dilaksanakan, seperti kontrak-kontrtak bisnis dalam Islam (Qirad dan Shirkat). Tanpa lembaga-lembaga ini, banyak praktek-praktek masyarakat awal (mu’amalah) tampaknya mustahil atau tidak praktis. Dengan demikian, restorasi mu’amalah harus berbarengan dengan pelaksanaan kontrak Islam. Mereka berdua saling terkait.
Untuk memecahkan situasi darurah ini, diperlukan transformasi di kondisi perdagangan, agar praktek perdagangan di Islam pulih kembali. Argumen kami adalah, karena kita sudah dalam sistem perbankan dan mempraktikkannya, kita harus menggunakan bunga yang keluar dari bank untuk mempromosikan dan mendorong pemulihan alternatif yang Halal ini. Kami berpendapat, sebaiknya, bunga yang diterima dari bank digunakan untuk membangun infrastruktur Islam, yang akan membebaskan kita dari ketergantungan terhadap bank.
Pemulihan mu’amalah bukanlan tugas seorang individu, melainkan tugas masyarakat. Muslim harus mengorganisir diri nya di sekitar tokoh masyarakat dan jika tidak ada maka mereka harus membuat sendiri. Di tingkat internasional, World Islamic Trade Organization (WITO) atau Organisasi Perdagangan Islam Dunia telah dibentuk pada tahun 1993 dan telah menciptakan sebuah platform untuk membangun lembaga-lembaga perdagangan yang diperlukan. WITO menciptakan Islamic Mint, yang mencetak Dinar dan Dirham pertama. Dan dinar-dirham ini sekarang sudah tersedia di seluruh dunia dan dicetak di lima negara. Untuk Indonesia telah dibentuk Wakala Induk Nusantara.  WITO mendorong terciptanya e-Dinar yang tersedia secara online (www.e-dinar.com). Situs ini memungkinkan individu untuk membuka rekening di Gold Dinars dan melakukan pembayaran dengan fasilitas yang sama ke perusahaan online perbankan lainnya, tanpa menjelma sebagai bank. Sistem pembayaran e-dinar menawarkan solusi instan bagi mereka yang ingin pindah dari sistem perbankan.

6.1. Kontrak Bisnis Islami (akad)

Di HUKUM ISLAM, REGULASI kontrak memainkan peran mendasar dalam aspek sosial. Dalam Hukum Islam semua perhatian tertuju pada bagaimana transaksi terjadi, karena jika transaksi benar, maka seluruh bangunan perdagangan pun akan benar, Namun jika transaksinya salah, maka sia-sialah usaha kita memperbaiki situasi ini, seluruh bangunan perdagangan pun akan tetap salah. Dalam Hukum Islam, praktik transaksi mewakili unit terkecil dalam perdagangan. Itu lah sebabnya mengapa semua peraturan transaksi diatur dalam islam, untuk menjaga agar keadilan dari transaksi dan bisnis tetap terjaga.
Pembuatan kontrak dan pembatasannya dari jenis kontrak lain sangat penting dalam Hukum Islam. Kontrak ini hanya diperlukan ketika terjadi penundaan di antara pihak yang berdagang, seperti pembayaran tertunda, atau sewa-menyewa dan juga dalam semua transaksi bisnis. Menurut Hukum Islam, kontrak harus tertulis. Kontrak bisnis atau kontrak-kontrak dimana terjadi syarat penetapan atau keuntungan, dirangkum dalam dua model: Shirkat dan Qirad. Dan sisanya adalah kontrak komersial. Dan ada juga Kontrak Non-komersial, misalnya ariya (pinjaman yang halal) atau kontrak simpanan (amanah).
Semua kontrak bisnis yang telah ditentukan dan dinegosiasikan kondisinya harus ditulis dalam bentuk kontrak. Shirkat adalah sebuah hubungan kemitraan yang Islami. Qirad adalah pinjaman bisnis yang Islami. Shirkat dan Qirad memiliki kondisi tertentu dalam penetapannya dan tidak dapat diubah; jika ada kondisi lain, harus dinegosiasikan oleh semua pihak yang bersangkutan.
Cara-cara yang benar dari sebuah kontrak bisnis dan transaksi komersial sedemikian pentingnya, karena penggunaan jenis kontrak tertentu akan mempengaruhi bagaimana masyarakat berkembang. Sebuah masyarakat yang memperbolehkan kontrak yang tidak adil - yaitu riba - akan menghasilkan suatu jenis masyarakat yang berbeda dibanding dengan masyarakat yang tidak memperbolehkannya. Ini juga alasan mengapa hukum kontrak sangat penting dalam tubuh Fiqh Islam. Hampir dua pertiga dari keseluruhan Fiqh Islam kosentrasinya ke perdagangan dan bisnis.
Hukum Islam mendefinisikan parameter bagaimana transaksi komersial dan kontrak bisnis harus dilakukan. Transaksi komersial didasarkan pada pertukaran kepemilikan barang. Jika pertukaran melibatkan pembayaran tertunda, maka harus ditulis dalam kontrak. Dan kontrak tidak diperlukan jika transaksi terjadi di tempat 'dari tangan ke tangan'.
Menurut hukum Islam, sebuah transaksi komersial atau transaksi bisnis dianggap benar jika transaksi itu memiliki ekuitas (keadilan dan kesetaraan): nilai barang yang diberikan harus seimbang dengan barang yang diterima. Jika nilai-nilai ini tidak seimbang maka pertukaran tersebut menjadi riba.
Sebuah kontrak bisnis terdiri dari dua atau lebih transaksi komersial yang terhubung untuk tujuan mendapatkan keuntungan. Ketika dua orang atau lebih mengasosiasikan diri mereka untuk menjalankan bisnis tertentu maka kontrak dibutuhkan antara pihak yang terlibat.
Menurut Hukum Islam, ekuitas dari sebuah bisnis adalah keadilan untuk semua transaksi yang terlibat. Selain itu, ketika kontrak bisnis ditulis, ada kondisi tertentu yang harus diperhitungkan. Kita akan memeriksa hal yang paling penting dari kondisi ini.
Pertama, ada barang-barang yang dipergunakan untuk membuat investasi awal, baik milik satu orang (kontrak tidak diperlukan) atau milik lebih dari satu orang (kontrak harus ditulis).
Dan jika barang tersebut milik satu orang, tetapi berasal dari pinjaman bisnis - maka kontrak seperti ini harus ditulis.
Oleh karena itu, dalam kontrak bisnis, ada dua bentuk dasar yang mungkin terjadi:


  1. investor (banyak orang) mentransfer kepemilikan investasi mereka untuk diri mereka sendiri, mereka sebagai sebuah kelompok, atau
  2. investor/s (satu atau banyak orang) mentransfer kepemilikan investasinya ke pihak lain.


Bentuk pertama, dalam bahasa Arab disebut 'Shirkat' - kita juga akan menyebutnya sebagai 'kemitraan' - dan bentuk kedua, dalam bahasa Arab disebut 'Qirad' - kita juga akan menyebutnya sebagai 'pinjaman bisnis'.


6.1.1. Shirkat (Kemitraan)

KEMITRAAN, dalam arti umum, adalah setiap hubungan dari beberapa manusia yang berbagi kepemilikan beberapa barang. Oleh karena itu kemitraan memerlukan co-ownership dari beberapa barang tersebut. Dan jika barang-barang ini diinvestasikan ke dalam bisnis, maka yang perlukan adalah kontrak bisnis.
Co-ownership atau Kepemilikan Bersama, dalam bahasa arab disebut dengan 'Shirkat Milk'. Sebuah Bisnis/usaha kemitraan dalam bahasa arab disebut 'Shirkat Akid'.

"Shirkat, dalam arti primitif, menandakan sebuah gabungan dari dua atau lebih estates (tanah/perusahaan), sedemikian rupa sehingga salah satu dari mereka tidak dapat dibedakan dari yang lain. Dalam bahasa Hukum, hubungan ini menandakan sebuah penyatuan dua orang atau lebih dalam satu perhatian. Istilah 'Shirkat' adalah perluasan dari istilah kontrak, meskipun tidak ada hubungan sah terhadap negara, karena kontrak adalah penyebab dari hubungan tersebut."
(The Hedaya , terjemahan oleh Hamilton, pp 217-31)


Pada masa Nabi, sallallahu alayhi wasallam, orang-orang terbiasa menerapkan Shirkat dalam perdagangan dan Shirkat itu halal, namun punya batasan tertentu. Dalam Al Muwatta, Imam Malik mengatakan:

"Menurut hemat kami, perserikatan, pemberian kuasa (at-tawliyah), dan pembatalan kontrak (al-iqalah) dalam komoditas bahan makanan atau komoditas lainnya, baik barang tersebut berada di tangan maupun tidak, boleh dilakukan jika dibayar secara tunai tanpa keuntungan, barang tidak hilang, ataupun tanpa pembayaran tunda. Jika salah satu dari ketiga hal tersebut dipenuhi, maka transaksi tersebut sah menjadi Jual-Beli, dan penentuan kehalalan dan keharamannya ditetapkan seperti hukum Jual-Beli dan bukan dengan hukum perserikatan, pemberian kuasa maupun pembatalan kontrak.”


Shirkat ada dua macam, tergantung pada bagaimana ia berasal:
Shirkat Milk, atau kemitraan dengan properti yang hak, dan
Shirkat Akid, atau kemitraan dengan kontrak bisnis.
Salah satu yang menarik untuk dieksplorasi adalah kontrak bisnis Shirkat Akid atau kemitraan dalam kontrak bisnis.
Kondisi yang paling signifikan adalah:
• Prinsip 'Takafu (Proporsionalitas)
Bagian dari kemitraan, dimana semua mitra yang ada bekerja dan tidak ada yang ogah-ogahan, dan bagian masing-masing mereka bergantung pada persentasi modal yang diinvestasikan. Jika ada perbedaan modal di antara mitra tetapi mereka semua bekerja dalam kapasitas yang sama, maka investor lebih rendah dapat dikompensasikan untuk kerjanya yang ekstra.

"Saya telah mendengar dari Malik bahwa kemitraan tidak diperbolehkan kecuali ada keseimbangan ('takafu) dalam modal."
[Sahnun, Mudawwana, 12: 41.]


• Perlunya untuk Berpartisipasi dalam Kerja
Sebuah kemitraan mengasumsikan partisipasi seluruh anggota dalam pekerjaan yang sebenarnya. Sebuah kemitraan di mana semua pekerjaan ditugaskan kepada sebagian pihak, sementara pihak yang lain menyediakan modal yang diperlukan atau peralatan, akan tetapi mereka tidak melakukan pekerjaan yang lain, kemitraan tersebut tidak valid. Pihak (yang tidak bekerja) hanya berhak atas bagian dari investasinya secara utuh tanpa ada laba yang diperoleh meskipun bisnis mereka menghasilkan laba. Dan jika itu terjadi dalam bentuk selain uang tunai, misalnya biaya sewa yang adil, maka biaya sewa dibayarkan kepadanya sesuai penggunaan.
Surplus modal tidak dapat digunakan sebagai investasi dalam kemitraan tanpa secara fisik berpartisipasi dalam pekerjaan. Jadi Anda tidak dapat menginvestasikan modal anda dalam produksi yang dibuat oleh orang lain tanpa ikut bekerja. Investor yang hanya diam seperti itu hanya berlaku dalam kontrak pinjaman bisnis atau Qirad. Dalam kemitraan/shirkat, semua mitra harus bekerja, mereka semua sama-sama pemilik dan karenanya sama-sama bertanggung jawab.

Saya berkata: "Apa pendapat Anda jika saya menempatkan seseorang di kedai dan saya katakan kepadanya: "Saya akan menerima barang-barang dan Anda akan melakukan pekerjaan yang lain dengan syarat apapun yang diberi Tuhan kepada kita maka akan dibagi rata?'" Dia berkata:" Menurut Malik, ini tidak diperbolehkan ".
[Sahnun, Mudawwana, 12: 41.]
Saya berkata: "Apa pendapat Anda tentang kemitraan antara tiga orang di mana salah satu menyediakan batu gerinda, yang lain menyediakan rumah, dan yang lainnya menyediakan binatang-pekerja, dengan ketentuan bahwa pemilik hewan melakukan semua pekerjaan?" Dia mengatakan: "Hasil seluruh pekerjaan adalah untuk si pemilik hewan yang mengeksekusi pekerjaan, dan dia wajib membayar biaya sewa untuk batu gerinda dan rumah." aku berkata: "Apakah ini juga terjadi bahkan jika ia tidak mendapatkan apa-apa (laba)? "Dia berkata" Ya, bahkan jika ia tidak mendapatkan apa-apa "
[Sahnun, Mudawwana, 12: 45.]


Ibnu Qasim menolak validitas dari kemitraan yang berbasis pada komoditas saja, dan pekerjaan dilakukan oleh satu pihak dari mereka. Dia menjelaskan penolakannya sebagai berikut:

"Dasar untuk ini adalah bahwa menurut Malik, kemitraan tidak diperbolehkan kecuali mereka bergabung dalam pekerjaannya secara proporsional terhadap masing-masing saham dalam modal bersama."
[Sahnun, Mudawwana, 12: 60.]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun