Kedaulatan SDA dari sebuah negara mengacu kepada untuk memiliki dan mengelola SDA yang dimilikinya, tentunya guna meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Kedaulatan SDA sebuah negara menjadi luntur ketika seringkali, atas dasar globalisasi dengan pasar bebasnya atau berbagai aturan World Trade Organization (WTO), negara kaya menekan negara penghasil SDA untuk men-supply SDA-nya sesuai kemauan negara kaya. Contoh paling baru dialami oleh Indonesia. Nikel yang sangat dibutuhkan oleh dunia, khususnya selaras dengan perkembangan kendaraan listrik yang “hijau”, menguntungkaan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil nikel terbesar. Indonesia bersikeras menginginkan nikel yang dijual ke pasar global dalam bentuk olahan dengan nilai jual yang relatif tinggi, tetapi berbagai negara kaya konsumen justru menekan bahkan sampai membawa ke pengadilan usaha internasional memaksa Indonesia menjual nikel mentah dengan harga yang tentunya jauh lebih rendah.
Ini contoh inkonsistensi negara kaya konsumen nikel, jika memang mereka ingin mengurangi kesenjangan harusnya mereka justru mendukung negara berkembang seperti Indonesia untuk meningkatkan pendapatan negaranya dari hasil SDA nya. Kondisi yang sama juga harusnya diterapkan ke seluruh negara penghasil SDA di berbagai belahan dunia. Kasus nikel ini hanyalah salah satu contoh, banyak kondisi lainnya yang menunjukkan keengganan negara maju untuk menerima meningkatnya pendapatan negara miskin atau berkembang. Organisasi perangkat penegakkan aturan internasional seringkali menjadi alat untuk menekan negara lain yang menjalankan kebijakan yang tidak sesuai dengan keinginan negara-negara maju.
Pada kasus tertentu, upaya mengedepankan kemauan dan kebutuhan negara kaya tidak hanya menggunakan organisasi-organisasi internasional sebagai alat, bahkan politik militer juga dilakukan. Menjatuhkan pemerintahan yang sah, menyerang sebuah negara berdasarkan alasan yang tidak berdasar. Muamar Khadafi, digulingkan dengan serangan militer NATO, Saddam Hussein ditangkap dengan menyerang Irak secara besar-besaran atas dasar informasi salah dengan tuduhan Irak memiliki senjata pemusnah masal yang tidak terbukti. Begitu juga yang terjadi di Venezuela, dimana pemerintahannya terus menerus diguncang stabilitas politiknya, belum lagi yang terjadi di negara-negara sub-Sahara Afrika.
Keinginan bersama untuk mengurangi kesenjangan, hanya menjadi kebutuhan negara miskin, sementara negara kaya terus berupaya menambah kekayaannya. Jika mereka ingin kesenjangan mengecil, mereka harusnya berhenti menambah kekayaan, “membagi” kekayaannya untuk negara miskin, sehingga kesenjangan menipis. Pelari yang sudah berlari duluan 50 meter didepan, harus berhenti atau minimal mengurangi kecepatannya apabila menginginkan pelari yang tertinggal menyusulnya.
Kesimpulan
Berhenti berlari jika ingin yang mengejar menyusulmu dan berlari beriringan denganmu. SDGs “berkurangnya kesenjangan”, hanya dapat tercapai apabila paradigma pelari tersebut dilaksanakan. 99% negara kaya menjadi kaya hasil dari ratusan tahun mengeksploitasi negara lainnya dengan penjajahan. Hasil SDA dari negara jajahan menjadi modal awal mereka menjadi kaya. Kekayaan yang dimilikinya membuat mereka mampu mengembangkan berbagai teknologi dan ilmu pengetahuan yang memungkinkan menambah kekayaan mereka.
Negara miskin yang tidak memiliki modal teknologi dan ilmu pengetahuan hanya dapat berupaya mencari modal untuk maju dengan menjual SDA yang dimilikinya. Bagaimana mereka dapat berkembang menjadi negara kaya, mengejar kesenjangan, Ketika negara maju terus menekan dengan berbagai cara yang seolah sesuai dengan aturan yang ada, yang memang dibuat khusus untuk meneruskan praktek eksploitasi semodel penjajahan. Jadi yang membedakan, dahulu penjajahan dilakukan dengan terbuka, saat ini penjajahan dilakukan dengan tertutup menggunakan berbagai instrument yang dibentuk secara sistemik.
Kedaulatan SDA sebuah negara menjadi tak berarti Ketika berhadapan dengan kepentingan negara kaya. Bahkan kedaulatan negara pun akan dilanggar apabila dianggap mengganggu kepentingan negara kaya. SDGs dengan segala kemegahan tujuan dan tergetnya tidak akan memiliki arti apabila pertanyaan dan permasalahan mendasar tidak dijawab bahkan disembunyikan.