Mohon tunggu...
Ani Berta
Ani Berta Mohon Tunggu... Konsultan - Blogger

Blogger, Communication Practitioner, Content Writer, Accounting, Jazz and coffee lover, And also a mother who crazy in love to read and write.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

8 dari 10 Anak Indonesia Kurang DHA, Apa yang Harus Dilakukan?

2 Februari 2019   11:11 Diperbarui: 2 Februari 2019   18:51 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : pixabay/publicdomainpictures

Kita gak mau kan, jika anak masa depannya terganggu karena ketidaktahuan orangtua dalam memberi asupan nutrisi yang tepat?

Saya sempat tertegun karena baru tersadar sepenuhnya, saat Profesor Ahmad Sulaeman membukakan kenyatan bahwa 8 dari 10 anak Indonesia kurang DHA. 

Prof Ahmad sempat melakukan kajian terhadap kondisi anak yang kekurangan lemak esensial dengan meneliti pola makan yang dikonsumsi dalam suatu keluarga.

Menurutnya, banyak keluarga yang tak menerapkan pola makan bervariasi, misalnya ada satu keluarga yang konsumsi satu porsi makanan tanpa memerhatikan kecukupan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. 

Ada yang cukup protein tapi asam lemak esensial kurang. Padahal, asam lemak esensial dapat mendistribusikan seluruh komponen zat penting dari makanan yang dikonsumsi ke seluruh tubuh dan membentuk semua sel organ vital agar berfungsi dengan baik.

Sumber : dokpri
Sumber : dokpri
Anak Indonesia 80% nya kurang DHA dialami oleh kelompok usia 4-12 tahun yang mana ini adalah kelompok usia sekolah yang sangat produktif dan atktif. Memelukan sumber energi dan nutrisi yang cukup. 

Anak merupakan investasi bangsa dan masa depan bangsa terdapat pada pundak generasi muda. Oleh karena itu, pemenuhan hak anak terhadap nutrisi yang cukup penting difokuskan dan diutamakan.

Kebutuhan karbohidrat, protein dan berbagai jenis vitamin sering digaungkan di mana-mana. Namun lain dengan lemak, banyak yang punya persepsi bahwa lemak itu bahaya dan harus dihindari. 

Padahal, lemak jenis tertentu yakni lemak esensial yang di dalamnya terdapat DHA sangat vital fungsinya dan dibutuhkan oleh setiap anak sebagai penunjang nutrisi agar terdistrbusi dengan baik ke seluruh tubuh.

Profesor Ahmad Sulaeman memberi informasi dalam pertemuan bersama para jurnalis di Green Resto Sentul, pada 25 Januari, menurutnya justru Asam Lemak Esensial (EFA) yang merupakan kelompok sam Lemak Esensial terhadap kesehatan manusia harus tercukupi dari makanan. Di antaranya Omega 3 (Asam Linolenat) dan Omega 6 (Asam Linoleat).

Konsumsi Omega 3 dan 6 harus ada keseimbangan, sebisa mungkin jangan terlalu kurang juga tidak terlalu berlebihan. Asam lemak esensial ini tak diproduksi oleh tubuh sehingga diperlukan asupan dari makanan yang mengandung Omega 3 dan 6.

Komponen yang ada pada Omega 3 ada juga DHA yang sangat penting dalam membentuk kecerdasan karena seperempat dari otak manusia komponennya adalah DHA. Terutama dalam pembentukan membran sel otak.

Apabila kekurangan asupan omega 3 dan DHA bisa menyebabkan dampak jangka menengah dan panjang. Dimana kondisi ini berdampak pada masa depan anak yaitu kurang pintar ketika di sekolah, perkembangan tubuh tidak sempurna hingga perubahan emosi yang bisa membuat prestasi anak di sekolah menurun,

DHA juga berpengaruh pada kualitas penglihatan mata. Lalu, kenapa tiba-tiba saya menulis tema berat dengan komposisi bahasa dewa di artikel ini? Saya tentunya ingin menjadi jembatan informasi buat masyarakat. 

Setelah mendapat informasi langsung dari Profesor Ahmad Sulaeman di acara pertemuan di Sentul, tentu saja saya merasa punya kewajiban untuk menyebarkan hal ini. Sebagai evaluasi bagi semua pihak.

Kekurangan DHA dan EFA ada hubungannya dengan efek gizi buruk dan berakibat stunting. 

Profesor Sulaeman juga mengungkapkan bahwa dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, 2010 dan 2013 menunjukkan data bahwa anak Indonesia sebanyak 37% mengalami stunting atau tubuh kerdil karena kurang asupan nutrisi terutama DHA.

Bahkan mirisnya lagi, Indonesia dinyatakan World Health Organization (WHO) sebagai negara dengan peringkat ke-5 dunia sebagai negara yang penduduknya mayoritas stunting.

Oleh karena itu, wajar saja jika ada gerakan sosialisasi #DaruratDHA yang bertujuan agar para orang tua lebih aware dengan masalah ini. Agar anak mempunyai kualitas kecerdasan yang berdaya saing di masa mendatang.

Bahkan soal Omega 3 ini ada tertulis resmi dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia dalam per harinya untuk anak berusia 4-9 tahun harus mengkonsumsi Omega 3 sebesar 0,9 gram. Sedangkan mereka yang berusia 10-12 tahun untuk laki-laki sebesar 1,2 gram dan perempuan sebesar 1,0 gram.

Prof Ahmad memberikan solusi untuk kecukupan DHA sebagai berikut:

Optimasikan 1000 Hari Pertama Kehidupan anak.

ASI Eksklusif selama 6 bulan

6 Bulan ke atas diberi MPASI sambil lanjut pemberian ASI hingga anak usia 2 tahun.

Jika anak sudah besar, bisa diberikan susu formula yang difortifikasi DHA.

Tingkatkan Literasi Gizi, artinya para orang tua setelah memahami soal gizi, harus bisa langsung mengaplikasikannya.

Cukupi pemenuhan DHA dengan konsumsi susu atau sea food

Yuk kita tingkatkan literasi gizi agar anak tak mendapatkan risiko akibat kekurangan DHA, seperti cepat ngantuk saat belajar, kurang konsentrasi menyerap pelajaran, kurang tanggap dengan situasi dan panjang badan kurang.

Atasi kekurangan DHA dengan tindakan yang tepat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun