Kebetulan penulis juga penikmat kopi, bahkan dulu juga sering bertransaksi kopi lewat aplikasi/ datang ke kedai kopi. Kini penulis berhasil menjalani saran dari filsuf Stoa, Seneca untuk latihan hidup sederhana.
Sekarang penulis lebih sering menyeduh kopi sendiri di rumah/ di kantor dengan alat perkopian sederhana (penggiling kecil, timbangan, kertas filter kopi, saringan kopi vietnam drip). Kebiasaan ini mampu menghemat uang di dompet. Penulis juga pernah mengikuti pelatihan meracik kopi yang diadakan oleh Perpustakaan Nasional dan Ikatan Barista Bersertifikasi.
Menyeduh kopi hasil tangan sendiri dan mempraktikkan ilmu meracik kopi yang sudah didapat semakin menambah kepuasan dan ketenangan batin khas Stoik.
Penulis sudah mampu mendisiplinkan hasrat untuk "ngopi" maksimal dua kali sehari. Andai lebih itu diperuntukkan sebagai hadiah usai menyelesaikan tugas atau mencapai target tabungan harian. Ini membantu otak menautkan kesenangan dengan disiplin, bukan impuls sesaat.
Beberapa kali di rumah penulis juga mengajak teman-teman untuk nongkrong/ kongkow bersama sambil "ngopi". Ini sejalan dengan anjuran Epictetus untuk berkomunitas secara bijak. Alih-alih nongkrong konsumtif, mengundang teman "ngopi" semakin memperkuat silaturahmi.
Pada era kiwari beragam platform digital mempermudah hidup manusia. Prinsip Stoik: "Apa yang dapat kamu kendalikan, kendalikanlah segera." Gunakan aplikasi keuangan untuk mengatur auto transfer ke tabungan setiap kali gajian sehingga sisa uang baru boleh dipakai untuk kopi atau hiburan. Ini penulis lakukan untuk beberapa tagihan yang ter-auto debet seperti cicilan KPR, asuransi, dan cicil emas.
Penutup
Kopi bukan musuh, tetapi cermin dari cara manusia mengelola hasrat untuk menikmati kehidupan. Dengan mempraktikkan disiplin hasrat ala Stoik, seseorang tetap dapat  "ngopi" tanpa kehilangan arah finansial.Â
Singkatnya bukan berhenti "ngopi, tapi berhenti diperbudak oleh kopi. Salam seruput, tapi isi dompet tak menyusut.
Â
Referensi